Saka terbangun dengan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Dilihatnya Putri Kartika dan Budi yang wajahnya sama-sama memucat dengan seorang dokter dan suster yang mencoba menenangkan mereka.
Begitu ia benar-benar sadar, Putri Kartika langsung melepaskan pakaiannya untuk membersihkan keringat di sekujur tubuhnya dengan handuk dingin. Sementara itu Budi pergi keluar untuk mencarikan pakaian ganti untuknya.
"Dokter bilang kondisi fisikmu sudah membaik Saka. Waktu aku melihat atma dalam tubuhmu, alirannya lancer. Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
Saka ingin menjawab, akan tetapi mulutnya masih penuh oleh cairan elektrolit untuk mengembalikan cairan tubuhnya dalam waktu singkat. Sepertinya Putri Kartika sedang terburu-buru. Entah ia akan mengajaknya kemana.
"Enggak Kak. Hanya saja, aku tadi bermimpi."
Mendengarnya putri Kartika hanya mengerutkan keningnya. Dicucinya kedua tangannya bersih pada wastefel di dekat jendela lalu ia kembali sambil membuka tasnya yang berisi onigiri berbungkus plastik bening, yang rupa-rupanya ia beli dari supermarket tepat sebelum ia menjenguk Saka.
"Mimpi seperti apa?"
Saka mengambil onigiri dari tangan sang putri, mengucapkan terimakasih lalu digigitnya nasi berikut rumput laut keringnya sembari mencoba mengingat-ingat mimpi yang barusan membuatnya berteriak-teriak dalam tidurnya.
"Aku tidak yakin Kak. Tapi sepertinya aku melihat anak perempuan."
"Oh... Umurnya berapa kira-kira?"
Benak Saka berpikir keras, ia merasa Putri Kartika tertarik akan mimpinya dan mungkin hal itu bisa memberikan petunjuk tentang tangan kanannya. Karena itu ia mencoba berusaha keras mengingat detail mimpinya.
"Sepertinya anak SD. Rambutnya panjang dengan wajah ganjil yang tak bisa kuingat. Yang kutahu ketika aku melihat wajahnya, aku merasakan kengerian yang hebat."
Entah mengapa, kata-kata Saka membuat sendu terlihat di seraut wajahnya. Saka yang tak merasa salah ucap merasa kebingungan dengan reaksi Kartika.
"Maaf Saka. Pertarungan terakhirmu dengan sundel bolong bertubuh gadis kecil itu, pasti membuamu takut ya?"
"Eh, bukan Putri, maksudku Kak Kartika."
Di tengah suasana canggung itu, Budi mendadak datang melemparkan pakaian terbungkus plastik yang telah dicuci dari binatu pada Saka. Lalu tanpa sungkan diambilnya onigiri di atas rak meja.
"Buatku kan Kak?"
"Iya, makan saja."
Menyadari sang putri tengah teralihkan perhatiannya, Saka cepat-cepat merobek plastik pembungkus dan segera memakai kemejanya cepat-cepat, agar sang putri tidak menawarkan diri untuk memakaikan pakaian padanya seperti bayi. Tapi sayang, tangan kanannya berkhianat dan membuatnya meringis kesakitan kembali.
"Sudah Saka, jangan paksakan dirimu. Sini, aku pakaikan."
Meskipun wajah Budi memerah menahan malu, tapi Kartika seolah tak peduli. Budi yang mengetahui hal itu berpura-pura membuang muka tak peduli padahal dibaliknya ia tertawa tanpa suara agar ia tidak menyinggung perasaan sahabat karibnya itu. Begitu selesasi Putri Kartika kembali duduk di kursinya sembari termangu meantap Kayon yang terlihat tak terganggu meski kabarnya sore tadi Jerusalem telah mengirimkan belasan Eksorsisnya untuk menahan laju pertumbuhan Kayon. Setelah beberapa kali menghela nafas, Putri Kartika membalikkan badannya dan menatap dua anak lelaki yang saling berpandangan di depannya.
"Budi, Saka. Ada hal penting yang ingin kukatakan pada kalian."
############
Aroma getah pohon tercium di udara, seperti karet tapi tak terlalu tajam. Selain itu aroma anyir darah juga tercium kuat dengan tubuh-tubuh yang tergeletak begitu saja di lantai. Aya sebenarnya enggan menyebut apa yang dilakukannya adalah pembantaian. Akan tatapi, bahkan dengan gabungan dari rikma dan racun kalasan, ia tak mampu membuat murid-murid Anjani yang sakti mandraguna terdiam seperti ayam lumpuh.
Suara geraman mencuat muncul bersamaan dengan dua serangan tak terduga yang langsung tertepis oleh rikma milik Aya. Anjani sang puntianak kapi hijau tak kuasa menahan racun yang seharusnya ia sendiri kebal. Sepertinya ia yang hanya bisa menahan racun milik Kalasan tak mampu menahan ruh pemakan aura milik rikma dari paku puntianak getih mutih. Sementara itu serangga yang menyerang Aya dari belakang langsung tercabik oleh panas dari mustika miliknya.
"Kalau kau muncul dari tadi, kau bisa menyelamatkan teman-temanmu kuntilanak monyet!"
Anjani menjerit ketika rambut-rambut yang menjeratnya perlahan makin lama semakin erat mencoba meremas belulangnya seperti ular anakonda.
"Hentikan!"
Lesmana berteriak dari dalam ruangan tempat Anjani meregang nyawa. Chandra di belakang Aya menepuh bahu adik perempuannya agar ia menurut sambil menunjuk sesosok lelaki tua yang tak mereka sangka akan berada di sarang Gagak Hitam.
"Kakek Slamet?"
Lelaki tua yang berada di dalam sana terlihat mencengkeram leher milik puntianak hitam Langsuir yang telah memakan empat paku puntianak. Ia yang searusnya lebih kuat dari Aya yang sudah menelan dua paku puntianak terlihat tak berkutik di tangan lelaki tua itu.
"Aya dan bocah tua. Kalian berdua tidak sopan sekali melangkahiku dalam mengurus murid semata wayangku ini."
Tangan renta itu bergerak memasuki mulut sang langsuir yang mencoba menggigit putus jemarinya, akan tetapi tangan pak tua itu meluncur begitu saja menuju tenggorokan sang puntianak dan seketika mencabut empat batang paku puntianak dengan empat warna aura berbeda.
"Ini bukan yang kalian cari?"
Langsuir terbatuk-batuk dengan tubuh melemas di pelukan Slamet. Sepasang banaspati yang menyaksikan hal itu langsung sigap mengambil paku-paku dari tangan lelaki tua itu.
"Irawan, Lesmana. Jika kalian ingin agar puntianak kalian bisa keluar selamat berikut diri kalian, tinggalkan paku puntianak pemberian Anjani!"
Setelah saling berpandangan, Lesmana dan Irawan langsung melemparkan keris mereka ke lantai. Banaspati lain yang sedang melayang-layang di dekat kursi roda langsung meluncur menyambut kedua paku itu dengan senang hati.
"Sekarang, kalian yang sudah tidak memiliki urusan apapun di tempat ini bisa meninggalkanku berdua dengan muridku terkasih."
############
Sebuah mobil kelabu meluncur di jalanan kota dengan suara ambulan dan pemadam mobil pemadam kebakaran yang meluncur menuju bukit Sujati. Kartika tak ingin merasa terganggu oleh apapun yang terjadi di atas bukit itu, meski samar dari jalanan kota ia bisa melihat titik-titik api yang muncul disana. Saka terlihat lebih tenang dengan tangan yang mungkin sedikit gatal karena harus ditempeli oleh rajah lagi sementara Budi terlihat memainkan ponsel barunya, mungkin sedang menghubungi adik perempuannya.
"Kau tidak mencoba hp barumu Saka?"
Putri Kartika tiba-tiba berseru pelan setelah menancap gas untuk mendahului truk yang melambat karena harus membiarkan ambulan lewat terlebih dahulu dari arah berlawanan.
"Nanti saja Kak."
Meskipun ia mencoba mencairkan suasana, tapi rasa tegang tetap saja menghinggapi Kartika. Ia barusan memberiahu Budi dan Saka bahwa untuk mencari jalan keluar tentang masalah tangan Saka dan juga Kayon, ia terpaksa harus menemui dua sosok perempuan paling terkenal di jagat demit di tanah Jawa. Dan mereka tak lain dan tak bukan adalah dua dewi pelindung keturunan Keraton Akasaloka, yakni Nyai Kidul, sang putri dari Dewi Sekarwati sang naga laut selatan, dan Nyai Pohaci, putri dari Sang Hyang Antaboga.
Budi seharusnya tak perlu ikut, akan tetapi ketika ia berkata bahwa ia ingin menguatkan Saka, Kartika langsung mafhum bahwa Budi ingin mengetahui bagaiman cara agar keluarganya bisa terlepas dari kutukan awatara ratu kidul. Terlebih kondisi Lia juga tak membaik semenjak ia menggunakan kekuatannya sebagai titisan ratu kidul. Hal itulah yang membuat Kartika tak memiliki pilihan selain membawanya turut serta dalam pertemuan rahasia ini.
Akan tetapi satu hal yang tak diketahui Kartika adalah, ada dua pasang mata yang sedaritadi mengawasi mobilnya dan menantinya untuk melakukan pertemuan dengan kedua dewi berdarah ular itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Jumat [5] Kayon
ParanormalSetelah insiden Swarbhanu, Jerusalem dan Niskala (Dulu Nirvana) mendapatkan masalah yang lebih besar semenjak menghilangnya Aji Saputra, yakni sebuah pohon raksasa yang tumbuh di bukit Sujati. Sementara itu Aya Nathania yang telah menjadi manusia da...