Setelah mengantar Mbak Mitha dan sekretarisnya yang bernama Sofia ke Bandara, Rara memilih untuk segera pulang ke rumah karena merasa sudah merasa tidak enak badan sejak tadi pagi.
Setelah meminum obat pereda sakit kepala, Rara yang sudah tidak kuat menahan pusing yang 'menyerangnya' langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur tanpa mengganti pakaiannya terlebih dulu.
Dia sudah tidak peduli lagi dengan kemeja dan roknya yang akan kusut. Hal yang lebih penting untuknya sekarang hanyalah tidur dan berharap jika ia akan merasa baikan saat terbangun nanti.
-
-
Langit semakin gelap dan waktu sudah menunjukkan pukul 19.17 WIB. Rara yang sudah tertidur selama kurang lebih 5 jam, kini mulai terbangun dengan kepalanya yang masih berdenyut-denyut.
"Sialan, siapa sih yang ribut malem-malem gini?!"
Sebenarnya Rara tidak akan terbangun jika saja tidak ada tetangganya tidak membuat 'keributan' di luar sana. Dentuman musik yang bergema dan suara teriakan yang berasal dari rumah tetangganya itu jelas mengusik ketenangannya.
Ini adalah kali pertama tetangganya membuat 'keributan'. Kompleks di perumahan ini bisa di bilang terbilang cukup sepi karena para penghuninya merupakan orang-orang yang cukup sibuk seperti Mbak Mitha. Para penghuni komplek terbilang jarang terlihat dan hanya para asisten rumah tangga mereka saja lah yang saling berinteraksi.
Bahkan untuk seorang Rara, memiliki rumah di kompleks mewah ini adalah sesuatu hal yang luar biasa. Meskipun rumahnya berkali-kali lipat lebih kecil jika dibandingan rumah lainnya, tetapi Rara bersyukur karena kedua orang tuanya telah meninggalkan sebuah tempat yang nyaman berharga untuknya.
Ketika Rara hendak bangun dari tempat tidurnya untuk mengintip keluar jendela, tiba-tiba ponselnya berdering dan nama 'Mbak Mitha' tertera di layar ponselnya.
"Halo, mbak..." Rara segera menjawab panggilan masuk dari atasannya itu.
"Hai, Ra. Gimana pusingnya? Udah baikan?" suara Mbak Mitha terdengar dari seberang sana.
"Iya mbak, udah..." Rara terpaksa berbohong, toh, meskipun ia berkata jujur, wanita itu tidak mungkin tiba-tiba muncul dihadapannya kan?
"Syukur deh..." jawab Mbak Mitha lega. "Oh iya, Ra. Jangan lupa cek anak-anak dirumah yah... Mbak khawatir sama keadaan mereka nih..." nadanya kembali berubah cemas dan Rara pun segera berdiri lalu menyeret kedua kakinya mendekati jendela kamarnya.
"Oke mbak," jawabnya seraya mengintip keluar jendela dan ia melihat beberapa mobil yang terparkir di luar rumah Mbak Mitha. "Err.. Mbak.. ko rumah Mbak Mitha kayaknya rame banget... lagi ada saudara mbak?" tanya Rara penasaran.
Ada jeda sesaat sebelum akhirnya Mbak Mitha balik bertanya kepadanya, "Kenapa, Ra?"
"Enggak kenapa-kenapa sih, mbak. Cuman kayaknya rumah Mbak Mitha rame banget deh... terus banyak mobil yang parkir di luar rumah. Saya pikir, mungkin saudara mbak mungkin lagi pada dateng," ujar Rara menjelaskan.
"Oh gitu.." Mbak Mitha terdiam sejenak. "Ehm... Ra?"
"Ya, mbak?"
"Cek anak-anak sekarang yah ke rumah... kalo ada yang macem-macem, langsung aja usir dari rumah. Oke? Makasih ya, Ra. Thank you..." dan sebelum mendengar jawaban Rara, Mbak Mitha sudah memutus sambungan teleponnya lebih dulu, membiarkan Rara lagi-lagi dibuat bingung dengan sikap Mbak Mitha yang seolah 'misterius'.
"Mbak Mitha ini kenapa sih, tiap bahas anaknya pasti kayak gitu! Kalo gak mikir gaji naik, udah ogah deh gue ngurusinnya!" Rara kembali menggerutu seraya berjalan keluar dari rumahnya mempedulikan penampilannya yang 'berantakan'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me & Triple A+ (PINDAH KE PLATFORM FIZZO)
RomanceIni seperti mimpi buruk! Itulah kalimat pertama yang terlintas dalam benak Rara Qiandra, ketika atasannya tiba-tiba memintanya untuk menjaga ketiga anak kembarnya selama ia pergi ke Jepang untuk urusan bisnis. Sebenarnya permintaan Mbak Mitha bukanl...