Third Person Point of View

116 9 0
                                    

note :  Lihat gambar di bawah untuk referensi role model tokoh

Semua murid di sekolah mengenal dua laki-laki yang bernama Shion Yuusaki dan pelayannya yaitu Seran Aimura. Shion Yuusaki adalah seseorang yang paling elit di sekolah, salah seorang kerabat dekat dari mafia Jepang, keluarga Amasaki. Dan pelayannya, Seran, selalu mendampinginya sejak mereka kecil. Itu yang kudengar. Entah rumor atau fakta. Tapi aku percaya bahwa Shion adalah orang elit dan Seran adalah pelayannya, terlihat dari bagaimana cara hidup mereka.

Aku selalu memperhatikan interaksi mereka. Bagaimana Seran selalu memperhatikan Shion, dan sebaliknya. Menurutku, hubungan mereka lebih dari sekedar tuan dan pelayannya. Hubungan mereka lebih dari itu. Dan suatu waktu, persepsiku benar.

Waktu itu aku hendak mengambil bukuku yang tertinggal di kelas, dan ketika aku hendak memasuki kelas, aku melihat mereka tengah bercumbu di salah satu bangku. Diterangi sinar senja sore itu, menambah kesan romantis di antara keduanya. Tentu saja, kegiatan mereka terhenti ketika aku masuk kelas.

"Ah, um... maaf mengganggu." Ucapku. Aku bisa merasakan wajahku begitu merah. Aku tidak jijik pada mereka, aku menyukai mereka. Tidak seperti orang lain yang merendahkan mereka, namun tidak berani bertindak karena status keluarga Shion.

"Ichiaki-san..." ku dengar Shion memanggilku dengan lembut. Ah, aku sangat suka ketika ia berbicara, dan lagi ia menyebut namaku. "Bisakah kau kemari?"

Aku menurut dan menghampirinya. Aku juga bisa merasakan Seran menatapku intens.

"Dari dekat kau cukup manis, ya." Ia menggodaku. Namun aku tidak bisa menyangkalnya, wajahku memerah.

"Ah, terima kasih."

"Tidak perlu formal begitu. Sekarang hanya ada kita bertiga." Shion mulai mengelus wajahku dengan tangannya yang lembut. Nikmat sekali. "Kau selalu menyendiri ya di kelas?"

"Bukankah kau dijauhi oleh teman sekelas?" Kini Seran bersuara. Suaranya tajam sekaligus lembut ketika berbicara, membuat siapa saja yang mendengarnya seakan terhipnotis.

Aku sedikit mengangguk mengiyakan. "Karena aku aneh." Ucapku lemah.

Teman sekelasku memang menyebutku aneh karena hobiku yang sering memperhatikan orang lain dan karena aku pun tidak pandai bergaul.

"Menurutku kau tidak aneh." Seran kembali bersuara. "Wajar saja jika kau sering memperhatikan orang lain, itu karena kau peduli."

Ah, rupanya ia memperhatikan tingkah lakuku?

"Mulai besok, kau bisa bermain dengan kami." Shion berucap ceria. Matanya terlihat berbinar di depanku. Semakin mempesona.

"Kenapa? Kenapa orang seperti kalian mau dekat denganku?"

"Karena kami menyukaimu."

***

Dan benar, Shion dan Seran selalu mampir ke bangkuku untuk sekedar makan bekal bersama dan mengobrol, dan itu membuat hampir semua teman sekelasku membicarakanku. Aku tidak peduli.

"Junchan, suapi aku." Pinta Shion padaku. Kini ia memanggilku dengan nama depan. Dan permintaan Shion adalah perintah yang mutlak. Aku pun menyuapinya bekalku dan ia memakannya.

"Enak. Seran, suapi aku." Dan Seran pun menurut tanpa balasan sepatah kata pun.

Sejak saat itu aku menjadi bagian dari mereka, dan mereka menjadi bagian dari diriku. Kami selalu bersama dan melakukan banyak hal. Tak hanya itu, kami pun melakukan hal-hal romantis, seperti kencan, bercumbu, maupun melakukan seks. Ya, kami bertiga. Kami saling berbagi satu sama lain, hati kami berbagi satu sama lain. Kami tak akan terpisahkan.

Namun di jam istirahat waktu itu, Shion menyendiri di bangkunya tanpa seorang Seran. Wajahnya terlihat putus asa dan sedih, tidak ceria seperti sebelumnya. Tak ada senyuman di sana. Aku paham betul kenapa ia seperti itu. Sudah beberapa hari ini Seran tidak terlihat, ia absen dari sekolah tanpa alasan yang jelas. Dan itu berdampak pada hidup Shion, juga pada hidupku.

Aku menghampirinya, menanyai kabarnya. Ia menoleh padaku dengan senyuman palsunya. Sakit. Aku merasa sakit di dalam hatiku. Aku tidak bisa melihatnya sesakit ini.

"Hubunganku dan Seran tidak direstui keluargaku." Ia mulai berbicara sambil menatap keluar jendela. "Dan mereka mulai menjauhkanku dengan Seran dan menjodohkanku dengan seorang gadis. Sekarang Seran sedang dikurung di rumahnya sendiri." Aku mengerti. "Seran begitu penting bagiku. Aku tidak bisa hidup tanpanya sama sekali. Jika mereka benar-benar menjauhkanku dengan Seran, maka tidak ada lagi alasanku untuk hidup."

Tak pikir panjang aku memeluknya, memberikan kehangatan agar ia tidak begitu merasa sedih lagi.

"Maaf, Jun. Kau melihat sisi lemahku. Aku hanya kuat jika di hadapan Seran. Dan kau mendapatkan sisi lemahku."

"Tidak apa. Aku tidak masalah." Aku mengelus kepalanya, mencoba menenangkannya.

"Hei, Jun. Cium aku." Itu perintah, aku tahu. Dan aku mengecup bibirnya, menempelkan bibirku pada bibirnya, sebelum ciuman itu berubah menjadi panas tanpa mempedulikan teman sekelas yang masih berada di ruangan yang sama.

***

Esoknya Seran masuk dalam keadaan memar di mana-mana. Aku yang khawatir padanya mulai menunjukkan kekhawatiranku, begitupun dengan Shion. Ia yang jauh lebih khawatir dibandingkan aku namun tidak begitu ia tunjukkan. Seran dengan dingin, seperti biasanya, menyuruh kami untuk tidak terlalu khawatir tentang dirinya dan hubungan kami. Hubungan ini masih bisa berlanjut seperti biasanya.

Namun ia berbohong. Aku tahu hubungan kami masih tidak bisa direstui oleh keluarga dari kedua belah pihak. Namun nyaris, Seran dapat menutupi kekhawatirannya.

Setelah jam sekolah selesai, kami memutuskan untuk bertemu di rooftop. Berniat ingin membicarakan hubungan kami selanjutnya. Awalnya biasa saja, namun ucapan yang keluar dari mulut Shion mengejutkanku.

"Ayo bunuh diri." Ucapnya. "Aku tidak bisa hidup tanpamu, Seran, Jun."

***

Kami setuju. Kami tidak bisa hidup tanpa yang lain di sisi kami. Dan di sinilah kami. Berdiri di ujung pagar rooftop. Hanya selangkah lagi dan kami jatuh ke bawah sana.

"Terima kasih. Hidupku jauh lebih baik sejak kau berbicara padaku, Shion. Aku sangat berterima kasih. Juga untuk Seran, kau kekasih terbaik yang pernah aku temui."

"Kami juga berterima kasih padamu, Jun. Kami sungguh mencintaimu. Tapi,..." Shion dan Seran mulai melepaskan genggaman tangan mereka dari tanganku yang berada di antara mereka. "Kau tidak perlu terlibat oleh urusan keluarga kami. Hiduplah, Jun. Ingatlah kami sebagai kekasih terbaikmu. Selamat tinggal." Shion mendorongku kembali ke rooftop hingga terduduk di sana, dan kedua dari mereka menjatuhkan diri dari sana ke lantai terbawah.

Aku terdiam. Mereka membunuh diri mereka sendiri dan mendorongku kembali. Apa maksud kalian? Kenapa kalian mendorongku kembali? Aku juga tidak bisa hidup tanpa kalian.

Dan aku mulai menangis di sana.

Ti amo.
***

END

FYI, untuk referensi role model Shion dan Seran aku ambil dari un:c dan Shoose (しゅーず) di MV STRAW  / ストロウ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FYI, untuk referensi role model Shion dan Seran aku ambil dari un:c dan Shoose (しゅーず) di MV STRAW  / ストロウ.

un:c as Shion and Shoose as Seran 

Ayo, dengerin lagu mereka.

Tamashi no Yami Monogatari (Kisah Kegelapan Jiwa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang