Diam

3 0 0
                                    


Bunyi Bel Selesai Istirahat.

Anak baru itu sudah memakai seragam yang sama dengan kami, celana abu-abu dan kemeja putih bermotif kotak dengan rompi abu-abu. Tampak Pak Yunus datang ke Kelas dengan membawa sebuah map berisi absensi kelas. Anak-anak di kelas tampak bersiap untuk mengerjakan Ujian Biologi. Aku? Tentunya sudah belajar meski hanya beberapa menit. Toh, anak-anak di sini saling membantu ketika Ujian.

"Baik anak-anak, persiapkan alat tulis kalian dan selembar kertas. Saya akan memberikan soal ujiannya melalui layar di depan. Mohon fokus karena setiap soal hanya mendapatkan jatah waktu satu menit, dan tidak ada pengulangan!" Tukas Pak Yunus.

"Baik Pak Yunus." Jawab anak-anak kelas kompak.

Ada 30 soal ujian pilihan ganda. Nampaknya ini akan mudah.

"Baik, Kita mulai..." Pak Yunus melihat jam tangannya yang biasa saja. "Sekarang!"

Semua anak terdiam di kelas, fokus memperhatikan setiap pertanyaan yang terproyeksi di layar depan kelas. Aku dengan santai menulis nama dan kelas di atas lembar kertas.

***

Dua Puluh Tujuh menit sudah setelah Pak Yunus berucap 'Sekarang'. Aku baru menjawab sepuluh Soal yang ku bisa jawab karena menurutku itu mudah, sisanya ku menunggu Nico memberikan jawabannya. Pras dan Albert berbeda kelas denganku, jadi, teman ku khusus di kelas adalah Nico. Dia tampak sombong ketika pertama kali bertemu denganku di sekolah ini. Dia merasa bisa menjadi jagoan di sekolah ini. Sampai suatu saat, kesabaranku telah habis, dengan santainya dia menyenggol mejaku di saat aku sedang asik mencoret-coret kertas. Setelah itu ku coret mobilnya yang terparkir di parkiran sekolah sambil menunggu anak itu datang ke parkiran.

"Mobil gue lu apain!" Tanya dia kesal setelah melihat mobilnya tercoret.

"Lah, lu ngapain tadi nyenggol meja gue? Gue lagi bikin mahakarya di kertas, lu malah ganggu. Sekarang gue bikin mahakarya di mobil lu. Harusnya lu bangga!" Jawabku tertawa

Dia memberikanku bogem mentah di pipi kiriku yang kemudian ku balas dengan uppercut tepat di perutnya. Tadinya, ku ingin mengenai ulu hatinya, tapi ku tak mau jadi pembunuh dengan tanganku.

BHAK BHUK BHAK BHUK

Ku lihati dia jatuh di tanah dengan pakaian yang telah lusuh terkena pukulan Pras dan Albert. Mereka sebenarnya sudah datang dan hanya duduk di depan mobilku. Ketika melihat aku sedang berkelahi dengan Nico, mereka datang dan langsung membantuku menghajar si perusak mahakaryaku.

"Lu gapapa, Bro?" Tanyaku.

"Ngapain lu tanya gue? Gue bukan temenlu!" Jawab Nico kesakitan.

"Lu mau ga jadi temen gue? Gue butuh temen kelas, mungkin lu bisa jadi temen kelas gue?"

"Ga sudi!" Ketus Nico

"Mau ga? Atau perlu gue minta ke Angel buat ngerayu lu?"

"Angel?" Tanyanya kaget, "Jangan ganggu adek gue, Bangsat!"

"Ya kalau ga mau gue minta ke Angel, Jadilah temen gue. Ya?"

Dia melihatku dengan wajah kesal, beberapa saat dia berdiri kemudian menarik nafas dalam.

"Oke, tapi jangan ganggu adek gue, Oke?" Tanyanya.

"Bisa diatur, Sekarang. Pulang, biaya perbaikan cat mobil ntar lu kabarin gue aja, Co."

Nico masuk ke dalam mobilnya, menyalakan mobilnya. Ku hampiri dia dan mengetuk pintu kaca mobilnya. Nico membuka kacanya, ku sandarkan tanganku ke jendela mobil dan menaruh kepalaku di atas tanganku yang ku sandarkan.

"Oiya, satu lagi. Kalau gue lagi bikin mahakarya jangan disenggol ya, gue suka kesel soalnya."

***

"Nico! Udah belum?" Tanyaku berbisik.

"Ini gue lagi isi, lu sabar aja."

"Tinggal 3 Menit lagi tau."

"Iya, ini gue lagi salin jawaban gue."

Nico memberikan selembar kertas kepadaku. Posisi nico persis di depanku, aku sengaja memberikan tempat duduk Nico di depan ku agar dia bisa membantuku. Tiba-tiba, anak baru itu datang ke arah mejaku dan menarik kertas itu, seisi ruangan kaget melihat tingkah anak baru itu. Pak Yunus datang ke arahku dan anak baru itu.

"Kenapa, Dinda? Ujian belum selesai." Tanya Pak Yunus.

"Iya Pak, tau saya. Tapi saya sebel aja liat anak yang nyontek di kelas." Jawabnya sinis.

"Maksud kamu?" Tanya Pak Yunus.

"Tanya saja, Pak, ke anak ini" Dinda berikan kertas jawaban yang sudah susah payah Nico salin untukku.

"Teguh! Ujian kali ini nilaimu Nol! dan selesai ujian ini, Kamu datang ke meja saya!" Jawab Pak Yunus.

"Kenapa harus Nol? Saya udah isi jawabannya sepuluh, Pak." Tanyaku.

"Tidak ada toleransi untuk penyontek!" Jawab Pak Yunus Tegas.

Aku terdiam. Ku pandangi seisi kelas yang berusaha melihatku namun takut melihatku. Tanpa sadar aku berdiri dan berjalan ke meja anak baru itu. Ku ambil kertas jawabannya dan ku robek sampai tak berbentuk. Anak baru itu melihatku kaget, kemudian dia berdiri.

"Jangan seenaknya lo!" Kata anak baru marah.

"Lah? Lu aja boleh jalan-jalan ke meja gue. Masa gue gak boleh jalan-jalan ke meja lu?" Jawabku enteng.

Dinda berdiri, kemudian...

PLAK!

"Jangan jadi Bocah ya, Lo!" Tegas anak baru, matanya berkaca-kaca. Dia langsung duduk dan menaruh kepalanya di atas tangannya yang menempel di meja, mengarah ke bawah. Badannya bergerak layaknya seseorang menangis.

Aku perlahan menyentuh pipi kiriku, rasa sakit ini tidak seberapa dibanding dengan pukulan Nico sebelum kita menjadi teman. Tapi batinku terasa sakit karena merasa terhina. Dari depan kelas Pak Yunus menarikku dengan paksa.

"Yang sudah selesai, kumpulkan ke Tina! Tina, kamu bawa lembar jawabannya ke meja saya. Saya harus mengurusi anak nakal yang satu ini!" Kata Pak Yunus memerintah.

"Kamu! Ikut ke ruang BK Sekarang!"

"Haduh ruang BK lagi." Jawabku malas.

"Diam! Etika kamu harus diperbaiki! Dinda, kamu Juga ikut kami ke ruang BK!"

Anak baru itu mengangkat kepalanya. Ku lihat ada garis basah di pipinya, matanya memerah karena panas yang disebabkan emosi.

"Saya juga Pak?" Tanya anak baru itu.

"Iya, kamu juga."

Tidak Ada Yang Menarik Di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang