01• Pandangan Pertama

4.4K 242 14
                                    

-- Surabaya, Awal Tahun 2011 --

Desir angin mulai terasa, semilir dan sejuk. Perlahan menerpa tubuh yang tinggi itu, yang tengah terpaksa menikmati panasnya terik matahari. Dia merasakan angin itu menerpa kakinya, seolah sedang berjalan merambat mengaliri tubuhnya dari kaki sampai ke ujung rambut hitamnya yang sebahu. Dia merasa keringatnya perlahan menetes dan sedikit membasahi seragamnya, Winter merasakannya.

Pipi Winter juga basah oleh keringat. Sesekali dia menyekanya dengan tangan secara bergantian kiri dan kanan. Namun, dia kalah cepat dengan sinar matahari. Selain membuatnya berkeringat, sinar matahari juga membuat keringatnya cepat kering. Winter sedikit menengok ke atas. Buru–buru menundukkan kepalanya kembali. Sesegera mungkin membenarkan posisi topinya. Sedikit membenamkan kepalanya untuk bersembunyi dari panasnya yang terik. Winter menarik nafas dan mencoba merasakan desir angin tadi. Berharap anginnya dapat dirasakannya lebih lama. Membantu membawa pikiran dan perasaannya yang sedang kacau.

Winter mengalihkan pandangannya ke kanan. Pandangannya terhenti pada dua temannya yang sedang asyik ngobrol sendiri, tak mendengarkan gurunya yang sedang bersemangat untuk menasehati mereka saat upacara berlangsung. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang baru saja jadian. Jelas saja dengan mudah Winter menebaknya hanya dengan melihat gestur tubuh mereka saat berbicara. Senyum yang terpancar dari wajah mereka berdua juga berbeda.

Well, ini bukan pemandangan yang bagus buat aku yang jomblo, abaikan saja, batin Winter.

Winter mencoba untuk tersenyum dan menghela nafas. Tiba–tiba saja pikirannya mulai melayang ke masa lalu. Benar, sudah lama dia tak jatuh cinta. Terakhir kali jatuh cinta saat masih kelas 3 SMP. Setelah itu tak pernah lagi.

Winter mulai jenuh dengan keadaaan ini. Dia bukanlah tipe orang yang betah untuk berlama–lama berdiri di tengah panas terik seperti ini. Ini membuatnya merasa pusing sendiri. Mencoba mengalihkan pandangannya dari sepasang kekasih tadi ke barisan siswa yang ada di seberang barisannya. Winter memandangi mereka dengan seksama seperti meneliti wajah mereka satu-satu. Sekalian saja sambil mengenali wajah teman seangkatannya yang baru walau berbeda kelas. Dia baru saja pindah ke Surabaya awal semester kedua ini.

Teman seangkatan Winter yang baru, ada 300 siswa. Dibagi menjadi enam kelas IPA dan empat kelas IPS yang masing–masing berisi 30 siswa. Tiga kelas IPA berada di seberang timur dan sisanya berada di seberang kanan lapangan parkiran. Sedangkan empat kelas IPS berada di dekat perpustakaan yang terletak berjauhan dari kelas IPA. Tak heran kalau Winter hanya mengenal teman-teman yang kelasnya bersebelahan dengan kelasnya saja.

Pandangannya tiba–tiba terhenti di ujung barisan siswa tadi. Ada seseorang, yang menurut Winter, berwajah sejuk di sana. Seseorang yang membuatnya tertegun sepersekian detik. Seperti ada sesuatu yang membuat seseorang itu sangat menarik perhatiannya. Winter tak memperhatikan sekitarnya. Rasanya, dia tak ingin mengalihkan pandangannya lagi dari seseorang itu. Beberapa teman disampingnya menatap Winter heran. Mereka melihat mata Winter sama sekali tidak menatap ke arah guru yang masih betah memberikan nasehatnya. Tapi Winter tidak memperdulikannya.

Rasanya ada perasaan baru yang muncul, Winter merasa begitu. Namun pikirannya lebih bertanya–tanya tentang seseorang itu. Winter belum pernah melihatnya di antara teman-teman yang ada di kelasnya maupun di kelas sebelahnya. Winter baru menyadari sesuatu. Kelas Winter dan seseorang itu berseberangan, dia baru saja ingat kalau mereka harus berbaris sesuai letak kelasnya. Sekarang Winter tahu, seseorang itu adalah teman seangkatannya yang ada di kelas yang di seberang kanan lapangan parkiran.

Winter tersenyum sendiri pada analisa yang baru dibangunnya dan masih berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk memandang seseorang itu. Sebenarnya, dia sendiri juga tak yakin dengan apa yang kini sedang dilakukannya. Kali ini Winter mengikuti hatinya, bukan intuisinya.

Winter mulai membatin, Kalau ada upacara lagi dan barisannya kayak gini sih, aku bisa ngelihat dia tiap Senin.

Dia tiba–tiba saja membuyarkan pikirannya yang mulai kemana–mana itu dan mulai memaki dirinya sendiri kenapa dia harus bersikap seperti itu. Memangnya seseorang itu siapa? Kenapa Winter harus memandanginya seperti itu? Winter mendengus kesal, dia kesal pada dirinya sendiri. Walaupun begitu, tetap saja mata Winter masih enggan untuk beralih dari seseorang itu.

Winter merasa kaget dan mulai tersadar kembali saat pemimpin upacara membubarkan barisan, sesuai dengan perintah pembawa acara. Upacara pun berakhir. Semua berbalik badan dan meneruskan langkah mereka. Semua pun dengan kompak berjalan ke kelasnya masing–masing. Benar saja dugaan Winter, kelasnya dan seseorang itu berjauhan. Winter melihatnya berjalan ke arah kelasnya yang berlawanan dengan kelas yang dia tuju.

Winter melangkahkan kakinya dengan pelan. Sesekali menyepak kerikil kecil di lapangan. Beberapa langkah dia berbalik ke belakang. Mencari wajah seseorang itu dalam keramaian, namun dia tak menemukannya. Winter menghela nafas. Air mukanya berubah. Seperti muncul perasaan kecewa. Rasanya dia masih ingin memandang wajah sejuk itu. Walaupun Winter tidak tahu, siapa seseorang itu dan mengapa dia harus memandangnya seperti itu.

***

Jaemin sejenak merasa bosan karena harus berdiri di bawah terik matahari yang sangat menyengat. Dia merasa pagi ini matahari terlalu terik, tidak seperti hari-hari biasanya. Tubuhnya yang jangkung membuatnya sesekali harus menunduk untuk menghindari sengatan terik matahari. Walaupun begitu, Jaemin masih bisa fokus mendengarkan nasehat gurunya selama upacara bendera berlangsung, yang kebetulan hari ini sedang membahas pemimpin idolanya. Jelas saja ini sangat menarik perhatian Jaemin. Tak peduli dengan teman–temannya yang asyik ngobrol sendiri.

Jaemin menyeka keringat dengan tangannya. Sedikit mendongak untuk melihat teriknya matahari. Matanya tak tahan, buru–buru menundukkan kepalanya lagi dan membenarkan kaca mata dengan frame hitamnya yang agak sedikit melorot. Jaemin mendengarkan bisik–bisik ribut disampingnya. Rupanya teman-temannya yang sedang asyik ngobrolin bola dan bahkan ada yang masih sempat-sempatnya ngerjain teman yang ada di depannya. Sekarang Jaemin merasa sedikit kesal. Dia menatap mereka dengan tatapan dingin. Heran dalam hati, kenapa sudah SMA seperti ini tapi mereka masih saja bertingkah seperti anak SD? Namun ya... tetap saja teman-temannya itu tak menghiraukan tatapan dingin Jaemin. Mereka malah membalasnya dengan tatapan 'emang-lo-siapa'.

Jaemin mendengus kesal. Matanya kemudian beralih memandang ke seberang barisan. Dia mengeryitkan dahinya. Menangkap sepasang bola mata yang sedang mengamatinya dari kejauhan. Di antara barisan itu, di tengah–tengah, ada sepasang bola mata yang melihat ke arahnya. Jaemin yakin mata itu sedang melihat ke arahnya. Namun, pada akhirnya Jaemin acuh saja, dia mengabaikannya.

Cukup lama mata itu melihat ke arah Jaemin dan lagi-lagi dia masih cuek saja. Tetap berdiri dan fokus mendengarkan nasehat dari gurunya yang tak kunjung usai. Dalam hati Jaemin tahu benar bahwa ada yang sedang melihat ke arahnya. Namun, Jaemin tak bisa mengenali wajahnya. Dia merasa asing. Jaemin tak terlalu mengenal banyak orang di sini. Dia memang bukan siswa baru, namun Jaemin tipe orang yang tertutup, jarang keluar kelas dan lebih senang menghabiskan waktunya sendirian di kelas atau membaca buku di perpustakaan daripada harus keluyuran di kantin saat jam istirahat. Pantas saja dia tak terlalu mengenal semua teman–teman seangkatannya.

Teman disampingnya mendengus lega saat pemimpin upacara membubarkan barisan saat upacara bendera telah usai. Jaemin pun langsung bergegas kembali ke kelas dengan perasaan yang sedikit jengkel. Dia tak bisa mendengar nasehat yang membahas idolanya dengan jelas karena teman disampingnya ribut sendiri. Jaemin segera duduk di bangkunya dan mengambil buku di dalam tas. Membuka bukunya ke sembarang halaman. Pikirannya sedang tak disitu. Tiba–tiba dia ingin tahu, sepasang bola mata siapa yang mengamatinya tadi.

FINE || Jaemin x Winter || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang