Giwang tengah terduduk dengan posisi punggung metegak. Saat ini ia tengah di lingkari oleh keluarga Candra, yang tak lain ada Tante Unun, Zayn, dan Balin.
Atas kecerobohannya tertidur di bus berhasil membuat repot keluarga kecilnya. Mereka begitu mencemaskan dirinya, dan bersusah payah mencari keberadaannya dari satu tempat ke ujung kota sekalipun.
Kini hanya tersisa rasa bersalah di lubuk hati Giwang. "Maaf Om, Tante, Kak Zayn, Kak Balin kalau Giwang merepotkan," maafnya dengan tulus.
"Iya Giwang. Tapi kamu harus ingat tidak boleh diulang lagi kejadian ini. Oke?" jawab Unun sembari memberi peringatan.
"Iya Tante Unun,"
Giwang menghela napas lega atas inseden ini tidak sampai ke telinga kedua orang tuanya. Untung saja Tante Unun dan Om Candra sepakat merahasiakan, begitu pula dengan kedua sepupunya.
Giwang tidak bisa membayangkan jika kedua orangtuanya mengetahui kecerobohannya itu. Pasti sekarang ia sudah dikirim ke Negri Sakura.
Diam-diam Giwang mendesah pelan, tak mau hal itu terjadi. Kini semuanya terdiam hanya suara gemericik air dari akuarium yang mengiringi keheningan, sampai Zayn angkat bicara.
"Besok lagi harus sama Balin pulangnya," tutur Zayn. "Kalau Balin belum keluar kelas samperin aja, jangan langsung pulang naik bus," pintanya dengan halus.
"Oke Kak," jawab Giwang lirih namun masih bisa didengar.
"Nah dengerin tuh Gi!" seru Balin. "Ujung-ujungnya gue juga yang kena imbas kalau lo ilang begini,"
"Sudah-sudah jangan terlalu dipojokkan. Kasihan Giwang," sela Candra.
"Salah siapa tidur di bus, bangun-bangun nggak tahu dimana!" cibir Balin. "Dasar!" sambungnya.
Zayn yang berada di samping Balin langsung menyikut perutnya. Berusaha menghentikan ocehan sang adik.
"Nonton film keluarga asik nih?" Zayn menyalakan televisi mencari film guna mencairkan suasana.
"Boleh," jawab sang Ayah, Candra.
"Kalau gitu Mama masak dulu buat makan malam," ucap Unun. "Giwang nggak usah bantu Tante nggak apa-apa, nyantai dulu aja,"
"Hebat! Nggak apa-apa Tan?"
"Iya Gi," jawabnya lalu berlalu menuju dapur.
Sepeninggalan Unun mereka asyik dengan film yang mereka tonton. Kecuali, Giwang. Gadis itu menekuk wajahnya dan menenggelamkan dalam lipatan tangan. Mungkin ia sedang merenungkan kesalahannya.
"Hei Gi," Zayn mengelus pundak Giwang mengisyaratkan agar gadis itu mengangkat kepalanya.
Dengan tampang memelas Giwang memaksakan kedua ujung bibirnya tertarik ke atas. Walaupun tersenyum matanya tak bisa menipu, terbersit rasa bersalah.
Zayn yang menyadarinya langsung mengacak puncak rambut Giwang. "Nggak usah sedih gitu ah,"
"Hebat! Siapa yang sedih?"
"Ini?" Zayn menekan hidung Giwang.
"Kak Zayn!"
"Berisik ah!" seru Balin. "Lagi seru nih!" lanjutnya.
"Ngegas aja mulu!" timpa Giwang.
"Ini kok malah adu mulut?" tanya Candra.
"Giwang yang mulai Pa," jawab Balin berusaha menyelamatkan diri.
"Dah jangan mulai," Zayn melerai. "Nih Giwang murung lagi,"
Giwang memamerkan sederet giginya yang rapi lalu siap menjawab. "Heb-" ucapannya terpotong lantaran Balin menirukan kata 'hebat' bersamaan. "Ih Kak Balin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT I WANT TO SAY
Fiksi Remaja[ FOLLOW SEBELUM BACA ] Trauma di masa lalunya membuat Gin mengidap phobia sosial. Keluarga dan orang di sekitarnya menganggap Gin biang kesialan. Hal ini membuatnya kesulitan untuk beradaptasi, untuk berucap saja harus mengumpulkan nyali sebesar m...