"Kamu kenapa ada di sini, Pak?!" tanya Mama Anye marah.
"Ini juga rumah saya. Saya berhak ada di sini!"
"Kamu. Gak. Berhak. Di. Sini. Sejak. Saat. Itu!"
"Kamu juga tidak pantas disebut Ibu kalau sikapmu seperti itu sama anak sendiri!"
Anye menghela napas mendengarnya. Ia masuk ke kamarnya lewat balkon dengan tangga bambu milik tetangga yang ada di sebelah rumahnya.
Setelah mengambil keperluan untuk sekolah besok, ia bergegas pergi dengan tak lupa mengabari Kanaya bahwa ia jadi menginap.
"Ini gara-gara kamu! Kamu terlalu membebaskan anak kita, makanya dia keluyuran terus sampai malam begini masih belum pulang juga," maki Mama Anye.
Mendengar itu, Anye segera berlari ke gerbang setelah meletakkan tangga ke tempat semula.
Ketika mendengar ada derap kaki yang mendekat, Astra langsung pura-pura sedang bertelepon dengan seseorang. Agar ia punya alasan kenapa masih ada di depan rumah gadis itu.
Gue ngapain di sini sih? Mama kan udah nyuruh gue pulang cepet, batin Astra heran.
"Astra?" Anye terkesiap.
"Oh, oke, bro. Kalo gitu nanti gue kabarin lagi." Astra berakting dengan baik. Ia segera memasukkan ponselnya ke saku.
"Tra, gue butuh bantuan lo," ujar Anye panik. Ia takut orang tuanya menyadari kehadirannya saat ini.
"Ke rumah Kanaya, cepet!" Ia memberitahu sembari menaiki motor.
Setelah menjauh dari kawasan rumah Anye, Astra baru memberitahu satu hal.
"Gue harus pulang dulu. Sebentar aja," ujarnya membelokkan motor ke arah yang berbeda dari rumah Kanaya.
"Eh eh eh! Gue turun di sini aja." Anye menepuk-nepuk pundak Astra, tetapi lelaki itu tidak menghiraukannya.
"Tra ...."
Masa iya gue ada di rumah cowok malam-malam? Jadi bahan gibah tetangga nanti, ucap Anye dalam hati.
Astra memarkirkan motornya di depan rumah bercat putih elegan. Lantas laki-laki itu meminta Anye untuk turun.
"Gue pesan ojol dari sini aja ya, Tra. Makasih tumpangannya."
Namun tanpa berucap, Astra menarik tangan gadis berambut sebahu itu ke dalam rumahnya.
"Ma, Astra pulang."
Mama Astra menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari televisi. "Kok malam banget? Kamu habis ..." Wanita paruh baya itu sedikit melirikkan mata ke arah anaknya, "... nyulik bidadari dimana, Astra? Ya ampun! Itu anak siapa, nak?"
Anye bergerak canggung. Ia bingung harus berbuat apa. Ia menggaruk belakang telinganya kikuk.
"Halo, T-Tante. S-saya Anye, temannya Astra."
Mama Astra buru-buru bangkit menghampiri mereka. "Nak, kamu gak diapa-apain kan sama anak saya?" tanya wanita itu pada Anye.
Lalu ia menoleh pada anaknya. "Astra, Mama gak pernah ya ngajarin kamu kayak gini. Kamu-"
"Ma," sela Astra. "Kata Mama Astra harus pulang dibawah jam 10. Ini masih 3 menit lagi buat ke jam 10," jelas Astra.
"Terus ini?" heran Mamanya.
"Iya, ini Astra mau nganter dia ke rumah temen. Karena tadi dia ada barang yang ketinggalan dirumahnya, makanya Astra mau nganter dia lagi ke rumah temen."
Mama Astra bertanya sekali lagi, "Kenapa gak langsung dianter aja, nak?"
Astra mengacak rambutnya frustrasi. "Ma, ah."
Anye juga bingung harus bagaimana, tapi ia mencoba mengambil alih.
"Maaf, Tante. Tadi saya yang minta Astra pulang dulu buat izin sama Tante, saya takut Astra dimarahi karena pulang telat."
Astra menghela napas mendengarnya. Tapi ia tidak sadar kalau tangannya masih menggenggam erat pergelangan tangan Anye.
"Ya udah, Ma, Astra berangkat sekarang."
Astra melepaskan jaket hitamnya, lalu menyampirkannya di bahu Anye. Ia melakukan itu di depan Mamanya sendiri.
"Pake, Nye, nanti sakit."
Anye menunduk dalam, jemarinya mencengkeram erat jaket Astra. Wajahnya seketika merah padam.
"Ayo, Nye!" ajak Astra yang sudah di depan pintu.
"Eh, ehm, saya pamit dulu, Tante," ujar Anye salah tingkah.
"Tra, jagain calon mantu Mama! Hati-hati di jalan. Besok main lagi ya!" ujar Mamanya nyaring.
"Punya Mama kok malu-maluin," gumam Astra sebal.
"Pake jaketnya yang bener! Mau gue pakein sekalian?"
"ASTRA IH!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLASTRA
Teen Fiction"Lo harusnya gak masuk ke kehidupan gue!" . Anye selalu menyibukkan diri karena suatu alasan. Hingga pada suatu saat ia benar-benar tidak punya kesempatan lagi untuk menyibukkan diri. Bahkan orang yang paling ia percaya pun tidak lagi ada di sisinya...