Masalah diselesaikan dengan sangat cepat, hanya terkejut di awal, kemudian diakhiri dengan pesta yang semarak. Rasa mual yang bergejolak di dalam perut dan melambung ke ujung tenggorokan membuat Shin melarikan diri ke kamar mandi, tentu saja langkah kaki yang tenang masih mengikutinya. Ia sudah mual-mual sejak dua minggu lalu, itu juga alasan mengapa Jake bersikeras membawanya untuk pemeriksaan setelah beberapa kali penolakan darinya.
Tangan besar dan hangat memijat lekuk leher dan bahunya, sementara ujung jari membelai daun telinga dan rahang Shin.
"Tidak nafsu makan?"
Shin menerima sapu tangan sutra dan menyeka mulutnya, kemudian ia melihat air di toilet mulai berputar masuk, terkuras dan terisi kembali. Ia melirik Jake, "Tidak juga, hanya mungkin makanan yang lebih ringan, di sana terlalu banyak asap dan aku tidak tahan." Setelah itu mereka keluar, dan Jake berjalan lambat di sisinya.
Semua orang merayakan kebahagiaan atas anak itu, sedangkan dua calon ayah hanya duduk di sudut dengan jus buah di atas meja. Angin dingin tidak banyak mengganggu, terlebih masih ada selimut tebal di bahu Shin.
Ada dua asisten di rumah, jadi Jake meminta mereka untuk membuat sejenis sup dan makanan ringan untuk mengisi perut Shin.
"Karena kita punya anak, apakah aku akan disembunyikan?" Shin menatap bosan langit yang ungu kemerahan, sekarang belum larut, pemandangan masih sangat segar dan terang.
Jake memiliki ide itu, tapi ia tahu Shin tidak suka disembunyikan dalam gelap. Lagipula ia juga seorang pria, tahu bagaimana rasanya dikekang seperti binatang buas yang dirantai kuat dan kehilangan kebebasannya. Tapi anak itu langka, terlalu istimewa untuk tidak berhati-hati. Jake mengungkapkan keprihatinannya, "Berhati-hatilah, musuh ada di mana-mana. Jika itu hanya aku, atau kau, masih bisa pergi ke mana pun. Tapi anak itu masih terlalu dini, kita bisa kehilangannya kapan pun." Terlalu sulit untuk menjaga janin atau bayi setelah anak itu lahir.
"Yah, apa lebih baik aku kembali ke Korea?"
Jake menolak, "Tidak, terlalu jauh untuk dipantau. Di sini wilayahku, keselamatanmu dan anak itu jauh lebih terjamin di sini."
Sup disajikan di depannya, dengan asap mengepul, kuah bening, aroma kaldu ayam yang ringan, dan penampilan segar dari sayuran. Sangat cantik, menggugah selera, dan membuat Shin lapar. Ia makan dengan tenang, sesekali Jake memasukkan daging atau sayur tambahan ke dalam mangkuknya. Itu kebiasaan, sungguh.
Alasan lain yang membuat Shin bertahan sejauh ini, selain seks yang mereka bagi bersama, atau uang yang melimpah, tentu saja cara Jake menyikapi dan memperlakukannya. Perlakuannya tidak kurang dari seorang kekasih yang melihat kekasih kecilnya, begitu memanjakan, menyentuh dengan penuh gairah, menatapnya tanpa henti, dan membuatnya puas baik batin atau fisik. Pria yang tampak dingin, acuh tak acuh, dan tidak manusiawi ini justru adalah sosok yang terlalu perhatian, terlalu mencinta, dan posesif.
Sumpit diletakkan di samping mangkuk, "Mari sudahi, aku ingin melakukannya denganmu."
Alis kanan Jake terangkat, ekspresi puas dan menyenangkan muncul di matanya, dan ia menyeringai. Jake tidak terburu-buru, "Bagus, habiskan susu hangat ini, mari kita tunggu sampai perutmu nyaman." Tapi Shin tidak bisa menunggu dan begitu pula dengan Jake.
Mereka bercumbu, tidak seagresif biasanya, hanya mencium di mana-mana. Telinga, pipi, dahi, rahang, leher, sisi leher, dan bahu. Shin meremat bagian depan kemeja Jake sebelum meletakkan kedua lengannya di bahu pria itu, merangkulnya sangat dekat, dan menerima semua sentuhan bibir Jake di wajahnya.
Susu yang hangat, sedikit mendingin, tapi tetap nyaman di perut Shin. Mereka berjalan dari ruang tamu ke lantai dua, langkah kaki tidak cepat untuk menjaga kenyamanan masing-masing.
Kamar Jake ada di lantai dua, posisi yang terjauh dari tangga. Jake suka menyendiri dalam ketenangan, jadi hanya ada kamarnya di lantai dua, sisanya adalah ruang gym, ruang kerja, ruang pertemuan, ruang biliar, dan ruang luar dengan sofa, meja, dan televisi besar.
Mata Shin tidak menjelajah, tatapannya terus tertuju pada Jake, yang seperti biasa, selalu melirik ke arahnya. Kamar Jake selalu dalam keadaan terkunci, setelah klik dua kali, pintu kayu yang berat mulai terayun terbuka.
"Jangan terkejut," bisik Jake di telinga Shin.
29/8/21.
