Di kampus kami ada satu jurusan yang paling ditakuti oleh semua orang, dan diakui oleh para petinggi hukum.
Universitas Merak Biru. Fakultas Hukum. Sulit untuk masuk, sulit untuk dijalani, namun mudah untuk keluar.
❝Rintangan di perlukan bagi kesu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝑾𝒂𝒓 𝒊𝒏 𝒍𝒊𝒇𝒆
Malam hari tiba, seperti yang di katakan Selatan dengan penuh tekad, bahwa dirinya akan mencari tahu diam-diam. Selatan mengangkat tudung hoodie-nya, untuk menutupi wajahnya yang bisa saja akan terdeteksi. Selatan malam ini, memakai baju yang serba hitam, mirip seperti sang pelaku yang membunuh temannya; Dani.
Kaki jenjangnya terus melangkah, sampai dimana ia berhenti di depan tangga; menuju ke lantai atas. Selatan menoleh kesana kemari, menatap sekitarnya yang nampak sepi. Ia kemudian menaiki gundukan tangga, dengan cepat. Seperti sedang di kejar hantu.
Selatan berlari tanpa menimbulkan suara bising dari sepatunya, ia hampir melewati ruangan yang menjadi tujuannya kesini. Selatan sekali lagi menatap sekitarnya, ia melirik pojok kanan, di sana ada cctv, namun tidak melihat ke arahnya. Selatan cepat-cepat membuka pintu sebelum cctv itu beralih menatapnya.
Jika kalian berpikir pintu ini kenapa bisa di buka dengan mudah, karena Selatan gampang sekali melacak password semua pintu. Sebenarnya hanya pintu ini lah yang paling susah untuk di buka, selain oleh orang-orang tertentu.
Selatan melepas tudung hoodie, sambil menghela nafas lega. Ia mengacak rambutnya, kesempatan kali ini, tidak akan ia sia-sia'kan. Karena sebelumnya, selalu gagal, entah itu mendengar suara derap langkah seseorang, atau pun cctv yang tidak berpindah sedikit pun; selalu menatap pada ruangan ini.
Selatan memegangi dadanya yang berdegup dengan kencang, ia menarik nafas dan menghembuskannya. “Kenapa gue ngerasa parno begini, dah,” gumamnya heran.
Selatan mengangkat bahunya singkat, ia melangkah mendekat—pada meja besar yang berisi komputer yang tak kalah besar. Di kedua sisi komputer tersebut, ada tiga laptop, entah apa fungsinya. Namun Selatan tidak peduli.
“Jadi sekarang gue harus mulai dari mana?” entah bertanya pada siapa, namun nampaknya ia bertanya pada dirinya sendiri.
Baru saja akan mengembalikan layar pada utama, Selatan di buat diam termangu. Ia memikirkan, mengapa bisa-bisanya ia akan melacak semua cctv yang ada di gedung fakultas hukum ini? padahal Selatan tahu, bahwa dirinya tidak begitu ahli dalam hal melacak.
“Kalo punya otak pinter itu bukan cuma di pake buat belajar,” suara seseorang membuat Selatan langsung berdiri tegap, dan membalikan tubuhnya.
Selatan mengernyitkan dahinya serta menatap Nathan terkejut. Sejak kapan lelaki itu ada di sini? Selatan tidak mendengar derap langkah sepatu sedikit pun, bahkan decitan pintu pun ia tak mendengarnya. Selatan menatap horor pada Nathan yang sekarang dengan santai duduk di atas meja tinggi—yang hanya sebatas pinggang mereka, seraya melipat kedua tangannya.