1. Via Valen, Pembawa Berkah

46 5 4
                                    

"Setulus dalamnya rasa cintaku
Tak cukup meyakinkan hati orang tuamu. Sadar derajat harta yang kupunya, tak sebanding denganmu."

Langit sore Jakarta yang tampak indah dan cerah pada akhir pekan, menjadi hari yang paling didambakan oleh warga ibu kota karena suasananya yang hangat. Kaula muda dengan semangat, menunggu malam menuju minggu, bersiap untuk pergi berkencan bersama kekasih tercinta.

Lain halnya dengan Gista, gadis berusia pada awal dua puluhan, tampak ayu dan manis dengan rambut hitam lurus sebahunya yang saat ini ia kuncir menyerupai ekor kuda. Yang pada saat ini tengah bertengger manis diatas pohon rambutan.

"Gista oh Gista, ibuk mau pergi belanja kepasar ni, titip rumah ya!" Teriak seorang wanita paruh baya yang terlihat berjalan secara tergesa, menghampiri kamar Gista dengan tas belanja berwarna merah ditangan kirinya.

"Iya buk, Gista disini!"
"Disini mana to ta? Ibuk denger suara kamu tapi kok ngga ada wujudnya!" Teriak Astuti lagi, berusaha memastikan keberadaan anak kostnya itu.

"Gista disini buk!" Balas Gista dengan suara seraknya dari atas pohon.
"Astagfirullah, ngapain kamu ada diatas pohon ta!? Sini turun, bisa ngga kamu turunnya?" Teriak Astuti panik, melihat kelakuan Gista yang bikin ngelus dada. Bukannya menjawab pertanyaan Astuti, Gista malah semakin mengencangkan suara tangisannya.

"Lho, ibuk tanyain kenapa malah nangis to ta? Ibuk yo ngga bisa majat pohon ini, aduh gimana ya?! Teriak Astuti yang bertambah panik, berusaha berpikir jernih ditengah kebingungannya, memikirkan solusi agar bisa menolong Gista turun dari atas pohon.

"Buk, dipasar ada cowok ganteng ngga buk? Kalau ada Gista ikut ke pasar ya buk?" Ucap Gista dengan tiba-tiba disela-sela tangisannya.

Astuti yang mendengar ucapan Gista menjadi bertambah bingung. "Lho, kenapa kamu tumben-tumbennya mau ikut ibuk kepasar? Kenapa to kamu ta? Udah berhenti nangisnya, sini turun dulu!" Balas Astuti berusaha membujuk Gista supaya mau turun dari atas pohon rambutan.

"Kalau dipasar mana ada cowok ganteng ta, kamu ada-ada aja. Dipasar adanya ya, bapak-bapak penjual sayur, tukang ojek sama supir angkot to ya. Masih kalah jauh sama Mas Yose." Terang Astuti panjang lebar, berusaha menghibur Gista dengan senyum lebarnya. Gista yang mendengar nama Yose, kembali mengencangkan suara tangisannya.

"Ta kamu kenapa to ta? Ga malu ditonton tetangga? Sini turun dulu, tadi ibuk beli batagor, sana dimakan dulu ta!" Ucap Astuti lagi, berusaha membujuk Gista kembali, berkedok iming-iming batagor pedas favoritenya. Namun, Gista masih saja tak menghentikan tangisannya dan menanggapi bujuk rayu Astuti, hanya dengan gelengan kepalanya.

"Yowes nduk, kalau sekarang kamu belum mau cerita sama ibuk. Nanti kalau ibuk udah pulang dari pasar, kamu bisa cerita sama ibuk. Ibuk dah telat ini mau belanja sayuran, keburu gelap." Final Astuti pada akhirnya.

"Ibuk pamit ya ta, jagain rumah. Nanti kalau Tita sama Ayu udah pulang, sampein pesen ibuk, kalau mau makan udah ibuk siapin dimeja!" Ucap Astuti sambil berjalan menuju gerbang depan, meninggalkan pekarangan rumah kostnya.

"Iya buk." Balas Gista dengan suara lemahnya, menanggapi perkataan Astuti.

Hari ini menjadi salah satu hari yang paling menyakitkan dan menyedihkan bagi Gista, kebahagiaan yang selama ini telah ia bangun bersama Yose hancur dalam sekejap. Perjuangan yang selama ini mereka lakukan untuk mendapatkan restu orang tua nyatanya hanya menjadi sebuah kesia-siaan saja.

Yose yang selama ini setia berada disamping Gista, menemaninya pada masa-masa tersulit dihidupnya. Masa dimana ia harus menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya harus bercerai karena ibunya lebih memilih laki-laki lain. Dan masa dimana ayahnya harus dirawat dirumah sakit dan koma selama satu tahun karena kecelakaan kerja.

Sinyal Cinta, Dokter GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang