Pagi-pagi sekali di hari Minggu saat matahari belum sepenuhnya muncul menampakan sinarnya, Morin tengah mengikat tali sepatu dan bersiap untuk jogging berkeliling perkarangan rumahnya.
Jogging serta rangkaian olahraga paginya adalah satu hal wajib yang tidak boleh terlewatkan bagi Morin. Ia selalu ingin mengawali harinya dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Jalanan yang sepi berdampingan dengan bisingnya kicauan burung, ibu-ibu komplek yang sedang mengantri di kedai nasi uduk, serta bapak-bapak shirtless yang semangat sekali mencuci mobil dan motornya. Semua pemandangan sederhana tersebut bisa dibilang sangatlah berharga karena hanya dapat disaksikan pada Hari Minggu pagi.
Satu jam berlari sudah cukup membuat kaos Morin basah kuyup. Berbeda dengan ibu-ibu komplek, ia lebih memilih untuk nyabu alias nyantap bubur untuk menu sarapannya.
"Bungkus satu mang"
"Siap kasep! kaya biasa kan gak pake cakwe?"
"Heeh sambelnya dipisah"
Hanya butuh sekitar 5 menit untuk pesanannya selesai dibuat. Morin membayar dengan uang pas dengan tak lupa berterimakasih lalu lanjut berjalan pulang.
Wajahnya yang fresh dan berseri sering kali menyita perhatian warga yang berpaspasan dengannya di jalan. Tak jarang pula tetangganya yang memberikan nomor aktif milik anak perempuan mereka kepada Morin.
Pria itu tidak hanya tampan, ia juga pintar dan bersekolah di universitas ternama. Mendapat beasiswa maski tak penuh. sopan dan santun, serta senang membantu adik-adik SD, SMP, sampai SMA yang tinggal disekitar rumahnya untuk memperdalam materi agar dimudahkan saat melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Bisa hampir sempurna dalam segala aspek, hanya saja ia kurang beruntung dalam persoalan asmara. Selama 19 hampir 20 tahun hidup, ia belum pernah sekalipun menjalin hubungan atau bahkan menyatakan cinta kepada seseorang.
Kira-kira siapa wanita beruntung yang akan menjadi kekasih Morino nantinya?
"Mor"
"Oy, bang Jer" tak terasa ternyata Morin sudah berjalan sampai ke depan pagar rumahnya.
"Sibuk gak?"
"Kali ini mau nyuruh apa lagi?" Jawab Morin sembari membuka kunci pagar rumahnya.
Jere terkekeh mendengar jawaban Morin yang sudah hafal dengan gerak-gerik dirinya.
"Jaga cafe bang Martin"
Morin menghela napas lalu meletakkan plastik berisi bubur yang tadi ia beli di meja tempat abangnya itu menaruh asbak rokok.
"Lu mau kemana?" Tanya Morin berdecak pinggang tepat dihadapan Jere yang sedang menikmati sebatang rokok di teras rumah.
"Gue haru urus perijinan buka bisnis event organizer"
"Wah serius jadi nih bang?" Morin tampak kaget karena abangnya itu memang pernah bilang ingin membuka bisnis event organizer tapi ia tidak pernah menyangka akan secepat ini.
"Serius."
"Oke deh sukses ya, bang. Gue selalu doain yang terbaik buat lu."
"Makasih, Mor. Nanti minta jajannya sama gue aja. Bang Martin perlu nabung buat masa depannya sama kak Fani"
"Oke"
Jere mengisap isapan terakhir sebelum mematikan puntung rokoknya yang sudah pendek lalu berdiri dan merapikan kemejanya yang tertekuk.
"Gue berangkat" pamit Jere sambil berjalan ke garasi dan mengeluarkan motor R15 miliknya.
Morin hanya membalasnya dengan anggukkan dan senyum yang sedikit canggung. Mengetahui kedua abangnya berkerja keras banting tulang untuk menghidupi dirinya dan adiknya, Ia kembali merasa tidak berguna untuk yang kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUCH MORE ME • LHC local au
RomanceKata orang di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan, begitu pula dengan takdir yang mempertemukan Rhea dan Morino. Rhea adalah anak sulung dari keluarga Damara. dibesarkan dengan segala tuntutan dan paksaan dari kedua orang tuanya. Ia juga tida...