Waktunya untuk Seleksi

4 1 0
                                    

"Berita baru! Berita baru! Masih hangat! Masih hangat!" teriak seorang pembawa berita di tengah kerumunan. Ia berlarian ke sana kemari membagikan pamflet kepada orang-orang. Setiap orang yang membaca berita yang dibagikan itu sontak tak percaya membaca isinya.

"Apa isi berita itu, Aruna?" tanya Nadi.

"Berita tentang pembantaian di Dumaya, seperti yang sudah kita duga sebelumnya," jawab Aruna singkat.

Aruna membuang selebaran yang dipegangnya itu ke tanah dan berjalan pergi. Namun, Gana memungutnya kembali.

"Hei, lihat! Ada pengumuman tambahan di baliknya."

"Apa isinya?"

"Eeee, di sini tertulis dalam rangka meningkatkan keamanan di Negeri Pawaka selepas insiden yang terjadi di Dumaya, pimpinan tertinggi bretya, Senopati Ernawa, akan membuka perekrutan besar-besaran. Nantinya setiap kota dan desa di Negeri Pawaka−"

Arutala merebut kembali selebaran itu dari tangan Gana.

"Akan dijaga oleh satu batalion penuh bretya sebagai penjaga stabilitas dan keamanan di daerah tersebut!" lanjut Aruna.

Nadi dan Gana menatap Aruna dengan penuh antusias. Aruna melanjutkan kembali isi pengumuman itu.

"Setiap pemuda dan pemudi yang berumur minimal 18 tahun diperbolehkan untuk mendaftar seleksi bretya yang akan dilaksanakan mulai pekan depan."

"Bagi yang berminat untuk mengikuti seleksi bretya silakan datang ke alun-alun Samidawara pekan depan. Tidak ada biaya pendaftaran yang dipungut alias gratis!" sambung Nadi mengakhiri.

"Bagaimana teman-teman semua? Kalian siap?" tanya Arutala.

"Pastinya!" jawab Gana dan Nadi serempak.

Ketiga sekawan itu lantas berjalan pergi sambil bercengkerama membahas pengumuman besar itu. Mereka tak sabar menantikan hari seleksi tiba. Mereka bahkan tidak menyadari seorang gadis telah menguping seluruh pembicaraan mereka.

***

Alun-alun Samidawara penuh sesak oleh pemuda dan pemudi yang hendak mengikuti seleksi bretya. Antusiasme warga Pawaka sangat tinggi akan berita itu. Semua orang berdatangan dari seluruh penjuru negeri. Ada yang merupakan perwakilan terbaik dari daerahnya masing-masing, ada pula yang ikut atas kemauan diri mereka sendiri.

"Wow, banyak sekali ternyata peminat untuk bergabung ke dalam bretya," celetuk Aruna.

"Yaa tapi tetap saja aku tidak membayangkan akan sebanyak ini," timpal Nadi.

"Berapa perkiraanmu saingan kita yang ada di sini? Seribu? Dua ribu?"

"Tidak-tidak, menurutku akan lebih banyak. Lihatlah, rombongan yang berdatangan sejak tadi pun belum berhenti dan masih terus berlanjut. Mungkin akan menyentuh lima ribu."

"Ya, benar sekali ucapanmu, Nadi. Bagaimana menurutmu Gana?"

Arutala bertanya pada Gana, namun Gana tak menjawabnya.

"Hei, Gana? Bagaimana menu−"

Aruna dan Nadi terkejut melihat Gana yang gemetaran dan berkeringat dingin. Kondisi Gana tampak tidak baik-baik saja.

"Kenapa? Kau sakit?" tanya Aruna.

Gana menggelengkan kepalanya.

"Lalu ada apa denganmu?" lanjut Nadi ikut bertanya.

"Hei, apakah kita bisa lolos dalam seleksi ini dan bergabung dengan bretya?" ucap Gana ragu.

"Aduh kau ini! Percaya dirilah sedikit! Tenang saja, kita semua pasti akan lolos dan menjadi bretya bersama."

"Ya, itu benar, Gana. Yakin dan percaya dirilah!"

"Terima kasih, teman-teman. Kalian memang kawan yang baik."

"Hmmph, tentu saja!" ujar Aruna sedikit sombong.

"Ngomong-ngomong, bukankah itu Indriya, teman-teman?" tambah Gana sambil menunjuk pada seorang gadis dengan rambut cokelat terikat.

"Apa yang kau bilang?!"

Aruna segera memalingkan pandangannya ke arah yang ditunjukkan Gana. Ia terkejut melihat Indriya, gadis penjaga toko permen, teman masa kecilnya itu, ada di tempat ini. Indriya terlihat sedang meregangkan otot-ototnya sembari menunggu seleksi dimulai.

"Hei, Indriya! Apa yang kau lakukan di sini? Tempat ini hanya untuk mereka yang hendak ikut seleksi bretya," terang Aruna.

"Memangnya apa yang aku lakukan di sini? Kau kira aku tersesat apa?" balas Indriya setengah melirik pada Aruna.

Aruna merasa Indriya memandangnya sebelah mata. Ia kesal dan tidak terima dengan sikapnya.

"Apa?! Jangan bilang kau benar-benar mau mengikuti seleksi bretya!"

"Kalau memang iya kenapa?"

Kali ini Indriya menjawab dengan menaikkan sebelah alisnya. Aruna tidak habis pikir dengan gadis yang ada di hadapannya. Nadi dan Gana pun hanya melongo di belakangnya.

"Sebaiknya kalian mempersiapkan diri kalian baik-baik. Jika tidak, kalian bisa tidak lolos seleksi, lho," lanjut Indriya sambil menyeringai kecil.

"Hmmph, kita lihat saja nanti siapa yang lolos dan siapa yang tidak!" tantang Aruna.

"Siapa takut?!" balas Indriya.

Aruna berputar dan melangkah pergi dari Indriya. Sedangkan Indriya hanya tersenyum kecil memandangi Aruna.

Cantik juga dia dengan pakaian seperti itu, gumam Aruna dengan pipi yang memerah.

Tiba-tiba terdengar suara genderang ditabuh. Perhatian semua orang teralihkan padanya. Seorang pria berbadan gagah muncul di atas mimbar yang berada di ketinggian. Ia memakai rompi kulit tebal dengan dengan jubah berwarna merah menyala. Di belakangnya tampak barisan bretya berpangkat tinggi berdiri mendampinginya.

"Itu dia, Senopati Ernawa," bisik Nadi.

***

GrahanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang