1. Berjumpa

1.5K 138 6
                                    

Naya's diary :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya's diary :

Aku adalah Nayanika, mata yang indah yang memancarkan daya tarik. Tidak ada yang bisa menolak pesonaku, tapi itu dulu sebelum Reyshaka Dikara hadir.

Sosok laki-laki yang terlihat tenang tapi ternyata menyeramkan, sekalinya marah semua orang pasti kena getahnya. Tapi berkat dia, aku jadi tau tujuan hidupku selain makan dan menghabiskan uang Papa, yaitu mendapatkan Shaka untuk menjadi satu-satunya milikku.

***

Dengan wajah yang tampak lesu Naya berjalan ke arah parkiran seraya memainkan ponsel, dia sangat tidak berminat untuk menoleh ke kanan atau ke kiri. Rumah sakit baginya merupakan tempat yang menyeramkan, dia tidak suka. Apalagi dengan salah satu ruangan di lantai delapan, meskipun tampak bersih dan rapi akan tetapi hal itu tidak bisa meninggalkan kesan menyakitkan di ingatannya.

Ibunya meninggal di salah satu ruangan yang berada di lantai itu.

Akibat terlalu fokus terhadap ponsel membuat Naya tidak sadar kalau di hadapannya ada pemuda yang tengah berlari terburu-buru sampai suatu ketika tubuhnya terpental.

“Aduh!” Naya jatuh terduduk dengan ponsel yang terlempar entah kemana.

Pemuda yang tengah terburu-buru itu seketika menoleh setelah sadar bahwa tubuhnya menyenggol seseorang.

“Maaf, kamu gapapa?” tanya pemuda itu dengan nafas yang terengah-engah seraya membantu Naya untuk berdiri setelah tadi tidak sengaja hampir menginjak ponsel milik Naya.

“Bisa ha—” kalimat sumpah serapah yang bersiap meluncur dari mulut Naya seketika terhenti setelah matanya bersitatap dengan bola mata beriris gelap. Bola mata itu seolah memiliki daya tarik tersendiri, terlalu gelap dan sulit untuk diselami layaknya lautan yang menyimpan banyak misteri.

“Hey, mbak?” panggil pemuda itu untuk kesekian kalinya dengan lambaian tangan di depan wajah Naya yang seolah tersihir.

Seketika Naya mengerjapkan mata, dia menjauhkan sedikit tubuhnya yang semula merapat kemudian tersenyum canggung seraya merapikan rambut dan pakaian yang sedikit berantakan.

“Nggak, gapapa hehe,” elak Naya padahal bokongnya serasa ingin patah.

“Panggil aja Naya, kayaknya kita seumuran,” imbuhnya setelah meneliti pemuda di hadapannya yang masih memakai seragam sekolah dari bawah hingga atas.

Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “ehm kalo gitu sekali lagi saya minta maaf.”

Naya tidak menjawab, dia masih terpaku akan rupa pemuda yang berdiri di hadapannya.

Karena tidak ada sahutan semakin membuat pemuda itu merasa tidak enak. Dia hendak menggaruk tengkuknya, sebuah kebiasaan kecil ketika merasa grogi atau salah tingkah, sebelum pada akhirnya dia tersadar bahawa ponsel Naya masih berada di genggamannya.

Renjana dan AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang