"Berhubung hidup itu kayak Americano, jadi ayo mari kita nikmati pahitnya hidup ini."
.
.
.
.
.Hari minggu ini banyak orang yang bingung dengan apa yang harus mereka lakukan nanti. Termasuk dengan Edo dan juga si Rendra yang dari tadi hanya memandangi rumput halaman rumah yang kembali tumbuh. Padahal minggu lalu, Rega sudah mencabutinya dengan bersih, tapi pertumbuhan rumput itu ternyata lebih cepat dari pada pertumbuhan Regasendiri.
"Lo bedua ngapain?" El keluar dengan pakaian rapinya tak lupa juga dengan tas yang ia gandeng itu, yang sudah diyakini oleh penjuru dunia kalau isinya hanya sebuah kamera kesayangan miliknya.
"Gabut Bang," jawaban Rendra diikuti anggukan kepala Edo yang pandangannya seperti seorang suami yang sedang lelah memikirkan hutang scincare mahal milik istrinya.
"Bang El mau kemana hari minggu gini?"
"Mau cari angin, pulangnya mau dibawain apa?" ia tau pasti Adik bungsunya ini belum mandi, karena ia bisa menemukan jejak kusut rambutnya dan juga sesuatu bekas cantik yang ada dipipi kiri kedua Adiknya itu.
"Aku mau bakso bakar dong Bang, sama es dawet ya."
"Aku juga deh sama," ujar si bungsu Edo yang ikut-ikutan ingin pesanan yang sama dengan Rendra.
El tersenyum mengiyakan permintaan para Adiknya itu. Ia pamit dengan motor beat hitam yang secara teknis memang miliknya namun sering di gunakan oleh Haikal. Terkadang, anak itu tidak segan-segan mengakui motor beat ini sebagai miliknya.
El, anak itu tidak tau ke mana arah tujuannya hari ini dengan kameranya. Ia terus berjalan dan terkadang berhenti untuk mengambil beberapa foto di sana. El sesekali tersenyum saat mendapati beberapa anak kecil yang sedang lari-larian bersama kawanannya. Ia jadi teringat oleh sosok Edo saat berumur 4 tahun yang memaksakan diri ingin ikut Rendra bermain saat itu.
Ia juga tidak tau kenapa kedua Adiknya itu sangat menggemaskan. El lalu memutuskan untuk mencari minum, mungkin secangkir Americano bagus untuk hari ini. Di sinilah anak itu sekarang, di sebuah caffe yang biasa ia datangi jika ia sedang merasa ingin sendiri saja. Seperti hari ini contohnya, minggu yang tenang dan tentram seperti yang ia harapkan.
"Mba saya minta Americano satu,"
El sedikit terkejut saat ia melihat siapa barista yang sedang memegang note itu. Perempuan itu tidak terlalu asing baginya. Bukankah itu perempuan yang sama yang bersamanya kemarin di halte bus?
"Ada lag- Elvan!" serunya tiba-tiba membuat El terkejut.
"Eh sorry, ngagetin ya?" El menggeleng.
Ia bingung kemarin sebelum hari ini ia menemukan Ayla disini, ia tidak pernah melihatnya menjadi seorang barista di sini. Lalu kenapa hari ini ia ada di sini?
"Lo kerja di sini?" Ayla mengangguk bersemangat.
"Baru hari ini, makanya agak kaku, sorry ya kalo gak nyaman."
"Ah no, it's okey. Gue minta Americano satu kalo gitu," ucapnya lagi mengulang pesanannya yang tadi.
"Mau duduk di meja mana?" ujar Ayla yang menyadarkan El akan sesuatu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choices - Na Jaemin (On Going)
Fanfic"Ini semua cuma sebuah pilihan yang gak akan bisa gue pilih." Hidup itu identik dengan sebuah pilihan. Mau itu pilihan maju atau mundur, yang pada dasarnya mereka hanya sebuah pilihan yang tidak akan bisa dipilih. Sama dengan halnya yang dirasakan...