4. SURAT CINTA

46 12 6
                                    

jika kamu menyukai pelangi maka kau harus melewati hujan. jika kamu menyukai dia yang bersinar maka kau harus melewati keredupan terlebih dahulu.

Galen mengantar Saga untuk pulang tanpa memberitahu guru piket, bisa ribet kalau mereka tahu bahwa Saga baru saja berantem dengan Ryuga. Saat ini tubuh Saga remuk dan bibirnya terasa perih. Dia tidak menyangka hal yang dia hindari 2 tahun lalu kini terjadi lagi. Ryuga adalah sahabat karib Saga tapi, itu dulu. Ada kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka hingga saat ini belum terselesaikan.

"Lo jadi bonyok gini, lain kali biar gue yang lawan si Ryuga itu kalau lo nga mau lawan dia." Galen menatap tegas mata Saga.

"Gue tahu kok lo masih menganggap dia sahabat. Tapi yang harus lo tahu dia itu bukan orang yang kita kenal. Jadi sekarang berhenti belaiin si sampah itu," tegas Galen.

"Tapi, dia hanya salah paham," ujar Saga lirih.

"Lo ngak bisa lemah kayak gini. Dia udah jatuhin martabat lo. Sadar Saga, dia itu bukan teman kita lagi." Galen menguncang tubuh Saga berusaha menyakinkannya. Bahkan tidak sadar bahwa orang yang di depanya ini sangat lemah.

"Maaf." Galen mencoba tenang dengan situasi yang terjadi. Tak butuh waktu lama Galen menemukan motor Saga dan melesat pergi.

Sementara itu, kini tinggalah Gavin tanpa sahabatnya. Dia penasaran dengan apa yang menjadi biang masalah. Dia mencari sesuatu didalam laci meja Saga. Terdapat amplop surat dan satu batang coklat. Amplop itu diberi pita pink dengan tulisan yang rapi.

Teruntuk pangeranku

Dia yang hadir dalam kehangatan memberikan arti cinta bagiku. Aku tahu dia tak melirikku sama sekali. Bahkan untuk melihatku dia enggan.

Aku menemukanmu, si mata teduh yang membuat jantungku berdetak dua kali lebih keras. Engkau adalah sosok yang hangat dan tenang. Gavin wardana, terimakasih telah mengukir bintang dihatiku. Walaupun rasa ini tak terbalas. Aku harap engkau akan bahagia walau bukan dengan ku.

Maafkan keberanianku yang hanya dengan selembar kertas. Aku bukanlah wanita yang bisa megutarakan di depanmu. Bagiku cinta untuk mu tidak harus dengan cara yang luar biasa. Ini adalah caraku mencintaimu.

Jika bisa kuminta permohonan biarkan aku mencintaimu tanpa kau harus memaksa ku berhenti. Janganlah membenciku cukup lihatlah perjuaganku untuk mu.

Dari Adelia Azzahrah untuk pangeranku Gavin Wardana.

Gavin butuh oksigen, apa yang barusan dia baca membuatnya sesak. Dirinya tidak tahu ternyata ada yang mencintainya diam-diam. Bagi Gavin dirinya bukanlah seseorang yang layak dicantai wanita setulus Dela. Dia tidak mempermasalahkan wanita itu harus cantik, pintar dan terkenal, intinya dia hanya butuh ketulusan dan kasih sayang.

"Lo kenapa broo," ucap Reno tmn satu kelasnya.

"Ngak apa-apa," ujar Gavin singkat..

Mata Reno menatap kedalam mata Gavin. Alisnya mengerinyit tajam dengan tatapan rasa ingin tahu.

"Lo ngak bisa bohong, mata lo uring-uringan dari tadi." Reno seakan tahu ap yang terjadi walau hanya dengan kontak mata.

"Karena surat ini." Reno menunjuk surat yang sedang dipegang Saga.

"Ngak."

"Yaudah deh. Kok gue ngak liat Saga sama Galen sih?"

"Udah pulang."

"KENAPA?"

"SAGA BERANTEM SAMA RYUGA. Jadi Galen anterin Saga pulang," jelas Gavin.

"Lo jangan tanya guru soal ini bilang aja. Saga sakit dan dianterin Galen."

"Oke vinnn, gue ke kantin dulu."

Nara berjalan dengan tatapan sinis dan jutek para siswi. Ini tak lain akibat kesalahpahaman yang terjadi. Sudah dua kali ia terjebak dalam jurang kesalapahaman.

"Kalau mau cari perhatian, jangan adu domba dong,"Sindir wanita itu dengan lawan bicaranya.

"Luarnya aja polos aslinya Gila banget."

"Bener njirr."
Pikiranya kini beradu dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Tidak menyangka bahwa semua ini terjadi karena dia. Tak disangka sebuah tepukan dibahunya membuyarkan bayagan kejadian tadi.

"Raa lo udah simpan surat gue ke laci kak Gavin?."

"Ngak," kata Nara singkat.

"Kenapa?" Adel mengguncang tubuh Nara. Dia tidak mengetahui sama sekali apa yang telah terjadi.

"Gue salah meja dan lo harus tahu  gue terciduk sama kak Saga." Wajah Nara sebal mengigat kejadian itu.

"Gue makin ngak paham, maksudnya gimana." Matanya menatap dengan sorotan yang dalam, mungkin karena kekeliruanya.

"Gini tadi ada dua tas hitam dan lo taukan gue ngak tahu pasti dimana laci kak Gavin. Sialnya lagi gue keciduk simpan surat itu di laci meja kak Saga. Gilaa, gue malunya sekebun. Udah buat anak orang berantem lagi. Semua salah gue."  Hidungnya mendengus dengan kejadian memalukan tersebut.

"Gue akan jelasin ke kak Saga kok. Kamu tenang dulu oke. Besok kita minta maaf."

Bel sekolah berbunyi menandakan jam pulang telah tiba. Adel masih berada di kelas untuk membersihkan karena besok adalah piketnya.

Kini tak ada lagi siswa tersisa di sekolah ini. Adel berjalan keluar  karena, jemputanya akan segera tiba. Tanpa dia sangka sosok yang dikaguminya berada didepan pagar. Adel semakin ciut untuk lewat, memandangya saja membuat hatinya tak bisa tenang. Adel berjalan pelan keluar pagar. Ada tangan yang menariknya ke belakang. Kini jarak nya sangat dekat. Bahkan Adel melihat bisa melihat dan mengekspos jelas wajah Gavin.

"Gue peringatin sama lo, jangan pernah ganggu hidup gue dan Damianos."

"Maaf," kata Adel singkat. Bibirnya keluh  dengan apa yang barusan dia dengar. Seperti panah yang langsung menembus dirinya.

"Lo pakai cara alay ini untuk buat gue suka sama lo. Dengar gue ngak akan pernah cinta sama cewek culun, bermata empat kayak lo," ucap Gavin tegas.

"Hanya karena fisik aku seperti ini. Kukira kamu lain dari sebagian pria tapi kenapa Kak Gavin tega. Wajar kalau kamu nolak, nggak apa-apa. Tapi cuman satu stop hina aku lagi," Air mata Adel berusaha dibendungnya. Namun pria itu dengan lantang tanpa merasa hal yang perlu ia filter.

"Sadar. Buat kamu aku yang terbaik tapi semuanya tak segampang yang kamu pikir Dell. Lebih baik mundur dari sekarang dan jangan pernah berpikir kalau suatu saat nanti aku yang akan cinta kamu."

Tanpa harus membalas perkataan Gavin, Adel lari dengam rasa kecewa. "Cewek culun bermata empat." kalimat itu semakin tergiang dan terus saja berulang. Dia tidak menyangka bahwa Gavin yang hangat ternyata mencemoohnya. Sungguh mengenaskan.

Dulu awal mos Gavin lah yang menolongya dari Qayla. Bahkan dia rela membentak Qayla waktu itu karena mengolok-olok nya di depan umum. Untung saja sebagian siswa telah pulang dan tak ada yang melihatnya lari dengan air mata yang berlinang. Melihat jemputan datang ia langsung membuka pintu mobil dan merapikan wajahnya yang sembap.

ANTARTIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang