04. Halaman 12

23 10 14
                                    

Alohaa guys, pertama-tama aku mau ngucapin terima kasih banyak-banyak buat kalian yang udah sempetin baca and vote-ment ceritaku:) moga² bisa jadi amal jariyah, buat kalian, yaa >< Aamiin.

Woke, gitu, aja, si kuylah lanjut ke ceritanyaaa! Happy reading and see youuu✨ tinggalkan jejak jangan lupee:')

.—.

“Terkadang rasa semangat itu muncul dari orang yang kita sayang. Tapi selebihnya karena diri sendiri. Campur tangan orang lain cuman separo.” —Diandra Danendra

🍁🍁🍁


Malam ini keluarga Desta tengah menyantap makan malam seraya berdiskusi. Pria yang duduk sendiri di sisi meja makan berumur sekitar 40 tahunan itu adalah Desta. Pemimpin keluarga yang jarang sekali akur dengan anak-anaknya—Athlas dan Kerani.

Athlas selaku anak paling tua selalu beradu argument dengan Desta. Sedangkan Kerani, gadis kuliahan itu selalu menentang kebijakan apa pun yang diambil oleh sang ayah. Walaupun akhirnya, dia mengalah juga. Kerani termasuk gadis cukup nakal dan keras kepala.

Sementara Damar adalah anak kedua. Pertengahan dari Athlas dan Kerani. Kakak dengan adiknya mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama merepotkan. Kedua saudaranya termasuk type humoris, sedangkan dirinya tidak. Damar lebih menyukai ketenangan daripada keramaian.

“Pa, mama udah liat baju couple keluarga kita. Alus pisan. Iya, ‘kan Damar?”

Itu Suji—istri Desta yang suka rusuh. Tak jauh berbeda usianya dari sang suami. Mempunyai darah Sunda yang sering dia campur adukkan dengan Bahasa Indonesia ketika berbicara.

Damar melepaskan sendok dan garpu yang dipakainya untuk memotong daging. Tangannya meraih segelas air, kemudian meneguknya dengan tiga kali tegukkan.

“Biasa, aja, si,” jawabnya datar.

Athlas dan Kerani yang duduknya berhadapan saling pandang seraya tersenyum jahil. Ini adalah waktu yang tepat untuk menggoda Damar.

“Cie yang bentar lagi mo nikah, pake bilang so-so biasa, sih. Padahal hatinya mah bagus bangeeet!”  goda Athlas dibarengi  gelak tawa Kerani.

“Biasalah, Bang, malu-malu dia.”

Ledekkan kedua saudaranya itu membuat Damar geram. Lantas dia menyumpal mulut Kerani dan Athlas yang sedang enak-enak tertawa.

“Thlas, lu punya pacar, ‘kan? Kapan lu nikahin? Anak orang lu gantung-gantung mulu, enggak kasian?” sindir Damar seketika membuat Athlas kicep.

Damar tersenyum sinis, kali ini menyindir Kerani, “Heh, Kera, belajar dulu yang bener. Jangan ikutin Athlas yang tiap hari gonta-ganti cewek doang. Selesein kuliah baru bisa ngeledek abang sesuka hati lu.”

Kerani cemberut mendengar petuah dari abang keduanya. Bukan apa-apa, tapi kenapa Damar harus memanggilnya ‘Kera’? Rani juga bisa, ‘kan?

“Kasih paham, Dam,” celetuk Desta mendukung anak keduanya.

“Damar, kamu teh jangan maen sisindiran kitu atuh,” timpal Suji dengan kening berkerut.

“Ma, Pa, bicarain pertunangan ini nanti, aja, ya. Damar capek, mau istirahat.”

Mendapat anggukkan dari Desta, pria dengan kaus polos dan celana selutut navy itu pun berlalu meninggalkan meja makan.

Rebutan Guru TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang