Tidak lama setelah aku sampai di rumah, bel rumahku berbunyi. Aku mencoba melihat dari layar monitor di rumah, ternyata yang membunyikan bel adalah Yuto.
Dugaanku ternyata salah. Aku pikir Yuto akan menuruti apa yang telah aku katakan dan menghabiskan waktunya dengan Chinen.
Namun, ternyata Yuto tetap mendatangiku seperti yang sudah kita janjikan ketika di kampus tadi pagi. Sesungguhnya aku sangat tidak ingin membiarkan Yuto mengetahui perasaan dan penyebabku membatalkan janji kita berdua.
Dengan terpaksa aku membukakan pintu dan menemuinya.
“Mau apa?” tanyaku langsung tanpa berani menatap wajahnya.
Yuto melihat wajahku dengan seksama. Seakan ada sesuatu di wajahku.
“Kau habis nangis?” tanyanya mencoba melihat ke arah dua bola mataku.
Ya Tuhan! Aku lupa mencuci muka! Bagaimana ini…
Aku buru-buru menghapus sisa air mataku tadi. Tapi kurasa mataku masih terlihat merah saat ini.
“Apaan sih, bukan.” Jawabku sebisa mungkin.
Tetapi rasa penasaran Yuto seakan belum terjawab sampai di situ.
“Lalu itu kenapa? Kau juga tidak menatapku saat berbicara”
Pertanyaan-pertanyaan kecil dan protesannya seperti ini sesungguhnya sudah membuatku senang. Entah bagaimana aku merasa diperhatikan juga olehnya. Tetapi karena aku tidak ingin Yuto tahu perasaanku, aku pun menjawabnya dengan berbohong.
“K-Kelilipan aja!” Jawabku gagap. Aku sangat terkejut dengan perkataannya barusan. “Sudahlah! Kau ke sini mau apa?” tanyaku lagi karena tidak ingin berlama-lama.
“Mengerjakan tugas bersama. Apa lagi?” jawab Yuto.
“Aku sudah katakan tidak jadi, bukan?”
“Iyaa, kau sudah mengatakannya. Tetapi aku perlu tahu kenapa kau tiba-tiba membatalkannya.” jelas Yuto tak mau kalah.
Entah, kurasa ia sudah menyadari ada sesuatu yang terjadi denganku hingga aku membatalkannya secara sepihak. Dan mataku yang masih sembab pun seperti memperkuat dugaannya.
“Kau tak perlu tau. Tidak penting.” Jawabku ketus.
“Yasudah kalau tidak penting. Kita kerjakan tugasnya sekarang.” Sahut Yuto tidak peduli yang bersiap ingin membuka pintu rumahku dan memasukinya.
Aku sengaja berdecak di depannya. Ia sungguh tidak ingin kalah hari ini.
Yuto yang mendengar suara decakku pun langsung menghentikan langkahnya. “Kau kenapa, sih? Tidak ingin mengerjakan tugas sekarang? Atau kau sedang tidak ingin bertemu denganku?” tanya Yuto dengan terus-terang seolah tahu isi hatiku saat ini.
Aku pun terkejut mendengar pertanyaannya.
Tak bisa kupungkiri. Dengan datangnya Yuto yang tidak kuduga ini pun sudah cukup membuatku senang. Terlebih dengan ia memaksa ingin tetap mengerjakan tugas, dan pertanyaannya yang baru saja ia lontarkan. Aku merasa mendapat sedikit perhatiannya.
Oh tidak, Ryoko. Itu hanya perasaanmu saja. Jangan terbawa suasana.
“Iya! Aku memang tidak ingin bertemu denganmu. Puas?” jawabku sekenanya yang mana memang itu jawabanku sebenarnya. Tetapi kurasa Yuto tidak menanggapinya dengan serius.
“Dih? Memang aku salah apa?” tanyanya lagi tanpa merasa bersalah. Kurasa ia menganggapnya aku hanya bercanda dengan jawabanku.
“Tidak, bukan apa-apa. Yasudah sana masuk.” Jawabku akhirnya tak ingin berlama-lama. Daripada ia makin curiga denganku.
Akhirnya Yuto masuk dengan aku yang mengikutinya dari belakang.
“Kau diam dulu di sini. Aku buat minum dulu.” Kataku menyuruh Yuto sambil melangkahkan kakiku ke dapur. Sebenarnya tujuanku hanya ingin menetralisir perasaanku saja, tetapi…
“Mau kubantu?” tidak biasanya Yuto menawarkan diri untuk membantuku. Biasanya setiap kita mengerjakan tugas bersama ia tidak pernah menawarkan diri seperti ini.
“Terserah kau saja.” Gagal sudah tujuan awalku untuk menetralisir perasaan. Tetapi aku tetap mencoba untuk memperbaiki moodku secara perlahan.
Aku pun langsung ke dapur untuk menyiapkan minuman dan snack untuk selingan kita mengerjakan tugas nanti.
Yuto mengikutiku ke dapur.
Saat ia sedang membuat minuman, tiba-tiba ia bertanya kepadaku perihal di kampus tadi.
“Ne. Di kampus kau tadi bertanya, kan, apa aku baru saja berpacaran?”
“Memang kenapa?” sahutku dengan memberanikan diri untuk melihat wajahnya.
“Kalau misal, aku jawab aku memang baru saja berpacaran, bagaimana?” entah kenapa aku mendengar intonasinya seakan sedang mengetes perasaanku.
“Ya—Yasudah.” Jawabku yang tidak tahu kenapa terbata-bata dan seperti salah tingkah. Pun, aku tidak tau harus menjawab seperti apa.
Mendengar jawabanku, Yuto memicingkan matanya ke arahku dengan senyum seringainya bersiap meledekku.
“Kau cemburu yaaa”. Ledeknya menghampiriku sambil menyenggol iseng pundakku.
Benarkan dugaanku. Ia pasti meledekku. Tawanya pun sudah terdengar saat ini. Seakan puas dan berhasil meledekku.
Mendengar tawanya pun mau tidak mau membuatku sedikit tersenyum juga.
“Apaan sih kau. Percaya diri sekali.”
Kau benar, Yuto. Sangat benar. Aku memang cemburu jika perempuan itu memang pacarmu. Batinku.
Yuto masih saja tertawa setelah mendengar jawabanku. Tidak tahu saja bahwa hatiku menjawab dengan perasaan yang teriris.
Yah, tetapi baguslah ia meledekku. Karena itu, ia bisa sedikit mencairkan suasana akhirnya.
Aku dan Yuto kembali ke ruang tamu untuk mengerjakan tugas setelah selesai membuat minuman dan mengambil snack.
Sifat suka menggodanya Yuto inilah yang semakin membuatku terperangkap oleh perasaan sepihak ini.
Aku pun tau menyukai orang secara sepihak ini lebih banyak memakan hati daripada rasa kupu-kupu yang beterbangan di perut. Tetapi aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini.
Tidak.
Aku bukan tidak bisa. Aku hanya tidak tahu bagaimana caranya.
Kalau setiap hari aku bisa bertemu dan bisa dekat dengannya, bagaimana bisa aku menghilangkan perasaan ini? Bagaimana bisa aku tidak terjatuh dengan godaan-godaan atau jahilannya Yuto yang selalu memunculkan rasa kupu-kupu beterbangan itu?
Namun tak bisa dipungkiri terkadang pun aku merasa aku orang yang beruntung. Kenapa? Karena aku bisa dekat dengan seorang Nakajima Yuto.
Karena ia pun termasuk salah satu cowo yang banyak disukai oleh para senior. Tak jarang ada yang meminta kontak Yuto kepadaku, namun karena ia sudah berpesan untuk tidak memberinya, aku pun tidak pernah memberikannya kepada salah satu dari mereka.
Tidak terasa kita baru bisa menyelesaikan tugasnya sekitar pukul 7 malam. Selesai kita mengerjakan tugas, akhirnya aku menguatkan dan memberanikan diri untuk bertanya kembali mengenai hubungan Yuto dengan Chinen. Ya, aku memang memaksakan perasaanku dan seakan menyakiti diriku sendiri dengan menanyakan hal ini.
“Yuto…” panggilku tanpa menoleh kepadanya. Aku hanya menatap meja bundar yang ada di hadapanku saat ini sambil memainkan jariku.
Yuto bergumam sebagai jawaban. “Perempuan yang tadi bersamamu, namanya Chinen Yuri?” tanyaku memberanikan diri untuk berbicara sambil menatap wajah Yuto.
“Iya, ada apa?” jawabnya halus. Ini adalah suara terhalus Yuto yang pernah aku dengar selama ini.
Aku hanya menggelengkan kepala pelan. Aku seperti tidak sanggup untuk menanyakannya.
Namun Yuto seakan mengerti ke mana arah pembicaraanku saat ini. Ia pun menanggapi lagi, “Kenapa? Kau masih penasaran dengan pertanyaanmu tadi saat istirahat?”
Aku nyengir mendengar pertanyaannya. “Hehe iyaa.”
Yuto menghela napas saat mengetahui aku masih penasaran dengan jawabannya. Ia pun akhirnya memutuskan untuk memberitahuku.
“Yasudah, aku beritahu. Daripada kau mati penasaran nanti”, ledeknya sambil tertawa. Dengan spontan aku mendorong bahunya kencang.
“Tidak seperti itu juga, bodoh.” Jawabku ketus. Ia masih saja tertawa. “Sudah, cepat beritahu!”
“Iya iya, berisik sekali. Iya, kau benar. Aku memang baru saja pacaran. Dan Yuri itu adalah orangnya.” Jelas Yuto memberi jawaban seperti apa yang aku inginkan sejak tadi.
Yuri…
Ia memanggil perempuan itu dengan nama kecilnya…
Hatiku mencelos mendengar jawabannya. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Hatiku teriris –seakan penuh dengan pisau yang menancap.
Walaupun aku sudah tahu jawabannya akan seperti ini dan membuat hatiku sakit, tetapi nyatanya mendengar langsung dari mulut Yuto lebih membuat hatiku tertusuk-tusuk.
Sebisa mungkin aku memasang muka datar setelah mendengar jawabannya –walaupun aku sudah bisa merasakan air mataku mulai menggenang sedikit demi sedikit.
“Benarkan dugaanku. Segala pura-pura menutupinya tadi”, protesku mengingat jawabannya tadi saat istirahat di kampus.
“Ya maaf, sih”, jawab Yuto sewot tak mau disalahkan. “Yuri yang memintaku untuk tidak menyebarkannya”
“Cih. Tidak ingin tersebar tapi gandeng tangan di depan kelas”, cibirku. Tidak, sebenarnya aku hanya cemburu dengan perempuan itu. Batinku.
“Dari yang tanggal 20 itu kah? Sudah hampir satu bulan?” tanyaku lagi tanpa menunggu jawaban dari Yuto.
“Iya hehe. Maaf ya, aku baru memberitahumu”
“Traktir aku dulu, baru aku akan memaafkanmu” jawabku evil mengambil kesempatan dalam kesempitan.
“Yasudah, ayo aku traktir es krim sekarang.”
Setelah Yuto mengiyakan akan mentraktirku, aku merapihkan gelas-gelas dan plastik snack yang sudah habis dan meninggalkan Yuto sebentar ke dapur.
Di saat itu pula ternyata Yuto membuka lembar halaman bukuku yang sangat aku tidak ingin ia mengetahuinya. Aku melihat ia membuka salah satu buku kuliahku tepat di halaman di mana terdapat gambar payung cinta yang terdapat namaku dan Yuto di pojok bawah halaman –lengkap dengan ukiran love nya. Aku membeku ketika melihatnya. Tetapi aku tidak ingin membahasnya dan memutuskan untuk pura-pura tidak tahu.
Sekembalinya aku dari dapur, Yuto terlihat gugup dan menutup buku itu dengan cepat. Kita berdua pun keluar untuk membeli es krim, seperti yang sudah dijanjikan oleh Yuto.
Sejak Yuto membuka buku itu, ia sangat irit bicara. Tidak biasanya kita berdua banyak diam ketika berjalan. Seakan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aku sudah menduga pasti ia memikirkan hal itu.
Setelah menghabiskan es krim di mini market, aku masih membawa lima buah es krim di kantong plastik sebagai traktiran Yuto untukku. Aku mengantar Yuto pulang ke persimpangan jalan sebagai perbatasan perumahanku dengan stasiun. Ketika kita sedang menunggu lampu merah berganti hijau –di jalan yang lumayan sepi, tiba-tiba saja Yuto menggumamkan sesuatu. Sangat pelan. Tetapi cukup berhasil untuk membuatku membeku di tempat.
“Kau… menyukaiku?”
-----
To be continued~
Gimana menurut kalian part ini? Ehehehe
Semoga suka dan tetep ngikutin ceritanya yaa.
Makasih yang udah sempetin baca💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Attack [REMAKE]
FanfictionYuto dan Ryoko sudah berteman sejak hari pertama masuk kuliah. Bak sepasang kekasih, kemanapun mereka pergi hampir selalu bersama. Tetapi tiba-tiba saja Yuto perlahan seperti menghindar dari Ryoko. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana perasaa...