Part 3: Despair In Love

25 1 0
                                    

Hari berikutnya datang lagi, diawali kembali dengan cahaya silau yang menusuk mata, membawa rasa malas, akan inginnya kembali dalam pangkuan bantal dan guling. Ah, kelamaan .. Eh?!

"Asem, udah jam segini aja!"

Ga seperti biasanya, kali ini aku bangun kesiangan, belum pernah terjadi sebelumnya, langsung ku mandi, makan, menyelesaikan semuanya dalam 15 menit, pergi keluar rumah, dan segera pergi ke sekolah. Ga pamit? Oiya aku belum ngasih tau ke kalian, aku hidup sendiri, seorang yatim piatu. But, it's okay, aku ga merasa kesulitan untuk hidup sendirian.

Pergi ke sekolah? Dan baru kusadari setelah keluar rumah, kusadari sepeda ku tidak ada di tempat biasanya aku parkir. Dan kucari ke sekeliling rumah, ke sekitar kompleks perumahan, hasilnya nihil. Kulihat kembali jam, dan merasa sudah membuang waktu terlalu lama.

Tidak ada cara lain, kuputuskan jalan kaki, kupikirkan masalah hilangnya sepeda ku nanti saja sepulang sekolah.

Dijalan kulihat seorang gadis diseberang jalan yang sedang berlari sambil menuntun sebuah sepeda, dengan keringat bercucuran, terlihat sangat kesusahan dalam menuntun. Kulihat kembali dia menaiki sepeda itu, berusaha mengayuh, dan terjatuh. Bangkit kembali, tengok sana sini dan memastikan tidak ada orang yang tertawa melihatnya, dia lanjut menuntun sepeda itu.

Kuputuskan untuk membantunya. Kupastikan tidak ada kendaraan lewat, lalu menyeberang jalan, "Hey, halo? Butuh bantuan?" ku lambaikan tangan kearah nya. Dia masih belum sadar ada yang memanggil. Suara di sekitar lalu lintas terlalu bising mungkin. Kuputuskan untuk lebih dekat dengannya.

Kulewati beberapa warung, toko baju, dan sampai lah dibelakangnya.

Kutepuk pundaknya, "Permisi, butuh bantuan?"

Dia menoleh, terkejut dan hampir terjatuh. Sepeda nya digenggam kuat, dan merasa curiga dengan keberadaanku.

"Butuh bantuan?" kutegaskan suaraku sekali lagi, "Kulihat dari seberang jalan tadi, kurasa kau kesulitan dalam mengendarai sepeda ini?"

Dia menggelengkan kepala perlahan, "Umm enggak nggak apa kok, aku bisa nuntun nya."

Aku terkejut, kulihat dia tersenyum, dan sungguh manis. Eitss enggak maksudnya bukan manis begitu, aku ga pernah mau terlibat sama cewek. Tapi maksudku, dia tetap bisa tersenyum meski kesulitan yang dihadapinya sungguh jelas terlihat orang lain. Begitukah cewek? Ah ga usah dipikirin.

"Beneran nih gapapa kutinggal? Soalnya aku udh mau terlambat, tapi kalo situ emang butuh bantuan juga gapapa tak luangkan waktu sebentar, hehe .."

Dia tetap menggeleng, "Iya gapapa, tapi makasih."

Dia tersenyum lagi, dipaksakan rasanya kalau menurutku.

"Ohh iya, maaf situ namanya ..."

Dan dia telah pergi jauh, dengan sepeda dituntunnya. Kurasa dia tidak bisa mendengar suaraku lagi.

Tanpa ambil waktu lagi, aku langsung berbalik, putar arah, menyeberangi kembali jalan yang tadi dan berlari ke sekolah.

Kuhabiskan waktu 15 menit hingga akhirnya sampai di sekolah, dan kulewati gerbang yang hampir ditutup, segera berlari melewati lorong, dan berhenti di depan kelas ku.

Kuintip dari jendela pintu, pembelajaran sudah dimulai, semuanya antusias dengan kegiatannya masing masing, seperti biasa. Kuketuk perlahan pintu, kulihat guru menoleh kearah ku, dan kubuka perlahan pintu lalu masuk kedalam.

Kudekati guru yang sedang mengajar, "Permisi pak, hehe maaf saya bangun kesiangan, belum pernah kaya gini tapi saya ga punya alasan apapun saya jujur bangun telat. Maaf lho pak kalau menggangu pembelajaran bapak, boleh saya masuk?"

Dia tersenyum, dan melihat dari ujung rambutku hingga mata kaki. Dia agak menggeleng, "Kamu terlihat kusut? Ada sesuatu yang terjadi?"

Aku segera memperbaiki tatanan rambutku, pakaian, dan merapikan tali sepatuku yang ternyata longgar, "Waduhh maaf pak, jadi tadi barusan itu saya kehilangan sepeda. Saya cek ke sekitar kompleks perumahan juga ga ada, ga sempet karna waktu udah mepet, jadi saya langsung lari kesini. Maaf pak kalau dandanan saya kurang berkenan di hadapan bapak." Saya agak menunduk didepan nya.

"Ohh ga masalah, udah gapapa bapak tahu kok kamu anak yang ga mungkin bohong dengan alasan begituan haha, silahkan duduk. Nanti saya laporkan ke satpam atau hansip mungkin mau bantuin nyari sepeda kamu yang hilang. Sementara jangan dipikirin dulu ya?" Dia langsung mempersilahkan ku duduk, dan kembali ke kursi nya.

Aku menggangguk, dan segera mengambil tempat biasa aku duduk. Kusadari hal yang janggal.

Kutengok kanan kiri, dan ternyata benar. Ada murid baru duduk di sebelah kiriku, dia mengambil tempat yang kosong dan dekat dengan jendela menghadap keluar. Kulihat dia memandangi langit dengan sangat antusias. Rambutnya sungguh indah, ehh enggak maksudku bukan gitu. Aduhh malah deg degan lagi kenapa ini badanku, meriang?

Pak guru langsung melihat kearahku dan menyuruhku maju kedepan. Aku segera maju dan pak guru membisikkan ku, "Itu murid baru, pindahan dari Jakarta, barusan dateng ke sini. Cuma dia perkenalan pas kamu belum dateng. Namanya Shelle Angelina, lumayan kan? hahaha .."

Aku langsung terkejut, "Ohh gitu pak. Jadi Shelle namanya?"

"Iya, haha lumayan kan orangnya? Dia lembut banget lho, manis lagi, di sekolah nya dulu juga berprestasi dan banyak cowok yang udah naksir dia."

Muka ku agak merah, "Yahh bapak kan tahu saya gabakal pernah tertarik sama cewek dan hal cinta cintaan."

Pak guru agak menahan tawa melihatku, "Udah sana kenalan dulu aja, entar baru komen hihi .." dia terkekeh.

Aku kembali ke tempat duduk ku, melihat kearahnya yang masih memandangi langit. Baru kurasakan kali ini deg degan ketika ingin memulai suatu percakapan dengan cewek. Apaan sih lebay banget? Cuma cewek juga kok, sama sama manusia! Dan kusodorkan tangan, sembari memanggil namanya ..

"Sheelllee .. !!"

Ohh tidak, itu bukan suaraku. Aku merasa familiar dan itu suara Ethno, rupanya dia sudah memperhatikanku dari tadi.

Shelle mulai menoleh kearahku, "Ya?"

Ethno merangkul pundakku, "Ini shelle, ada yang mau kenalan sama kamu. Orang terpinter di kelas, hahaha .."

Aku geser tangan Ethno dari pundak ku, "Hssstt, ga gitu juga no!"

Shelle mulai memasang wajah curiga, dan ketika tatapan kami bertemu, kami terkejut satu sama lain. Yang kulihat adalah seorang gadis, ya gadis, tapi ..

dia yang kutemui tadi pagi sembari menuntun sepeda!

"Err .. kamu yang tadi pagi kan?" aku mencoba memastikan.

Mukanya memerah, "Ehh iya kamu toh, haha." ketawanya dipaksakan. Dia langsung berdiri, berlari sambil menutupi mukanya keluar kelas.

Kejadian itu terjadi begitu singkat. Seisi kelas terdiam. Sungguh hening. Beberapa melihat kearahku, seolah ini salahku. Ethno hanya tampak bingung.

Itu semua terjadi begitu cepat, aku tidak tahu apa maksudnya. Aku tetap terdiam. Dan pembelajaran selesai begitu saja.

・~~~~~

#WriterNotes: Sedikit spoiler, di Part 4 besok bakal lebih lanjut dan dalam lagi ceritanya! Kenapa Shelle lari begitu saja? Apa tindakan David selanjutnya? Semuanya bakal terungkap, dan pastikan kalian tidak melewatkannya!

Bagi yang sudah tidak sabar, mohon ditunggu ya, hehe .. Biar dapet notif kalo ada update-an terbaru, bisa di Add ke Library kalian.

Untuk yang lupa siapa Ethno, dia adalah Pemain Drum yang muncul di Part 2.

Sekian dan terimakasih sudah membaca Part 1-3, sampai berjumpa lagi ..

All About That MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang