- 2 -

3 0 0
                                    


Kala menatap jengah ke arah sosok yang duduk di hadapannya. Dia menoleh ke sekeliling, mengamati keadaan kantin kampus yang cukup ramai siang ini. Kepalanya terus bergerak ke sana kemari—seakan sedang mencari—apa? Entahlah, dia juga tidak tahu. Dia kembali mengalihkan atensinya ke arah laki-laki di depannya, menghela napas kecil.


"Apa yang kau lakukan di sini?"


"Makan siang?" ucap laki-laki itu—yang adalah Sean. Tangannya sibuk mengaduk-aduk gelas berisi es teh dengan sedotan.


"Dan kenapa kau harus duduk di sini?" tanya Kala lagi, masih menatap Sean lekat.


"Karena kursinya kosong?" balas Sean lagi, membuat Kala kembali menghela napas.


"Masih banyak kursi kosong yang lain. Kenapa harus di sini—"


"Bukankah kantin kampus itu tempat umum? Siapapun boleh duduk di kursi mana saja. Lagipula kursi ini kosong, dan kita juga teman se-apartemen. Apa masalahnya?" tanya Sean lagi. Sean melipat kedua tangannya di dada, meyipitkan mata ke arah Kala. "Kenapa kau seperti tidak suka kalau aku duduk di sini? Kelihatannya kau tidak suka kalau harus dekat-dekat denganku—"


"Memang aku tidak suka," ucap Kala blak-blakan. Mungkin bagi orang yang baru pertama kali mengenal gadis itu, pasti mereka akan langsung mengira Kala adalah sosok yang sangat menyebalkan—well, itu memang benar—dan akan langsung shock mendengar kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu. Tapi Kala sudah terlalu paham dengan tabiat laki-laki di depannya. Bukannya marah atau kesal, tapi Sean pasti akan—


"HAHAHAHA!" Benar saja, Kala langsung mendengar tawa keras yang keluar dari mulut Sean, membuat Kala langsung melihat ke sekeliling. Benar saja, beberapa mahasiswa yang berada di kantin melirik ke arah mereka, mungkin terkejut setelah mendengar suara tawa yang keluar dari mulut Sean. Kala mendengus pelan. This guy in front of her really the weirdest one that she ever know.


"Bisakah kau tidak tertawa? Aku rasa omonganku tidak ada yang lucu?" Kala menatap Sean dengan alis terangkat, merasa risih dengan tatapan mahasiswa lain yang tertuju padanya.


"Maaf maaf, aku hanya—" Sean menutup mulutnya, terlihat masih berusaha menahan tawanya. "Aku hanya—Kau tahu, aku selalu kagum dengan kejujuranmu itu. Mulutmu yang suka bicara tanpa filter itu—I like it~" Sean tersenyum lebar pada Kala, sambil mengangkat kedua jempol tangannya.


See? Weird, indeed.


"Kau memang tidak ada kelas?" tanya Kala lagi.


"Hmmm.. perhatian sekali?" ucap Sean sambil mengangkat kedua alisnya, senyum jahil terlukis di wajahnya. Sebelum Kala sempat bicara, Sean langsung menyelanya. "Aku ada 2 kelas dari pagi, dan kelas terakhirku selesai jam 12 tadi. Lalu karena kau tidak membalas chat-ku, jadi aku mencarimu ke seluruh penjuru kampus, daaaaannn~" Sean mengarahkan kedua tangannya ke arah Kala. "Akhirnya aku menemukanmu di sini~"


Kala memilih membungkam mulutnya, dia sudah tahu apa maksud laki-laki di depannya ini mencarinya. Tentu saja.. untuk pulang bersama. Dan selalu dengan embel-embel, "Kita kan teman se-apartemen. Salah memang kalau pulang bersama?" Kala masih tidak mengerti jalan pikiran laki-laki ini, tapi dia terlalu lelah untuk mengerti—dan tidak berniat untuk "mencoba" mengerti. Dia memilih untuk menuruti kemauan Sean, karena dia tahu dia tidak akan bisa menolak.

Sois à MoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang