27 • Dia Menyakitiku

626 61 4
                                    

Jam 5 sore, semuanya sudah selesai. Persiapan kelas Winter sudah selesai 100%. Tinggal mengambil makanan yang akan dijual besok. Giselle dan Winter sudah berjanji kepada Ningning untuk membantunya untuk mengambilnya besok pagi. Walaupun anggota divisi konsumsi ada beberapa orang, Winter dan Giselle yang hobi makan pun senang saja membantu Ningning untuk mengambil makanan dan minuman untuk lomba bazar, meskipun tentu saja tidak ada hubungannya antara hobi makan mereka dengan membantu mengambil makanan dan minuman besok mengingat mereka tak akan mendapat jatah gratis.

Sebenarnya, Ningning dan Giselle merasa ada yang janggal dengan Winter akhir-akhir ini, terlebih setelah melihat Winter menangis tadi. Sudah pasti ada yang sedang disembunyikannya. Beberapa kali Winter terlihat melamun dan ingin menangis. Wajahnya pucat dan terlihat tak tenang. Ningning dan Giselle mulai khawatir. Sepertinya memang ada kejadian yang tak diketahui oleh mereka.

Winter dan Ningning hari ini sudah berjanji akan menginap di rumah Giselle. Sore itu rumah Giselle terlihat sepi. Hanya ada satpam dan beberapa pembantunya. Mama dan papa Giselle sedang ke rumah saudaranya. Mereka pun masuk ke kamar Giselle untuk beristirahat. Ningning langsung menghamburkan dirinya ke tempat tidur Giselle yang empuk. Sementara Giselle sedang ke dapur, meminta pembantunya untuk menyiapkan makanan.

Winter mendekat ke arah jendela dan memandang ke arah halaman rumah Giselle yang luas. Pandangannya menerawang. Hatinya masih sakit. Sangat sakit menerima kenyataan ini. Padahal dia merasa Jaemin sudah tak sedingin yang dulu. Padahal dia merasa Jaemin lebih perhatian kepadanya, lebih menyenangkan. Bahkan dia masih ingat betul saat Jaemin menyapanya diparkiran sepeda motor setelah ujian matematika dulu. Dia masih ingat betul senyum dan suaranya. Tapi, ternyata tak ada artinya. Mungkin Winter salah mengartikannya. Mungkin dia terlalu berharap kepada Jaemin.

"Winter, ngapain ngelamun disitu? Awas kesambet lho! Nih es krim cokelat. Es krim kesukaanmu," kata Giselle yang tiba–tiba masuk ke kamar membawa nampan berisi tiga gelas es krim cokelat.

Ningning pun segera bangkit dan menyambutnya dengan gembira.

Winter tetap bergeming. Dia masih berdiri di dekat jendela. Air matanya kini menetes. Sepertinya dia tak menyadari kedatangan Giselle dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Ningning dan Giselle pun saling memandang dan terlihat bingung. Keduanya pun segera mendekati Winter. Khawatir kepada sahabatnya itu.

"Winter, kenapa?" tanya Ningning khawatir.

Winter memalingkan wajahnya dari jendela dan kini menatap kedua sahabatnya dengan tatapan nanar. Dia ternyata sudah menangis tersedu–sedu. Tak sanggup menahan air matanya lagi.

"Lho? Kamu kenapa, Winter? Ada apa?" tanya Giselle khawatir.

Ningning dan Giselle pun segera menarik lengan Winter dan mendudukkannya di tempat tidur Giselle. Kedua sahabatnya itu duduk disampingnya. Menatap Winter dengan perasaan tidak tega. Mereka mengunggu Winter berhenti menangis dan siap untuk bercerita.

"Sebenarnya ada apa, Winter? Apa yang terjadi?" tanya Ningning halus.

Winter pun mengusap air matanya dengan lengan bajunya dan mulai bercerita. Winter menceritakan semuanya dari awal kepada kedua sahabatnya itu. Mulai dari pertama kali Winter bertemu dengan Jaemin, saat dia chatting di mIRC dengan Jaemin, saat dia mengirimkan komentar pada artikel Jaemin yang kemudian kacau karena ada komentar dari Karina, sakit hatinya saat Jaemin dan Karina jadian, alasan utama dia pergi ke Jepang.

Lalu dia juga menceritakan Jaemin yang akhirnya membalas pesan Winter setelah Jaemin putus dari Karina, Jaemin yang meminta nomor ponselnya sehingga mereka setiap hari bisa chat-an, Jaemin yang menyapanya di parkiran waktu itu, perhatian Jaemin selama ini yang ternyata tak berarti apa–apa, hingga chat Jaemin tadi sore. Winter menceritakannya sambil menangis, hatinya sakit. Benar–benar sakit.

Ningning dan Giselle ikut menangis. Tak tega melihat sahabatnya seperti itu. Mereka memang merasa ada yang disembunyikan Winter selama ini. Namun, mereka belum menanyakannnya. Mereka yakin, Winter akan menceritakannya.

Hari itu Winter memang menceritakannya. Namun menceritakannya dengan perasaan yang pilu. Menyedihkan bagi Ningning dan Giselle melihat Winter seperti itu. Selama ini mereka tak pernah melihat Winter sesedih itu, sepilu itu. Keduanya pun langsung memeluk Winter yang masih terisak.

Winter melepaskan diri dari pelukan kedua sahabatnya dan mengusap air matanya lagi dengan lengan bajunya yang kini semakin basah.

"Maaf, aku baru cerita sekarang. Aku nggak bermaksud untuk menyembunyikan ini dari kalian. Aku juga nggak bermaksud untuk nggak percaya sama kalian soal ini. Tapi... tapi aku merasa akan ada saatnya aku menceritakan ini ke kalian. Maaf... maaf... banget..."

Ningning menggelengkan kepalanya dan mengusap air matanya, "Nggak apa, Winter. Kita ngerti. Kita percaya sama kamu, kalau memang ada yang akan kamu ceritain, kamu pasti bakalan ngomong sama kita. Kita nggak pernah punya pikiran kalau kamu nggak percaya lagi sama kita. Kita nggak pernah punya pikiran kayak gitu," kata Ningning menenangkan Winter.

"Iya... Ningning benar. Kita percaya kok sama kamu. Soal Jaemin tadi, aku benar–benar nggak nyangka. Jadi, apa artinya semua ini? Dia ngasih perhatian gitu, tapi ternyata dia masih suka sama Karina," kata Giselle yang mendadak ikut kesal kepada Jaemin.

"Iya ya, aku nggak habis pikir, lho," kata Ningning yang juga terdengar tak percaya dengan sikap Jaemin itu.

Winter memaksakan seulas senyum.

"Hmm... ya gimana bisa Jaemin ngelupain Karina gitu aja. Karina itu perfect banget kan? Cantik, blasteran, pintar, populer. Jaemin pasti sayang banget lah sama dia," jelas Winter. Entah mengapa dia masih bisa membela Karina dan Jaemin disaat hatinya hancur karena mereka berdua.

"Ah... perfect darimananya sih? Biasa aja kalau menurutku," kata Giselle kesal.

"Iya. Banyak yang lebih baik daripada mereka berdua kok," tambah Ningning.

Winter tak menjawab obrolan mereka. Ya, mungkin memang ada yang lebih baik daripada Jaemin.

Namun, tentu saja tak semudah itu melupakan ini semua. Perasaan Winter kepada Jaemin sudah mendalam. Namun sekali lagi, hatinya harus hancur untuk seseorang yang sama.

FINE || Jaemin x Winter || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang