Kepergian Bintang

11 2 5
                                    

Bulan terdiam saat hujan membasahi tubuhnya dengan cepat. Ia membiarkan tubuhnya basah kuyup oleh hujan yang tiba dengan kenangan bersama Bintang.

"Bintang, akankah selalu bersinar untukku? ." perasaanya begitu tak menentu kemana arahnya. Tapi Bintang hanya menatapnya diam dengan kesunyian malam, hingga beberapa saat.

"Maaf, Bulan." Bintang tidak sanggup untuk menatap mata coklat milik Bulan, Bintang menunduk seraya memegang tangan mungil nan putih milik Bulan. Air dipelupuk mata Bulan tidak bisa di tahan lagi hingga lolos dan mengalir di pipi mulusnya .

"Maaf, aku harus pergi dan kamu harus tetap menjalani kehidupanmu sendiri,,, hidup mu bukan bergantung denganku. " Hengin. " Tapi aku akan selalu ada diatas sana. " Bintang menujuk bintang yang ada di atas langit kala malam itu , lalu ia tersenyum ke arah Bulan. Bulan hanya diam dan menatap wajah tampan milik Bintang , wajah Bintang menenangkannya beberapa saat.

"Tapi, Bintang harus janji harus tersenyum manis, seperti saat Bintang tersenyum ke Bulan. "
"Iya, aku janji Bulan. " Bulan kembali tersenyum manis.
"Tapi, mengapa tiba-tiba Bintang?. "
"Itu urusan ku Bulan. Kamu gak perlu tahu soal ini. "
Bintang bangu dari duduknya. Lalu, melangkah tanpa pamit kepada Bulan. Bulan mematung beberapa detik dan berlari mengejar Bintang lalu menahanya agar tidak pergi, saat telah didapatnya tangan Bintang, Bintang pun berhenti kala tangan mungil yang 1 tahun kebelakang ini selalu ia genggam.

" Bintang simpan ini untuk Bulan. " Bulan memberikan sebuah gelang yang selalu ia pakai, gelang itu berwarna coklat seperti matanya. Bintang menerima gelang itu lalu menatap Bulan dengan teduh. Bintang hanya tersenyum kembali seakan beradti tanpa berkata lagi. Lalu, ia melangkah pergi .

Hujan semakin deras seakan merasakan apa yang Bulan rasakan saat itu.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dan sepertinya ada yang memayunginya.

"Bulan?. " tanya laki-laki yang ada di belakang Bulan. Bulanpun mendogaknya kebelakang

"Malam?. "
Sontak Bulan kaget ternyata Purnama Malam, ya Malam pun menjadi bagian penting dari hidupnya. Namun, karena sesuatu hal ia menjahui malam beberapa tahun lalu, jauh sebelum ia mengenal Bintang.
Malam yang melihat Bulan kedinginan akibat hujan ia langsung memlepaskan jaket yang ia pakai lalu ia memakaikannya kepada tubuh kurus Bulan yang sudah basah kuyup ditengah taman sendirian.
Malam memberinya kehangatan kembali Bulan menikmatinya. Walaupun kehangataanya sempat hilang beberapa tahun lalu.

"Bulan kenapa jadi kaya gini? ". Ucapan itulah yang Malam keluarkan, Bulan mencoba tersenyum tegar dihadapan Malam.

"Ayo, kita neduh dulu " pria tampan dan jangkung itu memapah tubuh Bulan yang sedikit kesusahan untuk berjalan. Sesampainya di halte Malam memberikanya kehangatan, kekuatan untuk Bulan dan Memeluk gadis yang lebih kurus dibandingkan saat beberapa tahun lalu.

"Malam gak benci Bulan? " tanya b
Bulan yang membuat Malam mengerutkan dahinya. Malam heran dengan perkataan Bulan.

"Buat apa Malam benci sama Bulan? " tapi Malam rasa tidak ada yang salah dari Bulan, hanya badan yang semaikn kurus menurutnya. Malam mempererat pelukanya, ia tahu pasti Bulan sedang dihadapan oleh badai sekarang.

Hujan pun berhenti seakan kembali menghangatkan pada malam itu.

"Bulan, hujannya udah reda mending an pulang yuk. " ajak Malam. Tapi percayalah Malam tidak mengetahui alamat baru dari Bulan setelah kejadian 3 tahun lalu yang membuat mereka berdua berpisah dan tak pernah bertemu lagi.

"Bulan gak mau pulang dulu Malam. " rengek Bulan. Iya, Malam masih mengingat semua tentang gadis di hadapannya ini, masalah dengan mama nya setelah kepergian papa Bulan. Apalagi, sang mama yang lebih mementingkan karir nya dibandingkan dirinya. Ditambah kesedihanya yang ditinggal oleh Bintang Cahaya Angkasa sebagai laki-laki ke-3 setelah Papa nya dan Malam yang meninggalkan nya.

"Yaudah, Bulan boleh nginep dirumah Malam sekarang, tapi seadanya bul" . Malam memanglah bukan dari keluarga berada seperti Bulan, tapi Malam adalah sosok pria tampan, tinggi, ramah, mandiri dan perkerja keras.

"Iya Malam, gapernah berubah ya dari dulu, " Bulan pun tersenyum kembali dengan malam yang hangat ketika hujan usai. Seperti ditinya yang kembali menemukan secercah kehagatang yang telah hilang.

"Hmm, Bul kita naik taksi aja ya, soalnya aku ga bawa motor tdi, gapapa kan? " Malam merasa tidak rnak kepada Bulan yang terbiasa dengan kemewahannya. Bulan tersenyum lagi seperti nya Malam belum berubah sedikit pun terhadap dirinya.

"Gapapa, Malam kebiasaan deh suka gak enakan gitu, biasain lah Mal. " wajahnya kembali bersinar Seiring bulan yang menampakan sinarnya kembali setelah hujan reda di malam itu.

"Hehe, gak enak lah Bul, secara kamu kan hidup mewah, sedangkan aku? " Malam malu.

"Ya gapapa lah, aku juga kan gak nyari yang harus deket sama orang kaya lagi kan? " ucap Bulan. " Dan aku cukup punya yang kaya kamu, yang sederhana, perkerja keras, dan lembut sama perempuan. " Malam tersenyum malu, lagi - lagi Bulan selalu berbicara begitu dihadapannya, yang membuat Malam menyukai nya .

Iya, Bulan tak perlu teman yang sederajat dengannya kerna kekayaan hanyalah sementara baginya dan materi yang terpenuhi belum tentu kasih sayang yang ia miliki cukup. Karena bagi Bulan kasih sayang orang-orang yang di sekitarnya lah yang ia butuhkan, bukan sekedar hanya materi .

-------------------------------------------

Mereka berdua pun turun dari taksi yang ditumpangi. Lalu, berjalan dikarenakan rumah Malam yang berada di komplek gerbang di tutup jika sudah pukul 10 malam.

"Eh, Bul belok kesini, melamun aja lagi. "Bulan tersentak dan kembali sadar dari lamunanya.

"Eh, iya, hehe.. " Bulan mengulum senyumnya. Ketika ia membanyangkan kebersamaannya dengan Malam beberapa tahun lalu.

"Ayo masuk, udah sampe. " Malam membukakan pintu rumahnya, mungkin rumah sederhana yang ia miliki dengan hasil kerjanya selama ini. Bagi Bulan rumah yang Malam miliki ini suatu kebanggaan karena Malam membeli rumah ini dengan hasil kerja kerasnya sendiri.

(Tadi, mereka sempat berbincang di dalam taksi dan membahas tentang perkerjaan Malam hingga rumah yang ia dapat).

"Assalamualaikum, permisi" Bulan membungkuk kan tubuhnya seperti layaknya seorang maling. Tingkah Bulan memang lah tidak mencerminkan ia telah berumur 21 tahun, Malam berusia 24 . Malam yang lebih dewasa dari pada Bulan pun selalu mengerti sikap dan kelakuan Bulan yang terkadang ke kanak-kanakan dan bersikap konyol yang membuat seorang Purnama Malam tersenyum bahkan tertawa dengan mudahnya.

"Huss,, ngindep-ngindep gitu, udah kaya mau maling aja."Malam tersenyum melihat tingkah konyol Bulan, tapi Bulan hanya cengengesan setelah ia melakukan hal seperti ingin menyusup kerumah orang.

"Duduk, biar aku bikinin teh anget. "
Malam mempersilahkan Bulan untuk duduk di sofa dan menunggu nya. Lalu, Malam melangkah ke dapur meninggalkan bulan seorang di ruang tamu.

Ketika Malam sedang mengaduk teh hangat tersebut, sebuah langkah menghampiri nya, ia sepertinya sudah bisa menebak siapa yang mengindep-ngindep ke arah nya sekarang. Malam pura-pura todak tahu saja dan setelahnya.....

Darrrrrr...
Aaakhh....

+++
Terimakasih yang udah baca cerita ini🤗
Kasih sarannya ya kakak"
Dan jangan lupa vote 😊

Sinar Rembulan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang