Note : cetak miring untuk bahasa Korea, cetak tebal untuk bahasa Jepang
Sebuah berita muncul di beranda media sosialnya mengenai seseorang yang bunuh diri beberapa hari yang lalu. Diketahui orang tersebut bernama Harda. Ah, ia tahu siapa Harda. Senior adiknya yang suka mem-bully salah satu teman sekelasnya sewaktu SD. Dan sekarang berbalik menimpanya. Ia agak merasa kasihan.
Tapi ia pun tidak bisa berbuat apapun. Ia memiliki masalahnya sendiri. Masalah yang bahkan ia tidak bisa mengerti kenapa ia mendapatkannya. Ia tidak mengerti tentang dirinya sendiri.
Gadis itu menutup aplikasi media sosialnya dan menatap beberapa hal di bawahnya. Iya, di bawahnya. Kini ia berada di lantai paling atas sebuah mall. Hendak memutuskan untuk terjun ke bawah sana. Ia lelah dengan masalah-masalah yang menimpanya. Terlalu banyak kesakitan yang ia rasakan pada jiwanya sehingga ia memutuskan secara bulat untuk mengakhirinya. Ia pun membenci dirinya sendiri tentang bagaimana ia kesulitan berhubungan dengan orang lain.
Orang bilang hidupnya enak. Orangtua yang lengkap –mereka bahkan tidak tahu bahwa orangtuanya sering bertengkar walau hanya berbeda pendapat, pekerjaan sesuai hobinya –mereka pun tidak tahu bahwa lingkungan kerjanya yang tidak sehat, dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
Ah, sejak kapan ia merasa seperti ini?
Ia ingin bahagia, minimal merasa tenang tanpa harus khawatir tentang segala hal.
Tapi tentu saja ia sendiri tidak bisa mengatur orang lain agar bisa selalu menyenangkannya. Walaupun ada beberapa orang yang ingin sekali ia hajar karena selalu mengusik zona nyamannya. Karena itulah, ia ingin membuat mereka menyesal dengan cara membunuh dirinya sendiri. Memang cara yang salah. Tapi andaikan membunuh itu legal, maka ia sudah melakukannya sejak lama. Minimal ia ingin mempunyai kuasa agar ia bisa leluasa melakukan segala hal.
Ia sudah siap meloncat ke bawah sana dari lantai paling atas, tempat mobil biasa terparkir. Jika saja ia diizinkan untuk tetap hidup oleh Tuhan setelah ini, maka ia akan menghargai hidupnya. Ia ingin Tuhan membuktikan bahwa hidupnya akan baik-baik saja setelah ini.
Ia menjatuhkan diri dari sana hingga tubuhnya menghantam jalanan menyebabkan suara dentuman keras diiringi bercak darah yang tersebar di mana-mana. Ia sempat sadar dan merasakan kesakitan yang amat sangat, sebelum semuanya gelap.
***
Tempat ini gelap. Tidak ada satupun cahaya yang menyinari tempatnya kini. Apa ia sudah mati? Apakah ini adalah dunia tempatnya setelah mati? Ia merasa kesepian di sini. Ia tidak mau di sini. Ia menyesal. Ia berharap pada Tuhan untuk memberikan kesempatan lagi untuknya hidup. Maka ia akan menghargai kehidupan itu.
Kemudian ia mendengar suara detak jantung pada monitor. Walaupun matanya masih terpejam dan masih di tempat gelap itu, ia dapat mendengar hal-hal di sekitarnya.
Huh? Bahasa yang asing, namun anehnya ia dapat mengerti.
“Bagaimana, Dok?”
“Detak jantungnya sudah kembali normal. Mungkin beberapa waktu lagi ia bisa siuman.”
Ah, bahasa ini. Ia tahu. Bahasa Korea. Bagaimana ia bisa mengerti apa yang mereka bicarakan? Padahal ia tidak pernah mempelajarinya. Ia hanya tahu sedikit karena dulu ia pernah tertarik dengan K-Pop. Tapi kali ini, ia paham betul apa yang dibicarakan mereka.
sebuah cahaya muncul di kejauhan sana. Ia berlari mengejar cahaya itu. Hingga akhirnya, matanya terbuka perlahan, menampilkan wajah seorang dokter yang sedang memandangnya takjub bersama seorang pria lainnya di sisi lain ranjang.
“Dia sudah sadar. Akan kami periksa terlebih dahulu.” Ucap dokter mulai memeriksanya yang masih terbaring di sebuah ranjang rumah sakit.
“Adikku. Syukurlah kau sudah sadar.” Bahasa asing lagi yang anehnya dapat ia mengerti. “Yokatta.” Ah... Bahasa Jepang. Mungkin karena ia gemar dengan hal berbau Jepang maka ia bisa mengerti dengan yang dibicarakan pria berjas itu. Berpikir positif terlebih dahulu.
Tunggu sebentar. ‘Adikku’ dia bilang? Padahal gadis itu adalah anak satu-satunya di keluarganya. Ia sama sekali tidak mempunyai Kakak maupun adik. Ada yang aneh.
Memangnya orang masih bisa hidup jika menjatuhkan diri dari lantai 5 sebuah gedung? Ajaib.
Sang dokter menyelesaikan pemeriksaan dengan cepat dan langsung melaporkan pada pria berjas yang memanggilnya ‘adikku’. Terlihat dengan jelas bahwa pria itu lega setelah mendengar laporan dari sang dokter.
“Kau membuatku khawatir, Yuri.”
Yuri? Tapi namanya bukan Yuri. Kenapa orang ini memanggilnya Yuri? Bukankah ia salah mengenalinya?
“Yu...ri?” ucapnya lemah sambil memandang bingung pria berjas hitam itu.
“Ya. Kakak di sini.” Pria itu tersenyum. Hampir meneteskan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
“Aku.. bukan Yuri?”
Seketika senyuman di wajah sang Kakak hilang. Ia langsung beralih menatap dokter yang sama bingungnya dengannya.
“Akan kami periksa kembali.”
“Mohon bantuannya, Dok.”
***
Dokter dan sang Kakak kini tengah duduk berhadapan di ruangan sang dokter. Membicarakan hal serius mengenai keadaan sang adik. Dokter tersebut berkata bahwa ‘Yuri’, adik dari pria berjas hitam ini mengalami amnesia akibat dari trauma yang dialami olehnya sebelum hal ‘itu’ terjadi.
“Ini salahku tidak memperhatikannya dengan penuh.” Ucapnya merasa frustasi.
“Setelah ini mohon berikan perhatian yang lebih kepada Yuri agar ia tidak mencoba membunuh dirinya sendiri lagi. sayatan pada lengan kirinya sangat dalam sehingga hampir memotong urat nadinya. Beruntung kini ia sadar dan masih bisa diberikan kesempatan hidup.”
“Terima kasih, Dok.”
Sang Kakak bangun dari kursinya dan membungkuk dalam sebagai tanda terima kasih. Namun sang dokter pun menyangkal, bahwa itu sudah tugasnya untuk menolong setiap makhluk hidup.
***
Beberapa waktu sudah terlewat, dan ‘Yuri’ masih dalam keadaan terbaring di ranjangnya. Ah, ia ingin ke toilet, apa bisa? Ia akan mencobanya. Ia mencoba beranjak dari baringannya dan turun dari ranjangnya, kemudian membawa tiang penyangga cairan infusannya ke toilet di kamar rawatnya. Ia sudah tidak tahan.
Begitu ia sudah di dalam toilet dan mengunci pintunya, ia membuka celananya.
... tunggu. Tunggu. Tunggu.
Sejak kapan ia punya ‘itu’ di selangkangannya.
“AAAAAAAHHH!!!!” akhirnya ia berteriak. Membuat Kakaknya yang hendak masuk ke ruangannya terkejut dengan teriakan sang adik.
“Yuri! Daijoubu? Daijoubu?” Kakaknya segera masuk ke kamar rawatnya dan mencari keberadaan Yuri yang tidak ada di ranjangnya. “Yuri?!” ia pun menggedor pintu toilet yang di dalamnya terdapat adiknya.
“Da-daijoubu, onii-san.”
“ONII-SAN?!”
Ah, bagaimana ini? Ia sangat bingung. Bagaimana benda ‘itu’ ada di sana? Padahal ia seorang gadis. Kemudian matanya dengan spontan langsung menatap cermin yang tergantung di dinding toilet.
... tunggu. Tunggu. Tunggu.
SIAPA ITU?!!! Itu bukan wajahnya. Wajahnya tidak secantik —setampan itu! Bagaimana bisa tubuhnya berubah seperti ini?
Kemudian ia terdiam.
Apa ia berpindah tubuh ke tubuh orang lain? Ke tubuh seorang laki-laki bernama Yuri?
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Tamashi no Yami Monogatari (Kisah Kegelapan Jiwa)
Short Story魂の闇 物語 Tamashi no Yami Monogatari [Kisah Kegelapan Jiwa] ⚠️ TW ⚠️ [TRIGGER WARNING!] Mengandung muatan negatif bagi masing-masing mental : Suicide Self harm Bullying Toxic relationship Harms Sexual harrasment Rape Berbagai cerita di satu universe...