10 • Traktir!

585 74 2
                                    

"Tapi apa? Kamu suka, ya, sama Jaemin?" tanya Jake menyenggol lengan Winter. Sebenarnya nadanya itu seperti bukan memberikan pertanyaan, tapi lebih pada memberikan pernyataan.

Sontak Winter kaget, kekhawatirannya benar. Jake mengetahuinya. Winter tidak menjawab. Dia bingung ini saatnya dia jujur atau masih terdiam bertahan untuk mencintai Jaemin dengan diam-diam saja.

Jake menghela nafas dan memandang sahabatnya dengan tatapan penuh pengertian, "Well, cerita saja, it's okey."

Winter masih terdiam dan menatap Jake dengan tatapan ragu.

"Sebenarnya aku sering dari dalam kelas ngelihatin kamu yang duduk sendirian di kursi depan kelas. Awalnya aku kira kamu lagi belajar, tapi ternyata enggak. Aku nggak lihat kamu bawa buku, tapi ngelihat ke arah sebelah kelasku. Kamu juga sering banget duduk disana pas jam–jam pulang sekolah. Kayak nunggu seseorang gitu. Aku punya hipotesa kalo kamu lagi naksir seseorang yang ada di sebelah kelasku. Tapi... ya... awalnya aku nggak tau, orang itu siapa...." Jake berhenti sejenak, menghela nafas, dan melihat wajah Winter yang mengangkat sebelah alisnya.

"...Karena aku penasaran, aku coba cari tahu. Awalnya aku nebak–nebak kalo orang yang kamu maksud itu, Jaemin. Soalnya... aku sering banget ngelihat kamu online di mIRC, begitu juga si Jaemin. Lalu... pas aku nggak sengaja nyari artikel tentang kuliah, aku nemu blognya Jaemin. Aku lihat di bagian komentar, ada namamu disana. Kamu ngirim komentar di artikel itu kan?..."

Kini mau tidak mau Winter jujur, dia hanya mengangguk kaku.

"...Yah, aku hampir yakin kalo tebakanku emang benar. Dan aku semakin yakin lagi, waktu aku ngelihat Jaemin ngambil sepeda motornya, kamu tersenyum dengan senyum yang lain..."

Winter mengangkat sebelah alisnya, "Senyum yang lain?"

Jake memaksakan tersenyum dan mengangguk, "That's right, senyum yang lain. Senyum yang nggak akan kamu berikan kepada orang lain selain orang yang kamu sukai..."

Bahkan kepadaku yang sudah lama mengenalmu.

"Senyum yang penuh arti...." Jake melihat wajah Winter sedikit merona dan kembali melanjutkan kata–katanya, "...Terus, beberapa hari yang lalu, aku nanya ke kamu lewat chat. Reaksimu yang sedikit kaget dengan pertanyaanku tentang Jaemin yang tiba–tiba itu, aku jadi ngerasa kamu masih menyembunyikan hal ini. So, aku rasa, aku tahu diri untuk tetap tutup mulut dan puas dengan hipotesa yang kini sudah menemukan jawabannya."

Winter hanya manggut-manggut dan tersenyum kepada sahabatnya. Jake merasa senyum Winter itu seperti menyampaikan ucapan terima kasihnya karena Jake tak membocorkan rahasia mengenai perasaannya itu. Entah Jake harus senang atau sedih mendapati hipotesanya benar. Ada yang mulai mengganjal hatinya.

"Apa... kamu ngerasa... kalau... aku... beneran suka... atau cinta... dia... gitu?" tanya Winter dengan terbata–bata dan hati–hati.

Jake sontak kaget dengan pertanyaan itu. Selama ini Winter tak pernah menanyakan hal-hal yang menyangkut tentang perasaan hatinya. Selama ini, yang Jake tahu, mereka bersahabat, baik-baik saja, membahas apa saja yang mereka suka dan tidak suka, tapi tak pernah membahas perasaan. Seperti hal yang sensitif dan tak akan pernah mereka bahas kecuali sudah pada waktunya mereka membahasnya. Dia pun tertawa untuk menyembunyikan keterkagetannya.

Winter mengernyitkan dahi dan merasa heran mengapa sahabatnya menertawakan pertanyaannya itu. Kini Winter merasa malu sendiri telah menanyakan pertanyaan itu. wajahnya merona dan sedikit menundukkan kepalanya.

"Belum tentu beneran suka? Eh, Winter, aku tuh kenal kamu sejak kecil, ya, meskipun kita setahun ketemu cuma beberapa kali aja dan komunikasi lewat telepon atau apalah. Kita nggak pernah bahas masalah perasaan. Aku rasa, kamu juga paham dengan itu. Kalau kamu udah mulai tanya masalah perasaan dan tingkah lakumu kayak gitu, itu udah nunjukin banget kalau kamu beneran suka atau cinta sama dia," jelas Jake sambil menepuk bahu Winter. Entah Winter merasa tangan Jake bergetar atau tidak.

Winter tersenyum manis kepada Jake. Campuran antara rasa tenang, terima kasih, takjub, dan lega pada saat yang bersamaan. Jake benar.

Jake membalas senyum Winter dan berkata meyakinkan, "Tenang aja, tanpa izinmu, aku nggak ngomong apa–apa kok sama dia. Aku juga nggak akan cerita ke temen–temen. Rahasiamu terjamin."

Winter tersenyum dan mengangguk yakin. "Makasih ya, Jake. Aku masih ingin menyembunyikan ini. Aku masih nggak ingin semuanya tahu soal ini sekalipun Ningning dan Giselle. Tapi kalau saatnya tiba, aku pasti cerita ke mereka, kok."

Jake mengangguk mengerti. "Hmm... Oke, aku ngerti. Eh, tapi bisa kali ya, aku sesekali ditraktir makan? Yah, kalo untuk saat ini sih, bisa dibilang dalam rangka 'sahabat kecilku ini akhirnya jatuh cinta'," kata Jake sambil terkekeh.

Winter mengangkat sebelah alisnya sementara Jake menggerak–gerakkan alisnya dan berharap sahabatnya itu akan menuruti permintaannya yang asal bicara tadi.

"Harus gitu ini dirayain?"

Jake tertawa.

"Harus dong. Tentu saja ini harus dirayakan. Aku nggak pernah ngelihat kamu seceria itu selama kamu pindah sekolah kesini. Jadi, ini harus dan penting banget untuk dirayain," jelas Jake meyakinkan.

Winter menghela nafas dan menyerah, "Oke, aku traktir. Tapi jangan makan macam– macam, ya. Bakso aja. Uang saku minggu ini belum cair nih."

Jake tertawa lagi dan menarik lengan Winter yang kini langkah mereka menuntun mereka menuju kantin.

"Iya, tenang aja. Bakso aja udah cukup kok. Tapi bisa lah, ya, lain kali ditraktir es krim. Kan kamu tahu kalau aku sangat suka es krim", kata Jake terkekeh.

Winter manyun beberapa detik dan kemudian tertawa. "Ya lain kali."

FINE || Jaemin x Winter || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang