Senyuman

5 2 6
                                    

Malam ini adalah jadwalku untuk membereskan bekas makan malam. Aku sibuk menumpuk semua piring kotor di meja menjadi satu untuk nantinya aku letakkan di tempat cuci piring. Menu makan malam kali ini benar-benar menggugah selera. Mama menyiapkan beberapa menu kesukaanku padahal ini bukan hari yang spesial seperti hari ulang tahunku atau sebagainya.

Setelah selesai dengan urusanku di dapur, aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Saat melewati ruang tamu, aku sedikit melirik ke arah jendela. Malam ini hujan deras ternyata. Dapurku agak sedikit kedap suara, jadi aku tidak terlalu dengar saat butiran air hujan itu mulai turun. Pantas saja udara terasa dingin.

Aku duduk di kursi yang tentunya sepaket dengan meja belajarku. Ingatanku berhenti di kejadian tadi pagi saat aku pergi ke sekolah. Ah, hampir saja terlewat. Aku dan teman sekelasku akan membuat kostum maskot kelas kami untuk ikut lomba tahunan sekolah. Jadi, kami memutuskan untuk membuatnya di hari Minggu, agar tidak mengganggu waktu sekolah. Aku dengar, Farhan yang akan menggunakan maskotnya nanti. Dari kemarin wajahnya masam sekali karena akan dipoles pewarna merah dan putih.

Motorku berhenti di parkiran yang biasanya hanya digunakan guru dan karyawan sekolah. Ini kan hari libur, siapa pula yang mau repot-repot memarahiku karena parkir sembarangan, kan? Tanganku bergerak untuk melepas helm di kepalaku. Tatapanku mengedar ke kanan dan ke kiri, siapa tahu ada orang lain di parkiran ini walau nyatanya parkiran masih sepi. Hanya ada dua sampai tiga motor berbaris tepat di dekat pot besar di sudut lahan parkir.

Masih dengan posisi yang sama, duduk di atas jok motor, bedanya sekarang aku sedang sibuk menghubungi temanku di room chat jadi aku sedikit menunduk. Tak lama, dari arah gerbang utama terdengar suara sepeda motor melaju dengan kecepatan sedang memasuki parkiran. Aku masih belum bergerak sedikit pun, masih sibuk dengan ponselku. Sampai suara motor tadi berhenti beberapa meter di sampingku. Kepalaku secara spontan menoleh ke arahnya, penasaran. Bisa kulihat dia sedang membuka helm hitamnya. Tunggu dulu, motornya tidak asing. Sungguh familiar sekali tapi aku tidak bisa mengingat siapa pemilik motor itu.

Ah, benar juga. Motor milik Fajar, batinku.

Dia masih sibuk merapihkan rambutnya dan aku masih merasa sedikit terkejut di sini. Tiba-tiba dia menoleh ke arahku. Dia tersenyum hangat. Astaga tuhan drama apalagi ini. Ayo sekarang kita pikirkan besok mau menikah dengan adat apa. Senja bodoh, pikiranmu jauh sekali.

Dia berjalan menghampiriku, ingatkan aku untuk bernafas normal dan tidak mendadak terbang dari posisiku sekarang.

"Ja, kok belum masuk? Mau bareng?"

Apa ini? Kurasa ada kupu-kupu jumlahnya banyak sekali di perutku. Ayo Senjani, jangan kikuk. "Ini barusan sampenya kok. Yaudah ayo."

Huh, selamat.

Aku berjalan tepat di belakangnya, seperti anak itik yang mengikuti induknya. Kami berdua langsung menuju taman sekolah yang bersebelahan dengan perpustakaan sekolah. Di sana sudah ada beberapa orang yang datang. Mungkin karena Farhan belum sampai, jadi mereka masih mengobrol santai, belum mulai membuat maskot. Kami akhirnya berpisah, dia bergabung ke ruang serbaguna perpustakaan dengan anak laki-laki yang lain. Sementara aku bergabung dengan anak perempuan lain yang ada di pendopo yang juga tak jauh dari perpustakaan.

Jua, teman sekelasku yang akhir-akhir ini sering duduk sebangku denganku, menghampiriku. Wajahnya tampak seperti orang yang kepo. Belum lagi senyum mencurigakan yang dilayangkannya untukku. "Berangkat sama Fajar, Ja?"

Aku berjengit kaget dengan pertanyaan Jua, omong kosong apa itu barusan. "Engga lah Ju, cuma pas aja tadi ketemu di parkiran."

Ingatkan aku untuk lebih berhati-hati besok dengan perempuan dengan rasa ingin tahu super tinggi seperti Jua.

...

Lapangan belakang sekolah penuh oleh hiruk pikuk siswa-siswi yang sedang menikmati lomba tahunan sekolah. Ada beberapa lomba yang akan dilaksanakan, diantaranya lomba tarik tambang, lomba marketing, lomba maskot, hingga lomba pensi, itu juga yang menjadi alasan mengapa ada panggung dengan ukuran cukup besar di tengah lapangan.

Sejauh mata memandang tampak warna-warni yang berasal dari baju kaos dari masing-masing kelas. Kami memang dibebaskan untuk berdiskusi sekaligus membuat kaos kelas yang akan dipakai untuk hari ini. Jika kalian penasaran apa warna kaos kelasku, jawabannya adalah merah muda tanpa tambahan aksen apapun. Terlalu sederhana ya? Kami terlalu terburu-buru soal diskusi ini karena tenggat waktu acara sudah sangat dekat. Jadi, kami memutuskan untuk memesan kaos polos tanpa aksen apapun.

Kalian pasti akan tertawa melihat setiap anak laki-laki di kelasku. Mereka serempak berangkat sekolah dengan tubuh dibaluti jaket, sepertinya malu dengan warna kaosnya yang sedikit mencolok. Padahal mereka juga yang dengan isengnya mengusulkan warna merah muda. Dasar aneh.

Acara pertama pagi ini adalah jalan santai, semua siswa berbaris sesuai dengan kelasnya masing-masing dengan satu orang memimpin sebagai maskot kelas. Omong-omong maskot kelasku diambil alih oleh Leora, ia sudah tampil dengan kostum yang beberapa minggu lalu kami persiapkan bersama. Lalu apa yang terjadi dengan Farhan? Fun fact ternyata kostumnya kekecilan atau mungkin tubuh Farhan saja yang terlalu bongsor?

Setelah senam pagi dan sambutan dari kepala sekolah, kami disuruh berbaris dua baris ke belakang. Masing-masing kelas menyuarakan dengan sangat semangat yel-yel mereka, tak terkecuali kelas kami. Definisi berisik, tapi menyenangkan. Aku berjalan berdampingan dengan Jua. Kami menikmati acara jalan sehat ini sambil mengobrol. Entahlah, aku juga tidak terlalu ingat apa saja yang kami obrolkan.

Tak terasa satu setengah jam berlalu, gerbang sekolahku sudah terlihat jelas dari tempatku sekarang berdiri. Murid-murid mulai memencar ke segala penjuru sekolah. Ada yang memilih ke kantin, ada yang memilih duduk santai di dekat pepohonan dekat gerbang, ada juga yang langsung memasuki kelas. Untukku, kembali ke kelas adalah pilihan paling tepat. Kalian tahu sendiri kalau aku tidak terlalu suka keramaian. Ah iya, aku dan Jua sudah berpisah, dia memilih pulang ke asrama. Toh juga gedungnya berdekatan.

Moodku sedang bagus pagi ini, terbukti dengan senyumku yang tak luntur sepanjang perjalanan dari gerbang depan sampai pintu kelasku. Tapi ternyata itu semua tidak berlangsung lama. Senyumku mendadak hilang saat melihat dua orang yang amat kukenal sedang dikelilingi beberapa orang yang dengan kompaknya berujar "ayo cepetan foto berdua", bahkan aku juga mendengar ada yang berseru "lucu banget deh kalian berdua, cocok". Aku berusaha sekuat mungkin untuk bersikap biasa saja saat sebenarnya pikiranku sedang kemana-mana.

Mereka yang kumaksud disini adalah Fajar dan Harsya. Rasanya bohong kalau aku bilang aku tak cemburu. Tapi aku siapa? Apa dengan senyuman Fajar untukku tempo hari bisa jadi jaminan bahwa perasaanku terbalas? Bahkan aku setuju bila Harsya tampak serasi dengan Fajar. Ia gadis yang manis, supel, dan menyenangkan, jelas berbeda denganku yang lusuh dan selalu risih di keramaian.

Apa artinya aku harus mundur? Bahkan sebelum aku memulai?

...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang FajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang