Setelah jam kuliah selesai, aku kembali mengingatkan Yuto untuk menemuiku di taman kampus dan pamit untuk pergi duluan. Mungkin ia akan memberitahu Chinen terlebih dahulu, pikirku.
Aku memutuskan untuk membeli minuman di vending machine terlebih dahulu untuk bicara nanti dengan Yuto.
Setelah 10 menit aku keliling kampus untuk mempersiapkan mentalku, akupun pergi ke taman kampus yang ternyata Yuto sudah menunggunya di sana.
"Sudah lama?" tanyaku membuka percakapan sambil memberinya minuman kaleng yang tadi sudah kubeli.
"Oh, terimakasih." Sahutnya menerima minuman dariku. "Tidak juga. Kau mau bicara apa?" tanyanya serileks mungkin.
"Oke begini. Aku akan to the point saja." Aku merasa suasana di sekitarku tiba-tiba serius. "Entah kau merasa atau tidak, tetapi setelah kita mengerjakan tugas 3 hari yang lalu di rumahku, aku merasa sikap kau berubah. Kau ada masalahkah denganku?" tanyaku berterus-terang.
Yuto tersenyum, tetapi aku tak bisa mendeskripsikan arti senyumannya itu.
"Sasuga, Ryoko. Kau memang tau segala perubahanku." Jawabnya. Entah mengejek atau memujiku.
"Aku tau. Kau melihatnya, kan? Ukiran cinta yang terdapat namaku dan namamu di dalamnya..." tanyaku tanpa basa-basi.
Yuto menatapku terkejut. "Eh?! Kau melihatnya?"
Karakternya kembali.
Mungkin ia sudah menetralisir perasaannya setelah aku memintanya untuk bertemu hari ini.
Aku tersenyum meringis. "Haha ternyata benar. Ya, aku melihatnya dari dapur."Hening menyelimuti sejenak di antara kita.
"Ryoko... Maaf. Aku tidak seharusnya membuka bukumu tanpa izin." Kata Yuto akhirnya meminta maaf. *Kurasa ia menyesal telah mengetahui perasaanku kepadanya yang lebih dari sekadar teman.
Aku menggeleng. Karena di sini aku lah yang salah telah menyembunyikan semuanya dan selama ini.
"Tidak. Seharusnya aku yang meminta maaf."
Yuto menautkan alisnya. Heran. "Untuk apa?"
Aku memberi jeda sejenak untuk mengumpulkan keberanianku kembali. "Maaf... karena aku telah menyukaimu. Maaf aku sudah menyembunyikan semua ini darimu. Aku tau kau kecewa karena aku menganggapmu lebih dari seorang teman, bukan? Tetapi inilah perasaanku yang sebenarnya." Ujarku menunduk. Kini giliranku yang tidak berani untuk menatap Yuto.
Yuto memegang pundakku. "Tidak, Ryoko. Untuk apa kau meminta maaf? Kau tidak perlu melakukannya."
Aku mengangkat kepalaku setelah mendengarnya. Meminta penjelasan apa maksud dari perkataannya barusan.
"Maksudmu?"
"Tidak ada yang salah dari menyukai seseorang. Begitupun kau yang menyukaiku sebagai lawan jenis, bukan hanya sebagai teman dekat. Itu tidak salah. Dan kau tidak perlu meminta maaf karena hal itu...
....Lagi pula, itu bukan kemauanmu sendiri, bukan? Perasaan itu yang sendirinya muncul di dalam hatimu, bukan begitu?" aku mengangguk kecil mengiyakan perkataannya. "Aku senang, kok, karena orang yang menyukaiku adalah kau. Jadi, aku ingin kau tidak menyalahkan dirimu sendiri atas perasaanmu itu. Menyukai seseorang itu hal yang manusiawi, benar?"
Aku meneteskan air mata mendengar perkataannya yang terdengar sangat bijak itu. Entah, aku merasa tersentuh sekaligus terharu karena Yuto bisa mengatakan hal yang sangat baik seperti itu. Walaupun aku tau, ia mengatakan itu hanya untuk menenangkanku saja.
"Arigatou" kataku masih menunduk. Aku sangat beruntung bisa berteman dan menyukainya. Aku tak menyangka ia bisa sangat baik dan bisa menghargai perasaan perempuan selembut ini.
Entah mengapa ia mengelus pundakku yang membuatku sedikit lebih tenang. "Sudah, jangan nangis."
"Kenapa kau sangat baik padaku, Yuto? Aku bahkan menyukaimu. Memang kau tidak merasa terganggu dengan itu? Kenapa kau malah memperlakukanku seperti ini saat aku sudah mengatakannya?" tanyaku bertubi-tubi seakan tak memberinya waktu untuk menjawab pertanyaanku.
Aku memberanikan diri untuk melihatnya setelah itu. Kulihat Yuto tersenyum mendengar pertanyaanku yang membuat elusan di pundakku terhenti.
"Sudah jelas bukan? Aku pun tadi sudah mengatakannya. Karena kau adalah teman dekatku dan aku merasa senang bahwa itu kau, teman dekatku sendiri, yang menyukaiku."
Aku menarik nafas, kembali mengumpulkan keberanianku untuk mengeluarkan segala perasaan yang ada di hatiku.
"Jujur, aku sangat senang kau tetap baik padaku dan memperlakukanku selembut ini. Tapi apakah terlintas di pikiranmu kalau sikapmu yang seperti ini bisa membuatku lebih tersakiti karena aku tau kebaikanmu ini tidak lebih dari seorang teman?"Hening.
Kulihat Yuto tampak kesulitan untuk menjawab perkataanku. Dan raut wajahnya yang terlihat sedih. Mungkin ia tak menyangka aku akan mengatakan hal seperti itu.
"Ryoko..." terdengar sendu intonasinya. "Aku minta maaf. Aku sungguh minta maaf. Aku tidak tau kalau sikapku yang seperti ini bisa membuatmu tersakiti. Aku tau mungkin ini terdengar seperti alasan belaka, tetapi aku memperlakukanmu selembut ini karena kau adalah temanku dekatku. Dan aku tidak ingin melihat temanku sedih, apalagi penyebabnya adalah karena diriku sendiri. Maafin aku."
Tangisanku yang semula sudah berhenti, kini kembali mengalir. Aku merasa apa yang Yuto baru saja katakan itu sangat tulus. Walaupun sebelumnya ia tidak pernah seperti ini, tetapi aku merasa ketulusannya lewat perkataannya tadi.
Aku menggeleng. Ia sangat baik.
Aku merasa bersalah sudah mencecarnya dengan segala unek-unek perasaanku yang merasa tersakiti olehnya. Padahal aku sendiri yang memutuskan untuk memiliki perasaan sepihak ini dan tidak mengatakannya langsung kepada Yuto. Aku merasa bersalah sudah membuatnya minta maaf kepadaku.
Aku menenangkan diriku perlahan dan menghapus sisa air mataku. Aku sudah merasa lega setelah mengatakan perasaanku yang sebenarnya dan mendengar jawaban-jawaban Yuto yang membuatku sangat terharu.
Aku beranikan diri untuk melihat Yuto yang ternyata juga masih menatapku sendu. Aku tersenyum ke arahnya dan memukul pundaknya pelan dengan kedua tanganku, memberinya sinyal bahwa aku sudah baik-baik saja.
"Yosh! Aku sudah lega sekarang. Yuto, terimakasih" kataku sambil tersenyum kepadanya. Kuharap senyumku ini tidak terlihat seperti dipaksakan.
"Kau... benar tidak apa-apa?" tanyanya meyakinkan.
Aku mengangguk pasti. "Un. Terimakasih Yuto. Aku sangat senang bisa menjadi teman dekatmu. Aku juga minta maaf sudah membuatmu merasa bersalah. Aku bisa merasakan ketulusanmu setelah mendengar semua jawabanmu tadi. Aku harap kau tidak keberatan dengan aku menyimpan rasa kepadamu, dan akan tetap menjadi teman dekatku tanpa ada rasa canggung."
"Pasti!" jawabnya. Ia meregangkan kedua tangannya seperti memberi aba-aba berpelukan. Aku pun dengan senangnya menerima pelukannya tersebut.
"Arigatou, Yuto. Hontou ni arigatou!!" kataku yang bertengger di pundaknya sambil mengeratkan pelukan kita berdua.
Yuto yang juga menaruh dagunya di pundakku tersenyum sambil mengelusnya pelan. "Aku pastikan tidak ada yang berubah dari pertemanan kita, ne."
Ya, begitulah akhir dari pengakuanku. Tetap menjadi teman dekatnya tanpa ada yang berubah di antara kita itu sudah cukup bagiku. Walaupun perasaanku tetap tak terbalaskan, setidaknya sudah tidak ada yang kusembunyikan dari Yuto.-The End-
-----
Hallo~~ xD
Agak weird yaa chapter terakhirnyaa, maapin xD
Gimana menurut kalian? Semoga enjoy yaa bacanyaa.
Makasih juga yg udah nyempetin baca fanfic tak bermutu inii😁💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Attack [REMAKE]
FanfictionYuto dan Ryoko sudah berteman sejak hari pertama masuk kuliah. Bak sepasang kekasih, kemanapun mereka pergi hampir selalu bersama. Tetapi tiba-tiba saja Yuto perlahan seperti menghindar dari Ryoko. Apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana perasaa...