6. Nonton

226 63 42
                                    

Dari depan gang, lalu masuk dan menelusuri rumah-rumah yang saling berimpit dan kusam, Sojung sudah memperlihatkan dengan jelas ekspresi kaget dan asingnya meski gadis itu telah berusaha untuk tidak terlalu ekspresif di hadapan Seokjin.

Air muka Sojung itu, sepertinya mirip dengan ekspresi Seokjin saat pertama kali datang ke sini setelah seseorang memberi tahu tempat tinggal yang memiliki biaya murah.

Awalnya, Seokjin juga merasa asing, tidak percaya akan tinggal di pinggiran kota dengan perumahan padat, terlebih ... tempat tinggalnya sendiri cukup sempit, jauh dari ukuran kamarnya sebelum musibah besar menimpa keluarganya.

Untungnya, Seokjin beradaptasi dengan cepat, dia mudah terbiasa dengan kehidupan dan tempat tinggal barunya. Meski begitu, tetap saja dia merasa sedikit minder setelah melihat ekspresi kekasihnya ketika memandangi tempat tinggal Seokjin dengan tatapan asing, seolah tempat itu adalah tempat yang aneh, atau bahkan ... mungkin dianggap tak layak?

"Ini ... kau sebut rumah?" Sojung menoleh, pada Seokjin yang berdiri di belakangnya. Sojung telah dipersilakan masuk lebih dulu untuk melihat kamar sempit Seokjin. Bangunan itu adalah bangunan yang terdiri dari beberapa kamar berukuran kecil. Dapur dan kamar mandi dipakai bersama dan terletak di luar, jadi ruang yang saat ini Sojung pijak hanya tempat tidur bagi Seokjin.

"Iya. Aku kan sudah bilang, tempat tinggalku hanya berupa kamar."

"Aku ingat, aku juga tahu tentang kamar sewa, tapi aku tidak membayangkan sesempit ini," balas Sojung. Gadis itu masih memandangi ruangan 2x3 meter yang padat oleh barang-barang Seokjin, mulai dari lemari, tumpukan pakaian di keranjang, alat masak dan alat makan, rak sepatu, dan kasur lipat.

"Kenapa kau mau tinggal di tempat seperti ini?" tanya Sojung.

"Biaya sewanya murah, Sojung," balas Seokjin, "lagi pula aku hanya tinggal sendiri, tidak perlu tempat tinggal yang bagus, yang penting aku punya tempat pulang. Aku tidak mau menghabiskan banyak uang hanya untuk tempat tinggal. Lebih baik uangnya kutabung."

"Setidaknya ... carilah yang lebih luas dan dapatkan kamar yang memiliki kamar mandi di dalam."

"Aku tidak masalah, kok," balas Seokjin. "Eum, omong-omong, kau masih tetap ingin di sini? Aku benar-benar tidak keberatan kalau kau ingi pindah ke tempat lain, seperti kafe, mal, atau—"

"Sudah telanjur di sini, tidak usah ke mana-mana lagi," balas Sojung sambil tersenyum tipis, "aku juga sudah bilang, kna, kalau akan menghabiskan hari ini di rumahmu?"

"Kalau tidak nyaman, jangan dipaksakan, ekspresimu tadi—"

Ucapan Seokjin terhenti saat Sojung langsung mendekat dan memeluknya. "Selama ada kau, aku tidak masalah. Tadi aku hanya kaget, bukan berarti aku tidak mau dan tidak nyaman di sini." Sojung mendongak, tersenyum tipis, lalu mengecup bibir kekasihnya.

Detik berikutnya gadis itu mengambil kantong plastik di tangan Seokjin. Kantong itu berisi kue dan camilan lain yang Sojung beli sebelum menemui Seokjin. "Hari ini kita akan nonton. Kau punya laptop, 'kan?"

"Tentu saja," sahut Seokjin diiringi tawa kecil. Pria itu lantas berjalan mendahului Sojung, kemudian membentang kasur lipat yang empuk, lalu menepuk benda itu sambil menatap Sojung, mengisyaratkan agar gadis itu duduk di sampingnya. Setelah Sojung duduk di samping pria itu, Seokjin menarik meja kecil di hadapannya, menyingkirkan botol minum, buku dan pena, dan hanya menyisakan laptop tipis milik pria itu.

"Mau menonton apa?" tanya Seokjin sembari membuka situs menonton.

"Apa saja," balas Sojung, "kau suka genre apa?"

"Action?" balas Seokjin tak yakin, "horor juga suka."

"Aku tidak masalah dengan kedua genre itu, pilih saja mana yang kau suka, karena aku pasti akan suka," sahut Sojung riang. Lagi pula, Sojung tidak butuh filmnya, Sojung hanya butuh Seokjin bersamanya.

HalcyonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang