***
Usia Iyana sudah 26 tahun ketika Mamanya mulai kerepotan mencarikannya calon suami. Katanya, dia sudah terlewat tua jika belum menikah. Di umurnya yang sekarang harusnya dia sudah menimang anak, usianya minimal 2 atau 3 tahun. Mamanya khawatir jika sampai tahun depan Iyana belum menikah, anak gadisnya itu tidak ada yang mau lagi. Dan dia tidak bisa menimang cucu dari Iyana."Apa-apaan ini, Na?" Suatu waktu Mamanya mulai menyemprot anak gadis yang baru pulang. "Mama mau cucu kan? Ya udah pilih aja itu dari foto. Nanti kalau cocok aku urus surat-surat adopsinya sama bu Panti." jawab Iyana dengan enteng.
"Ngga gitu juga caranya, Yana." Mamanya menyahut gemas. "Kamu gak bisa seenaknya gampangin masalah adopsi anak kayak kamu adopsi Neko. Maksud Mama tuh, Mama penginnya nimang cucu kandung. Anak yang kamu lahirin Yana, bukan anak orang lain."
Iyana duduk meluruskan kaki. Heran dengan Mamanya yang mengaitkan anak dengan kucing peliharaannya. Dulu, Mamanya yang memaksa Iyana berlatih mengasuh anak lewat Neko. Terus sekarang giliran hendak mengasuh anak betulan, Iyana tetap kena semprot atas inisiatifnya.
"Ya udah ntar Yana coba rencanain dulu. Mama sabar aja nunggu dua tahun lagi.""Gimana caranya?" tantang Mamanya yang tak segan menunjukan raut meragunya. "Ya, tinggal kawin lah, Ma. Ntar kalau anaknya lahir, Mama ikut bantu atau diasuh sekalian."
Setelahnya Iyana kena tabok berkali-kali. Di bahu, lengan atas, tangan, paha, punggung, hingga kepala belakang. Belum diikuti oleh omelan dan nasehat yang meluncur bersamaan. Iyana penging sendiri. Ya habis Mamanya sudah terlanjur gemas pada anak gadisnya ini. Sudah sedari lama Mamanya mengode perihal mantu, pacar, nikah, hingga ke anak tapi Iyana masih tidak tertarik. Gimana Mamanya gak khawatir sama anaknya satu ini.
Amit-amit kalau sampai Iyana jadi perawan tua atau orientasi seksualnya menyimpang. Mamanya bakal merasa sia-sia telah membesarkan anak yang tidak berguna.
Begitulah cuplikan omongan Mama yang tak pernah dimasukkan ke hati Iyana. Ya gimana mau masuk? Iyana aja udah pusing mikirin bosnya yang bangkotan tapi banyak maunya. Iyana yang bertugas jadi sekretaris malah ikut menjelma jadi asisten pribadi. Serasa punya banyak nyawa jadinya.
Belum lagi hari-harinya yang kena semprot mulu, ya karena salah masukin alat makan ke kantong ATK—padahal dari awal instruksinya harus dicampur biar gak ribet—, rewel minta minuman cokelat hangat premium dengan dalih bakal diminum sekali-kali—padahal tahu kondisi gula darahnya sudah di ambang batas normal—, hingga memaksa pindah ruangan di tempat yang lebih segar lagi padahal ruangannya yang sekarang sudah full dinding kaca dilengkapi balkon untuk bersantai. Tapi Bosnya itu tetap merasa sumpek.
Iyana perlu sesering mungkin menahan emosinya. Kalau sudah membara, dia akan mengingat cuplikan pembicaraan kelasnya dengan si wali kelas dulu. "Ketika orang tua semakin bertambah umur banyak mau, banyak tanya, dan banyak yang lain kayak anak kecil, dimaklumi aja. Dulu kalian juga begitu waktu kecil dan orang tua tetap sabar ngeladenin kalian. Yang sekarang belum seberapa dengan yang dilakukan orang tua kalian dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot Stories | Fanfiction
Short StoryKumpulan cerita pendek untuk penggemar fanfiction, terutama K-Pop Idol Your spot area is; EXO Sehun (Oh) " - Every canvas have a stories, get your own story from your memory - " Selamat membaca!