50. TEKA-TEKI SECARIK KERTAS.

21 7 3
                                    

Hi! Happy reading!

***

"Jika tak sanggup menggenggam, silahkan lepas. Tautan ini semakin lama terasa menyakitkan jika terus di pertahankan."

***

Pelukan itu semakin terasa erat. Arkan, laki-laki yang katanya genius tapi tengil itu semakin mengetatkan pelukannya.

Dan Rain pun tak menolak karena dia benar-benar butuh pelukan ini sekarang.

"Kenapa makin rumit?" tanya Rain dengan suara parau.

Arkan tak menjawab, dia memilih mencium puncak kepala Rain sayang.

"Mau ketemu, mama," gumam Rain makin terisak. Harga dirinya, hatinya dan kepercayaannya di buat hancur oleh Vano berkeping-keping. Apa di mata Vano Rain memang hanya sebuah alat? Tapi alat untuk apa? Kenapa harus dirinya?

Arkan menggeram dan mengumpati Vano dalam hatinya.

"Mau ketemu mama," rengek Rain.

Arkan menggeleng tegas.

"Gak boleh! Ntar yang gue bully siapa kalau lo ikut mama lo?" ujar Arkan mulai laknat.

Rain memukul dada Arkan keras lalu melerai pelukan mereka tak lupa menoyor kepala Arkan tak berperasaan. Kasar, seperti biasanya.

Harusnya Arkan ingat, kalau di dekat Ratu CEMPAKA di saat sedang patah hati itu tidak baik. Minimal Arkan akan menjadi korban KDRT.

"We jancok!" umpat Arkan sambil memandang Rain sinis.

Bukannya minta maaf Rain malah kembali menyandarkan kepalanya di dada Arkan. Bukan, bukan bermaksud ingin memeluk, tapi ingin menumpang membuang ingus.

"Anak ngen," desis Arkan tertahan.

Setelah selesai membuang ingusnya, Rain pun memilih duduk di kursi yang ada di koridor LAB yang sudah tak terpakai.

Ya, dua orang ini tengah berada di koridor LAB yang sudah tak terpakai lagi. Dulunya kelas LAB ini pernah terjadi kebakaran dan memakan satu korban jiwa tapi sampai sekarang pihak sekolah tak pernah memberi tau siapa korban jiwa tersebut.

Arkan pun menghampiri Rain dan ikut duduk di bangku yang sedikit usang itu.

"Lo, mau nyerah?" tanya Arkan tiba-tiba dengan nada ragu.

Gadis berbaju ketat itu menatap Arkan sayu.

"Iya, gue bakal ikutin saran papa buat pindah keluar negri," balas Rain dengan senyum layu.

Arkan menghela nafas dan membawa tangan Rain kedalam genggamannya.

"Lo bahkan baru mulai Rain. Oke, gue gak bakal larang lo buat berhenti karena itu hak lo, tapi apa lo gak mau cari tau dulu teka-teki tentang kematian nyokap lo?"

Rain mengerutkan dahinya dalam. Dirinya hampir melupakan tentang kematian mamanya.

"Menurut lo gue harus gimana?" tanya Rain lelah. Dia menyadarkan punggungnya ke tembok.

Lihat, raga nya pun sekarang juga ikut letih dan tak berdaya.

"Lo jangan nyerah dulu, ada teka-teki yang belum lo pecahkan. Masih banyak hal yang belum lo tau alasan di balik itu semua apa. Salah satunya tentang peneroran yang pernah lo alamin." kata Arkan penuh arti.

Rain mengangguk.

"Sebenarnya gue masih di teror," kata Rain membuat Arkan menatap penuh ke arahnya.

GEOVANO RAINA .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang