Bab I

36 0 0
                                    

Sekelompok anak paud berbaris menyeberangi jalan raya melalui zebra cross, dituntun oleh bapak guru, mengenakan batik biru dan menyebar senyum merekah pada semua yang menatapnya, termasuk nara, ia membalas senyum pada pria yang ia pikir seumuran dengan ayahnya.

Namanya tranara renjani, melukiskan bahwa ia seorang yang welas asih, luwes serta kehidupan yang damai. Nama itu dicetuskan oleh sang ibu bahwa seorang perempuan harus seperti itu katanya, luwes dalam tutur katanya, lembut dan penuh hangat sehingga menciptakan kehidupan yang seimbang dan damai.

Tranara, kalau Tra itu nama depan Ayahku, namanya Trabu Bagyo.nara dicetuskan oleh ayah, katanya artinya api, membara, disuruh semangat dan ceria, padahal ceria itu bukan arti dari nara, Tapi ayah mengharapkan aku menjadi anak yang seperti itu.

Sudah cukup membahas tentang arti namaku, kesimpulannya orang tuaku berharap bahwa anaknya ini menjadi sosok yang sederhana tapi dihormati.

Aku menjalani rutinitasku sehari - hari, bangun pagi kemudian berangkat kerja, melihat anak-anak paud yang sedang menyeberang. Kadang hal seperti itu, sesederhana itu membuat permulaan hari menjadi  bermakna, yaa lebih tepatnya lebih bersyukur sii punya hidup yang cukup.

Tranara renjani biasa dipanggil nara, aku mengabdi pada sebuah perusahaan cukup terkenal di indonesia dan diminati banyak lulusan baru, hanya sebagai staff dan beruntungnya aku jadi staff lulusan smk, katanya ya aku lolos gara-gara cantik, eh canda cantik hehe. Enggak kok, aku lolos gara-gara usahaku sendiri, yang awalnya iseng iseng jadi berhadiah, pokoknya ya waktu muncul lowongan aku iseng aja nyoba eh tau taunya lolos, sujud syukur aku  lulusan tahun corona yang notabennya cari kerja susah banget serba online, aku sudah bekerja kira - kira 6 bulan setelah pengumuman kelulusan. Aku bersyukur atas apa yang semesta berikan padaku.

                                 ***
Kebiasaan jakarta, berangkat kerja selalu padat kendaraan, ga pernah sehari aja kosong jalanan, ada covid pun masih padat, Aku yang selalu sempit - sempitan di bus kota kadang dapat tempat duduk, paling sebelnya lagi, perjalanan jauh hampir setengah jam menuju tempat kerja, gak ada tempat duduk, macet, bau asap rokok,  kadang ada suara kokokan ayam,was - wasnya lagi kalau ada copet, ya ampun jakartaa, tapi aku sudah terlanjur mencintai kota ini.

Hari ini aku kebagian tempat duduk, sebelahku adalah ibu yang sedang mengandung

"bisa geseran dikit neng, saya takut perut saya kesenggol" ujar ibu tersebut

"engga usah bu, ibu tukeran aja sama saya, biar saya yang dipinggir, takut nya yang berdiri sempit - sempitan terus jatuh, nimpa ibu kan bahaya"

Kemudian Nara beranjak dari kursinya dan bertukar tempat

"oh yaudah, makasih neng. Neng mau berangkat kerja ya?"

"iya ni bu, sedikit lagi nyampe, ibu mau kemana kok sendirian" tanya nara

"mau ke bidan, mau check kandungan, saya ga sendiri neng, tuh belakang saya ada suami" jawab ibu

"neng, hehe" suami ibu yang sambil nyengir

Suara sopir pun terdengarr "yoo gang delima... Gang delima yoo..."

"kiri pak" teriak nara ke sopir bus
"duluan ya bu, saya udah sampai, ibu hati - hati yaa" pamit nara dengan senyuman
"iya neng" balas ibu yang sembari tersenyum

Nara bergegas menuju kantor yang ia tuju, jam menunjukkan pukul 06.55, 5 menit lagi ia telat, sembari menengok jam ditangannya, seseorang menyenggol dirinya

Spasi _Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang