Perempuan Baru

10 0 0
                                    

Kriing... Kriing.. Kriing..

"Berisik sekali!" Ku pukul jam alarm yang berbunyi sedari tadi

Kriing.. Kriing.. Kriing..

"Masih berbunyi juga?" Ku buka selimut tebal yang menyelimuti badanku, kemudian ku lempar jam alarm yang masih berbunyi. Kencang, ke arah pintu kamar. Persis di sana Bi Griselle sedang membukakan pintu sembari membawa sarapan kebiasaanku - Nasi goreng gila dan segelas susu cokelat.

"Eh!" Bi Griselle kaget, dengan cekatan dia menghindari lemparan cepatku itu, sembari tetap berusaha menjaga keseimbangan agar sarapan kesukaanku itu tidak jatuh.

"M-maaf, Bi. Habis kesel banget alarmnya gak bisa aku matikan!"

"Tuan, ini udah jam berapa? Ayo makan sarapannya dan siap-siap ke sekolah." Jawab Bi Griselle lembut.

"Sepuluh menit lagi!" Jawabku sembari naik ke kasur dan menutup seluruh badanku dengan selimut.

Bi Griselle berjalan menuju meja untuk menaruh sarapanku. Kemudian membuka selimutku yang ku singkapi.

"Ayo, Tuan. Kalau telat nanti Nyonya dipanggil lagi ke sekolah. Tuan mau diomeli oleh beliau lagi?"

"Iya-iya!" Aku bangun dari kasur sembari menuju meja

"Ga bisa apa liat orang lagi ngantuk banget!" Tambahku kesal.

Nasi Goreng Gila rasanya sama seperti beberapa tahun pertama kali aku makan. Dulu, saat malam hari aku makan Nasi Goreng Gila dipinggir jalan, aku ingin ini menjadi sarapan pagiku. Kupanggil saja pembuat Nasi Goreng itu dan ku kerjakan di rumahku. Awalnya dia hanya tertawa melihat tingkah lakuku yang layaknya seorang bos. Kemudian, ku culik saja anaknya, iseng, sambil menukarkannya dengan kontrak dia harus bekerja untukku. Akhirnya dia mau dan menurutiku.

"Bi, Mamah ama Papah udah pergi?" Tanyaku sambil mengunyah.

"Sudah, Tuan." Jawabnya.

"Kebiasaan."

Sebenarnya aku udah biasa ditinggalkan sama Mamah-Papah pagi-pagi buta. Apalagi, jadwal mereka kadang membuat mereka tidak sempat pulang di rumah. Tapi, kesal saja karena tidak ada yang membangunkanku pagi-pagi. Padahal kan bisa, datang ke kamar, lalu bangunkan aku, lalu berangkat. Apa susahnya, sih?

"Bi, Siapkan seragamnya, ya! Aku mau mandi!"

"Baik, Tuan."

***

Bandoeng International School, yang katanya sekolah favorit se-Bandung ini. Tapi kenapa tidak ada ruangan video game di sini! Semua ruangan di sini tidak beda jauh dengan rumahku. Pagar besar melintang. Satpam yang terlihat tegas, yang padahal, kalau ku suruh-suruh mereka langsung menurutiku. Guru yang beraninya hanya melaporkan orang tuaku kalau aku dianggap mereka bermasalah. Padahal, menurutku itu bukan masalah. Misal, menyalakan kembang api di atap sekolah, atau memasukkan pasir ke dalam baju temanku. Namanya juga anak remaja, masa kita gak boleh berekspresi.

"Teguh!" Seseorang menepukku dengan keras dari belakang, hampir-hampir aku jatuh tersungkur di lobby sekolah. Ku menoleh ke belakang.

"Ku kira siapa?! Hampir-hampir mau ku balas dengan tinjuku ini!" Kataku kesal. "Ada apa sih, Pras?"

"Kamu tau videogame yang baru mau dirilis oleh GentaGame?"

"Biasa aja, gamenya ga seru!"

"Hah? Itu kan baru mau dirilis."

"Udah ku coba. Biasa aja, sumpah." Kemudian aku berjalan meninggalkan Pras yang terdiam di lobby. Mungkin dia kaget. Tapi, seperti dia tidak mengenal aku aja.

"Kok... lu... Eh, Tunggu!" Sahut Pras yang menyusulku.

***

Ping...

Ku lihat notifikasi yang baru masuk, ternyata pesan yang berisi tentang hadiah undian dengan link yang tidak jelas.

"Masih ada aja pesan seperti ini? Memangnya orang-orang masih bodoh percaya pesan seperti ini?" Gumamku sambil menghapus pesan tersebut.

"Teguh! Jangan bermain HP selama pelajaran!" Ketus Bu Anna.

"Siapa yang mainin HP sih, Bu?! Saya hanya mengecek pesan masuk. Kalau-kalau itu hal yang penting, ibu mau ganti kerugiannya?"

Bu Anna hanya menggelengkan kepalanya, kemudian ia fokus lagi ke slide yang diproyeksikan ke depan kelas.

Dari sisi luar kelas, tampak Pak Yunus membawa seorang anak dengan seragam yang berbeda.

Tok Tok Tok

"Ibu Anna, saya ada perlu sebentar. Boleh masuk?" Tanya Pak Yunus

"Silakan Pak."

Pak Yunus dengan orang asing itu masuk ke kelasku, kemudian keduanya berdiri di depan kelas. Bu Anna dengan sigap mematikan sinaran proyeksi supaya Pak Yunus dan orang asing itu tidak tersilaukan.

"Anak-anak, Ini ada anak pindahan dari Jakarta, namanya Dinda Pelita Larasati."

"Halo." Sahutnya

Anak-anak kelas nampak bergumam tidak tahu apa yang harus mereka jawab-halo atau hai- mereka tidak tahu.

"Namaku Dinda Pelita Larasati, biasa dipanggil Dinda. Salam kenal semuanya."

"Nah, Dinda, kamu bisa duduk di kursi yang tidak terisi ya." Ucap Pak Yunus.

Perempuan Baru itu duduk di tengah tempat duduk yang menempel di tembok sebelah barat kelas. Nampak, anak itu biasa saja, tidak ada yang menarik pada dirinya. Semua orang pun tidak ada yang berusaha mendekatinya, rasanya seperti anak lama yang sudah ada di sekolah ini. Sangat biasa.

Tidak Ada Yang Menarik Di SiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang