PART 2

29 19 12
                                    

Rumah bergaya klasik menampilkan detail yang sarat dengan unsur megah dan tertata. Sentuhan klasik muncul dari lampu gantung model antik yang berada tepat di atas meja makan.

"Selamat pagi, Abi ... Bunda!" ucap Aziva begitu turun dari lantai atas kamarnya.

"Pagi, Nak. Sudah rapi sekali, ada jadwal iklan?" tanya Renata memandang putrinya.

Aziva tersenyum mesem. "Iya, Aziva diminta model untuk iklan gamis siang ini."

"Jangan terlalu sibuklah, Nak. Abi pengennya kamu cepat menikah, Va." Perkataan itu terucap dari bibir abinya--Harun Permadi.

Wanita berpakaian syar'i modern itu tertawa pelan, ia meraih roti sandwich yang telah dibuatkan Renata kemudian melahapnya.

"Kapan kamu mulai memikirkan masa depan, Va?"

Renata sesekali melirik putrinya seraya menikmati sarapannya.

"Masa depan yang Abi maksud itu pasangan?" Aziva memastikan.

"Ya iya. Kamu itu wanita Aziva ... dan wanita itu harus secepatnya menikah. Berbeda dengan laki-laki, dia harus bekerja keras untuk menghidupi istri dan anaknya nanti."

"Abi ... karir yang sedang Aziva jalani ini pun juga masa depan. Lagian, Abi dan Bunda tahu, kan? Kriteria pasangan yang Aziva mau untuk jadi suami Aziva nanti?" Wanita cantik itu memandang orang tuanya bergantian.

Renata menyipitkan matanya. "Oppa-oppa Korea maksud kamu?"

Aziva mengangguk sambil terus melahap sandwichnya hingga habis.

"Maa syaa Allah, Nak. Kriteria pasangan kamu itu terlalu tinggi. Kalau pun ada, pasti mereka non muslim. Lalu, apa mereka mau menjadi mu'allaf3?" ucap Harun.

"Tidak ada yang tidak mungkin, Abi. Yang penting Aziva tak berhenti meminta pada Allah," jawab Aziva dengan lembut.

"Ya sudah. Aziva takut kesiangan, Aziva pamit, ya, Abi ... Bunda." Wanita berjilbab itu menyalami kedua orang tuanya, setelah itu dia pergi ke luar.

"Kasih tahu anakmu Aziva." titah Harun pada istrinya yang hanya diam.

***
"Assalamualaikum, Putri? Iya aku sekarang masih di jalan menuju kantor. Nanti setelah dari Butik kita ketemu, ya, di kafe biasa." ucapnya sebelum ia mematikan telfonnya.

Tak lama setelah selesai telfon, Aziva telah sampai di depan sebuah butik bernama Butik Bahagia. Ia memarkirkan mobilnya di halaman depan yang cukup luas.

Siaran langsung dulu, deh.

"Hallo, gaess?" Aziva melambaikan tangan ke kamera iphone berwarna silver.

Semua notifikasi like, komentar bermunculan. Ada banyak ratusan like dan komen di up videonya siang ini.

"Jadi, tadi malam aku dapat tawaran untuk iklan pakaian muslimah di butik ini gaes. Itu dia gaes butiknya." Aziva memperlihatkan plank Butik Bahagia ke kamera siaran langsungnya.

"Oke gaes, sekarang aku mau masuk dulu. Nanti, secepatnya aku akan posting style apa saja yang ada di butik ini, okey? See you bye!"

Usai membuat video, Aziva turun dari mobil putihnya dan masuk ke dalam.

"Permisi. Selamat siang?" ucap Aziva ramah, begitu masuk ke dalam butik.

"Selamat siang, Mbak Aziva. Kami sudah menunggu, akhirnya Mbak datang juga," ucap resepsionis butik tersebut sambil tersenyum ramah.

"Oiyaa, maaf sekali karena sedikit terlambat," ucap Aziva.

"Tidak apa-apa, Mbak. Bisa kita mulai foto-fotonya, Mbak?" tanya salah seorang karyawan butik.

A PERFECT CHOICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang