21 - Awatara Tridewi

21 2 8
                                    

"Kau masih ada urusan denganku Kasyapa?"

"Tentu Slamet. Dan aku tak memerlukan orang-orang tak berkepentingan di antara kita."

Slamet pada awalnya berpikir bahwa apa yang dimaksudkan Kasyapa adalah Gayatri dan dua sejoli teman Aji Saputra, tapi ketika lelaki tua itu menyadari bahwa si jenggot panjang memandang tak suka dengan Khumaira dan Inten, Slamet langsung menyela.

"Mereka adalah bagian dari diriku Kasyapa, jika kau ingin aku mendengarkanmu, kau harus membiarkan mereka ada di dekatku."

"Terserah kau saja. Tapi mungkin gadis Ifrit itu bisa membuatku meyakinkanmu Slamet. Apa hal itu tak masalah buatmu? Kau dan sisi netral munafikmu itu."

"Bah, aku mungkin netral. Tapi aku tak bisa memaksa Inten atau Khumaira bukan?"

Seringai akhirnya terkembang di wajah Slamet, membuat Kasyapa sadar bahwa lelaki tua di hadapannya tak berubah sujung jari pun dari dirinya di masa muda. Hanya saja mungkin Slamet sudah merasa lelah dengan banyak hal di masa senjanya, dan dengan sedikit senggolan maka Slamet akan kembali pada dirinya pada masa kejayaannya.

"Aku tak peduli apakah kau mau ikut rencanaku atau tidak Slamet, akan tetapi aku berharap kau tidak mengganggu rencanaku."

"Tergantung Kasyapa, apakah rencanamu akan mengganggu hidupku? Seperti Anjani yang dengan bodoh menyerangku dan pada akhirnya kehilangan segalanya dalam sekejap."

Slamet mencoba mengancam, akan tetapi Kasyapa hanya terkekeh. Dimintanya Putri Naga Inten untuk menuangkan teh pada cangkirnya lalu diminumnya perlahan selagi hangat. Aroma melati tercium kuat membuat Kasyapa bisa lebih tenang membahas rencananya berkitnya.

"Apa yang kulakukan tak lain adalah untuk menyingkirkan masalah besarmu saat ini, akan tetapi aku yakin Jin Ifrit yang duduk manis di sampingmu itu mungkin akan terganggu akan rencanaku."

"Ooh? Dan apa rencanamu pak tua? Omonganmu cukup kurang ajar sebagai tamu. Untuk Kakek Slamet menahanku, karena jika tidak, maka engkau sudah menjadi abu sekarang!"

Kasyapa tertawa dengan keras, ia sepertinya sudah tak benar-benar peduli dengan nyawanya. Slamet yang melihat bahwa Khumaira mulai terpancing segera menenangkan wanita jin itu begitu Slamet melihat sepasang tanduk telah terbentuk di dahinya.

"Kau ingat Slamet? Keraton di Bandoso yang sudah porak poranda karena serangan Majapahit? Yang sisa bangunannya digunakan oleh pemerintah yang sekarang sudah berhasil kuambil?"

"Tentu, setiap aku melewati tempat itu, ada aura ganjil kuat yang tak pernah bisa kudeteksi. Apa yang kau sembunyikan di tempat itu jenggot panjang?"

"Kau bisa merasakannya tapi tak pernah berani untuk menyelidikinya? Apa Anjasmara semengerikan itu sampai kau tak pernah berani mencari tahu?"

"Langsung saja pada intinya Kasyapa! Aku tidak ingin membuang waktuku lebi dari ini!"

"Ah baik-baik. Singkat saja Slamet. Aku akan memindahkan Kayon dan menempatkannya di keraton Akasaloka!"

Khumaira menatap Kasyapa dengan tatapan tidak percaya, sementara Slamet hanya terdiam tak bersuara. Lelaki tua itu sepertinya sudah bisa meraba-raba kemana arah pembicaraan ini akan menuju.

"Jerusalem yang memiliki tanah keraton tak pernah menyadari bahwa kami memiliki tunas kalpataru yang sejak dahulu digunakan oleh keluarga kerajaan untuk berhubungan dengan dewi-dewi dari dunia lain. Akan tetapi Slamet, tunas itu takkan bisa tumbuh dengan keberadaan Kayon sekarang. Karena itulah, aku Kasyapa keturunan dari Akasapura, akan memanfaatkan keberadaan Kayon dan menggunakan atma yang telah dipanennya untuk menumbuhkan Kayon kami sendiri."

Malam Jumat [5] KayonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang