Sesuai hasil keputusan seniornya, kini Octa berada di depan gerbang rumah sakit bersama mereka. Dasha yang tidak mengerti apapun hanya bisa diam mendengar ocehan senior Octa. Tidak dapat dipungkiri, Dasha berdecak kagum melihat fashion seniornya Octa.
"Dih, ke RS kek mau ke cafe aja"batin Dasha.
Mereka berjalan di sepanjang koridor rumah sakit, tatapan orang-orang tertuju ke mereka. Mungkin karena fashion yang terlalu menonjol untuk sebuah rumah sakit.
"Senior lu punya masalah apa sih?" Bisik Dasha
"Mana gue tahu!"
Dasha memutar bolanya malas, rasanya aneh jika harus di tatap pengunjung rumah sakit sepanjang perjalanan menuju ke ruang anggrek.
Ruangan serba putih, penuh aroma obat, dan infus yang terpasang. Kini Octa dan Dasha menghadap sahabatnya yang tengah terbaring sambil memejamkan mata.
"Karena sudah terbukti tidak berbohong, kita permisi dulu. Cepat sembuh untuk untuk sahabat lu"
Lepas kepergian senior Octa dari ruangan, ia menggerutu tidak jelas.
"Bused..... itu Ketua Osis lu?"
"Tahu dari mana?"
"Nebak aja sih. Gila, dia main pergi gitu aja?"
"Sesuai yang anda lihat!" kesal Octa
"Wah wah wah, mentang-mentang Ketua Osis pake pergi gitu aja. Kasih buah kek atau apa gitu, minta maaf juga kek sama lu karena tadi pagi udah main hukum gitu aja. Idih"
Octa hanya bisa mendengus kesal, mau bagaimanapun juga ia tetap salah di mata seniornya.
¤¤¤
Octa melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah, tenang aja kali ini ia tidak terlambat lagi. Ucapan selamat pagi harus ia lontarkan kepada senior yang tengah berdiri di pintu gerbang ini, tidak lupa mengisi daftar hadir yang telah tertera di meja post satpam. Baginya, berangkat ke sekolah adalah kembali ke sebuah peraturanyang dimana ia harus menggunakan bahasa baku ke senior dan juga menghormati mereka layaknya raja ratu."Perhatian untuk peserta MPLS diharapkan berbaris di lapangan upacara, sekian terima kasih!"
Langkah kaki bertebaran menandakan siswa siswi tengah menuju ke lapangan, tak lupa teriakan senior mulai terdengar disepanjang koridor, bunyi peluit juga memenuhi seluruh sisi sekolah. Octa yang notabenya pendek, ia berada di barisan paling depan. Terik matahari tak ia hiraukan, saat ini yang ada dalam pikirannya ia hanya ingin pulang ke rumah.
"Selamat pagi adik-adik, dipertemuan kemarin seharusnya kita berbagi yel - yel dengan kalian. Namun, saat itu ada yang terlambat jadinya kita tunda"
Octa menghembuskan nafas kasar. Ketua Osisnya ini sedang menyindirnya terang-terangan di depan semua peserta MPLS dan senior lainnya. Andai saja dia memiliki kekuatan super, ia pasti akan melakukan hal aneh terhadap seniornya ini.
"Sekarang mari mulai dengarkan saya kemudian hafalkan. Tenang saja, kalian akan mendapatkan lembar liriknya"
Reza mulai bernyanyi di depan adik kelasnya, penampilannya yang serasa oke menambah kesan percaya dirinya.
"Suara sumbang kek gitu nyanyi. Kagak ada senior lain apa?" Kesal Octa dalam batin.
Tidak bisa di bohongi, suara Reza memang terdengar sumbang dan tidak enak di dengar. Banyak siswa siswi lain yang mengutarakan hal ini kepada teman-temannya. Rasanya ingin berpendapat takut di hukum oleh seniornya. Tapi, hal ini tidak berlaku untuk Octa. Ia mengangkat tangannya setelah Reza mempersilakan peserta MPLS untuk bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa jadinya Jika SMK ketemu SMA ? || On Going
Teen FictionIni bukan tentang IPA, IPS, ataupun BAHASA.Ini tentang bagaimana awal kisah cinta siswi SMK jurusan Desain Fashion bertemu dengan siswa SMA yang notabenya menjabat sebagai ketua MPK. Penasaran ? yuk ikuti kisahnya