Bagian Dua

25 8 6
                                    

"Cemburu itu wajar kan?"
-Jingga-

Pukul 23.30 WIB, aku masih menatap layar ponsel menunggu kabar dari Senja. Sepulang sekolah tadi Senja mengatakan bahwa dia ada bimbingan belajar untuk olimpiade yang akan dia ikuti minggu depan. Olimpiade yang semakin dekat, tentu saja akan membuat Senja lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan belajar. Pagi sampai sore belajar bimbingan dengan pembimbingnya. Malam hari berkutat dengan soal-soal latihan. Sudah bisa ditebak alurnya seperti apa.

Tiga tahun berpacaran dengan Senja, aku selalu mendukung penuh apapun yang Senja jalani. Sekali pun harus tidak berkomunikasi sampai berminggu-minggu. Ya. Berminggu-minggu. Begitulah Senja, selalu fokus pada apa yang mau ditujunya. Kadang aku merasa kesal dengan sikap Senja yang tidak bisa memberi waktunya kepadaku setiap kali ada hal yang ingin dia tuju, tapi aku tidak pernah bisa marah walau aku berhak marah.

Bagiku, kebahagiaan Senja lebih penting daripada kebahagiaanku. Cita-cita Senja lebih penting daripada hubunganku dengannya. Senja adalah harapan keluarganya dan juga sekolah. Jadi, tak ada alasan untuk membuang waktunya dengan berkomukasi setiap jam denganku. Aku yang berstatus pacar Senja harus selalu mendukungnya dan memahami peran dia sebagai Bintang Sekolah SMA Harapan.

Aku menghela napas panjang. Sudah waktunya untuk tidur karena malam semakin larut. Menunggu Senja lebih lama hanya akan membuatku malah begadang dan nantinya jadi bangun terlambat.

"Semoga besok pagi ada kabar baik dari Senja," ucapku berharap.

Aku pun terlelap dengan hati yang terus memanjatkan harapan semoga besok ada kabar baik dari Senja dan aku pun bahagia.


***
Treet treet treet

Suara alarm membuatku terbangun. Aku meraih dan mematikannya. Tidak. Setelah mematikannya aku tidak tidur lagi, tapi aku bangkit dari tidur dan meraih ponselku berharap Senja memberi kabar.

From: Senjanya Jingga ❤

Udah tidur ya?
Maaf ya, aku baru selesai belajarnya.
Besok pagi aku jemput.
See you Jingga :)

Lengkungan indah lagi-lagi terlukis di wajahku setiap kali mendapat pesan dari Senja. Rasa kesalku semalam menguap begitu saja. Ternyata setelah lima menit aku pergi tidur, Senja mengirimkan pesan itu. Ternyata semalam aku kurang bersabar sedikit.

"Okay, gue harus tampil cantik hari ini karena Senja mau jemput," ucapku semangat.

Lima belas menit berlalu, aku berdiri di depan cermin menatap pantulan diriku. Terlihat di cermin itu seorang gadis pendek berkulit putih dengan rambut panjang, berponi dengan warna hitam pekat dibiarkan tergerai.

"Fix gue cantik banget," pujiku.

"Iya cantik banget anak mamah." Mamah muncul tiba-tiba dari pintu.

Aku yang terkejut sekaligus senang karena mamah sudah pulang. Sudah seminggu ini mamah pergi keluar kota untuk berkunjung ke rumah nenek.

"Ih, mamah udah pulang? Kapan?" Tanyaku riang.

"Ini baru sampe, mamah langsung ke kamar kamu. Mamah kira kamu masih tidur, tapi ternyata udah cantik banget," jelas mamah.

Aku ber-oh ria dan menggandeng mamah dengan semangat untuk mengajaknya sarapan bersama. Seminggu ini rumah terasa sepi karena aku hanya berdua dengan asisten rumah tangga saja. Sekarang mamah sudah pulang tentu membuatku sangat senang karena ada teman bercerita.

JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang