Part 3

28 4 0
                                    

Flashback

“Ne, Ryoko. Kau kan perempuan, tidak ada laki-laki yang sedang kau incar?” tanya Yuto tiba-tiba menyambung percakapan kita yang sempat terputus ketika kita sedang ada jam kosong.
 
Ya, aku memang hampir tidak pernah menceritakan hubungan percintaanku kepada Yuto, walaupun ia adalah teman dekatku yang hampir kemanapun bersama. Tidak ada alasan khusus, hanya saja aku merasa sedikit aneh ketika harus menceritakan hubungan percintaanku kepada teman laki-laki. Terlebih orang yang kusukai adalah dirinya, semakin membuatku mengurungkan diri untuk bercerita kepadanya.
 
Tepat saat ia bertanya, aku teringat beberapa hari sebelumnya aku sempat tidak sengaja melihat notifikasi handphone nya Yuto yang tergeletak di meja –sedang chattingan di LINE dengan perempuan dari kelas lain. Chinen Yuri, begitu nama yang terlihat di layar handphone nya Yuto.
 
Aku yang melihat notifikasi itu terus bermunculan di handphone nya Yuto, tak bisa dipungkiri dadaku terasa sesak. Bagaimana tidak? Percakapan di antara mereka berdua terlihat sangat akrab dan penuh canda. Memang, itu terjadi padaku juga, hanya saja aku seperti tidak terima melihat Yuto sebegitu akrabnya dengan perempuan dari kelas lain. Aku tau aku hanya cemburu.
 
“Kesambet apaan kau bertanya tentang itu? Hahaha.” sahutku tak langsung memberinya jawaban. Tetapi dengan begitu, aku mendapatkan ide untuk menceritakan dirinya dengan dalih aku menyukai laki-laki lain.
 
“Memang tidak boleh aku bertanya hal ini? Ayolah, sepertinya aku belum pernah dengar ceritamu lagi suka sama seseorang”, rujuknya tak ingin kalah. Seperti anak kecil memang.
 
Dengan ide mengarang cerita yang aslinya menceritakan dirinya, aku mulai menceritakan kepadanya.
 
“Baiklah, aku ceritakan.” Yuto mengubah posisinya –menopang dagunya dengan tangan kanannya, seakan siap untuk mendengarkan ceritaku yang eksklusif ini. “Jadi, ada satu laki-laki yang aku suka. Yaa bisa dibilang orang ini cakep, lumayan popular di kalangan teman-temannya. Dia orangnya supel juga. Entah bagaimana aku bisa dekat dengan laki-laki ini. Tapi sayangnya perasaanku kepadanya hanya perasaan sepihak saja”, tawaku miris mengingat kenyataan pahit ini.
 
“Anak mana ini yang kau suka?”
 
Aku hanya menjawab sekenanya. “Ada, temanku intinya. Lanjut nih, ya”
 
“Tunggu dulu. Tau darimana kalau perasaanmu hanya perasaan sepihak, hm?”, tanya Yuto –entah kenapa mendengar intonasinya yang seperti itu aku merasa seakan ia tidak terima bahwa perasaanku tidak terbalaskan.
 
Tetapi tentu saja pemikiran bodohku itu langsung kutepis. Tidak mungkin Yuto berpikiran seperti itu.
 
“Dengarkan dulu makanya!” ujarku tak sabaran. “Disini baru mau kuceritakan”
 
“Haha iya iya maaf”
Entah kenapa aku sedikit tertawa mendengar permintaan maafnya Yuto.
 
Aku pun melanjutkan mengarang ceritaku dengan membawa kejadian dimana aku melihat notifikasi LINE nya Yuto dengan Chinen.
 
“Lalu akhir-akhir ini aku sering ketemu lagi sama dia. Pas banget lagi main, aku ngga sengaja lihat notifikasi handphone nya waktu lagi dia tinggalin. Ternyata dia lagi deket sama perempuan. Mereka akrab banget, Yuto!! Sakit hati banget lihatnya” lanjutku dengan nada sedikit merengek –mengingat bagaimana sakit hatiku saat melihat isi percakapan Chinen ke Yuto.
 
Yuto pun menanggapi, “Tapi kau dengannya juga akrab, kan?”
 
“Iyaa. Tapi aku merasa kedekatan mereka lebih intense dibanding aku”
 
Yuto terlihat sedikit berfikir. Seakan menaruh simpati padaku.
“Yasudah kau cari saja laki-laki lain. Daripada kau sakit hati terus-terusan”, ucapnya memberi saran.
 
Kuakui, saran yang diberikan Yuto sudah paling benar. Tetapi di sisi lain, aku seperti tidak ingin mengikuti sarannya. Bagaimanapun aku bersyukur masih bisa dekat dengan orang yang kusuka, yang mana orangnya ada di depan mataku saat ini, walaupun aku harus menyukainya secara sepihak seperti ini.
 
“Kau enak hanya bicara, gampang”
 
“Ya bukan begitu. Aku hanya kasihan kalau kau harus menyukai laki-laki yang bahkan tidak melihat kau sama sekali”, jawab Yuto memperjelas maksudnya. “Lebih baik kau cari laki-laki lain yang bisa menyukai dan menyayangi kau apa adanya”
 
Jujur, aku terenyuh mendengar jawabannya. Aku merasa diperhatikan. Aku merasa Yuto menganggap pertemanan kita ini tulus.
 

Flashback End

***

“Kau… menyukaiku?” gumam Yuto sangat pelan dengan tatapan lurus ke depan, tetapi cukup kencang bagiku untuk mendengarnya dan membuatku membeku seketika.
 
Sedikit butuh waktu untukku menjawab pertanyaannya. Aku berusaha untuk pura-pura tidak mendengarnya agar kecanggungan di antara aku dengannya tidak semakin berkepanjangan.
 
“Hm? Kau mengatakan sesuatu?” ujarku sambil menoleh ke arahnya.
 
Yuto yang seakan pura-pura sadar dari lamunannya ikut menoleh ke arahku dengan sedikit gugup. “E-eh? T-tidak…”
 
“Oh yasudah” jawabku sedikit tenang. “Kalau begitu sampai ketemu besok di kampus. Kau hati-hati di jalan. Jangan kebanyakan melamun” lanjutku tertawa kecil sambil mengingatkannya.
 
“Un, jaa ne”
 
Aku pun berpisah dengan Yuto untuk hari itu. Entah kenapa aku merasa sedikit khawatir dengannya. Ia adalah tipe orang yang overthinking. Sudah pasti ia memikirkan ukiran yang sudah dilihatnya di buku kuliahku tadi sebelum pulang.
 
Di sisi lain, aku memikirkan posisiku sendiri. Yuto sudah mengetahui perasaanku. Bagaimana hubungan pertemananku dengannya setelah ini? Apa ia masih ingin berteman tulus denganku? Apakah tidak akan canggung? Aku memikirkannya sepanjang jalan pulang ke rumah.
 
Tetapi selama aku belum mengatakan apapun kepadanya, kupikir akan lebih baik jika aku pura-pura bahwa tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Ya, aku sudah putuskan. Setidaknya untuk beberapa hari ke depan. Aku masih harus menyiapkan mentalku juga untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya kepada Yuto.
 
Sayangnya, hubungan pertemananku dengan Yuto yang aku kira akan baik-baik saja untuk beberapa hari ke depan –karena aku belum mengatakan yang sebenarnya- itu salah. Sudah tiga hari sejak ia melihat ukiran itu, ia seperti menghindar dariku. Ia terlihat sangat kaku berbicara denganku.
 
Haha. Ternyata ia tidak pandai untuk berpura-pura dengan apa yang sudah diketahuinya.
 
Melihat sikapnya yang seperti itu, mau tidak mau aku pun harus berterus-terang dengannya. Ya, mau tidak mau aku harus menyatakan perasaanku selama ini kepadanya.
 
Memang mustahil ya, untuk berteman dengan lawan jenis tanpa menyimpan rasa suka sedikitpun. Pikirku.
 
Keesokannya, hari keempat setelah Yuto melihat ukiran itu, aku memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya.
 
Sesaat dosen menutup pelajaran hari itu, aku mengajak Yuto bicara.
 
“Yuto, kau ada waktu nanti setelah kuliah selesai?”
 
Aku dengan jelas menatap matanya saat berbicara, tetapi Yuto seakan tidak berani untuk menatapku langsung. Sedetik menatapku, setelah itu ia berusaha melihat ke arah yang lain. Dalam hati aku tertawa miris melihat sikapnya seperti itu kepadaku.
 
“A-ada kok. Ada apa?” tanyanya.
 
Entah kenapa aku berusaha untuk tersenyum. “Ada yang ingin aku bicarakan. Nanti kita bicara di taman kampus, ya, pulang kuliah”
 
“O-oh baiklah”
 
Mungkin ia sudah punya pemikiran bahwa aku akan mempertanyakan perubahan sikapnya dalam tiga hari ini.
 
Setelahnya, aku langsung meninggalkan Yuto sendiri di bangku. Entah, aku seperti butuh menghirup udara bebas setelah membuat janji dengannya.

To be continued~

Heart Attack [REMAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang