5. Lembar Terakhir

18 1 0
                                        

Sesampainya di taman, mereka segera mencari kursi untuk duduk. Tetapi pandangan Jade tidak sengaja menangkap seorang anak laki-laki seumurannya sedang duduk sendirian di bawah pohon besar yang rindang, Jade pun menghampiri anak itu.

"Jade, itu ada kursi kosong. Ayo kesa--" Ucapan Xarles terpotong karena ia melihat Jade tidak ada di sebelahnya. Xarles hanya mengedikkan bahunya dan berjalan ke kursi yang ia tunjuk tadi.

"Boleh aku duduk di sini?" tanya Jade saat ia sudah berada di depan anak itu. 

Anak itu terlihat terkesiap saat Jade tiba-tiba berbicara padanya, "Silahkan." 

Setelahnya, anak itu kembali melamun sembari menatap seorang keluarga yang sedang tertawa riang. 

"Sejak tadi, ku lihat kau selalu melamun. Ada apa?" Jade memulai percakapan setelah beberapa menit suasana di antara mereka hening.

"Tidak ada apa-apa." Balas anak itu dingin.

"Kau terlihat ada masalah. Kau bisa menceritakannya padaku." Jade terus mendesak anak itu supaya ingin berbagi masalahnya.

"Sudah ku katakan tidak ada! Lagipula siapa kau, kau bukan keluargaku ataupun temanku."

"Kalau begitu bolehkah aku menjadi temanmu? Namaku Jade, kau?" Jade mengulurkan tangannya ingin berkenalan dengannya.

Anak itu menatap ragu tangan Jade. Ia takut jika Jade bukanlah orang yang baik, tapi di sisi lain ia pun ingin memiliki teman yang bisa saling berbagi cerita.

Ia terus menatap tangan Jade lalu melirik wajah Jade, ia melakukan itu berulang-ulang, Jade yang menyadari bahwa anak itu ragu mencoba untuk meyakinkannya dengan tersenyum memperlihatkan lesung pipinya.

Akhirnya anak itu menjabatkan tangannya pada tangan Jade. Jade pun tersenyum senang, "Namaku Theo Uhtred." Ucap anak itu sambil tersenyum.

"Jadi, kenapa kau melamun?" tanya Jade. 

Yang semula anak itu tersenyum, sekarang raut wajahnya murung dan kembali menatap keluarga tadi. "Aku iri kepada mereka yang memiliki orang tua, aku tidak tahu siapa orang tuaku, mereka meninggal karena dibunuh oleh penyihir. Aku tidak tahu siapa penyihir itu, tapi jika aku sudah besar nanti aku ingin mencari tahunya." kalimat Theo terputus karena ia merasa napasnya tercekat. 

"Aku selalu membayangkan betapa bahagianya jika memiliki ibu, aku akan melihat ibu memasak di pagi hari dan mendengarkan cerita dongeng yang dibacakan oleh ibu sebelum tidur." 

'Kami memikirkan sesuatu yang sama.' Ucap Jade dalam hati.

 "Lalu betapa menyenangkannya jika memiliki ayah, kami bisa berkuda bersama atau memancing bersama." 

'Aku memiliki ayah, tetapi tidak pernah merasakannya.'

"Bukankah itu terdengar menyenagkan Jade?" Theo menatap Jade yang berada di sebelahnya. Saat ia lihat, mata Jade berkaca-kaca. 

'Oh tidak, apa aku terlihat sangat menyedihkan?' monolog Theo dalam hati.

"Ya kau benar, aku juga tidak memiliki ibu sejak aku masih bayi. Dan aku juga selalu berpikir yang sama denganmu, aku ingin merasakannya." Jade menunduk sedih, Theo pun sama. 

"Jade, apa kau ingin menjadi teman dekatku?" 

"Aku ingin, tetapi aku tidak tinggal di daerah sini, aku hanya sedang mencari sesuatu di sini. Lalu bagaimana supaya kita bisa selalu berhubungan?" Jade sangat ingin memiliki teman seperti Theo. Mereka mengalami hal yang serupa, jadi mereka dapat memahami dengan apa yang terjadi satu sama lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Yervant'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang