awal mula

54 24 17
                                    

"ya tuhan, kenapa Bandung hari ini panas sekali?" runtukku kesal sambil berkali-kali mengelap keringatku yang sejak tadi meleleh di pipiku. pakaian ku pun sukses di buat nya basah, seperti habis main hujan-hujanan, dan aku mulai mencium bau yang tidak sedap dari tubuhku ini.

   Arghh... aku benar-benar sudah tak tahan, ingin rasanya aku mencari kolam dan menceburkan diri ke dalamnya. Ah,pasti rasanya begitu segar. Tapi sayangnya di sekitar sini tidak ada kolam, bahkan penjualan minuman pun tidak ada.
"sial!!"

   Entah kenapa siang ini terasa begitu panas tidak seperti biasanya. tubuhku serasa terbakar dan sebentar lagi mungkin akan mengeluarkan asap. Apa mungkin ini efek dari radiasi matahari seperti yang diberitakan di televisi kemarin? Tapi kenapa orang-orang yang berlalu lalang di depan ku ini sama sekali tidak kepanasan? Aneh. Aku terus berargumen sendiri, mencoba menghibur diriku agar melupakan sejenak rasa panas ini.

   kulirik jam tangan ku sekali lagi, pukul 2 siang. Sudah 2 jam aku berdiri di halte ini menunggu bus yang gak muncul dari tadi. Aku hanya bisa menarik napas kesal. kadang duduk, kadang berdiri, dan mondar-mandir seperti setrikaan.
   menunggu memang hal yang menyebalkan.
Huft.
 
    Drttt...drttt..."you have one massage... you have one massage..."
  
    ponselku tiba-tiba bergetar dan mengeluarkan bunyi khasnya. Kurogoh tas selempangku mencari ponselku. setelah dapat, kuperhatikan dengan teliti siapa pengirimnya. Entah kenapa mata ku mulai tak jelas melihat tulisan yang ada pada layar ponsel ini. padahal tadi di kampus masih baik-baik saja. Apa ini efek dari kepanasan, ya?
   
      Hmm... ternyata dari adikku bella.

Bella: "lanceuk kau di mana? Aku akan pulang sekarang. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Aku sudah bawakan makan untukmu, jangan lupa dimakan dan habiskan"

(lanceuk=kakak di bahasa orang Bandung)

   Aku tersenyum simpul, dan dengan cekatan membalas pesan (Kaila Sherly Sifabella disingkat bella) bella.
 
   " kakak masih di halte, busnya belum juga muncul. Aku sudah benar-benar frustasi. Baiklah,kau pulang saja. Jangan lupa sampaikan salamku pada ayah dan ibu. Terima kasih untuk makanannya."

   ~~~send~~~

   Drttt... tidak lama ada balasan lagi dari bella.

  " Ok! Jaga dirimu baik-baik ya, kakak!"

   Bella adalah adik perempuanku satu-satunya, sejak kami kecil kami memang terbiasa bercanda. Ya, meski kadang kala kami sering beradu mulut karena berbeda pendapat. Tapi, dia adalah orang yang paling mengerti aku. Dia yang tahu semua tentang kehidupanku, terutama kisah cintaku. begitu juga dengan ku, hanya aku yang tahu kisah cintanya. Bahkan ibu pun tidak pernah tahu, Karena kami memang tidak menceritakannya, Kami malu.

   Lama kami berkirim pesan dengannya, sampai akhirnya ia bilang akan disambung nanti karena sekarang dia sudah tiba di stasiun dan akan mengantri tiket. Aku membalas pesan terakhirnya dengan kata "Hati-hati".

    Aku pun kembali termenung sendiri seraya menatap lurus ke jalan raya, memperhatikan kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang. Tapi anehnya,kenapa tidak ada satupun bus yang lewat? sebenarnya aku bisa saja naik taksi, tapi aku harus mengirit. uangku tidak banyak, dan ongkos taksi mahal. Aku hanya mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua, yang nekat menuntut ilmu di Bandung tanpa ada sanak saudara. Dan hanya bekerja sebagai paruh waktu di restoran kecil sebagai pelayan.

    Beberapa menit kemudian, datang seorang laki-laki muda yang kemudian duduk di samping ku. ia melirik kearah ku sekilas, tapi tanpa ekspresi. Lalu tatapannya beralih ke depan-menatap jalan. Wajahnya kusut dan pucat, seperti orang mati.

     Apa dia juga kepanasan sepertiku? Tapi, Kenapa wajahnya sepucat itu? Apa dia menderita kelainan pigmen kulit? Ah, tidak mungkin... eh, sepertinya mungkin, hmm ..., gumamku sendiri mencoba menerka-nerka apa yang terjadi pada laki-laki di sampingku ini. Dan yang muncul di kepalaku adalah terkaan-terkaan bodoh yang seharusnya tidak perlu aku pikirkan. Benar-benar kurang kerjaan. Inilah akibat stres karena kepanasan,otak pun ikut panas
  
    Hening. Tidak ada sepatah kata pun dari laki-laki itu. Aku pun sama sekali tidak ada niat untuk menyapanya karena aku tidak terbiasa berbicara dengan orang asing.
Kuberanikan diri untuk meliriknya, Rasa penasaran yang memaksaku untuk melakukannya. Dan ternyata, laki-laki itu pun sedang menoleh ke arahku. Aku terkejut dan langsung memalingkan wajah, Lalu menunduk berpura-pura memainkan ponselku.

kau dan aku adalah takdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang