Tak Lazim

0 1 0
                                    

Oleh : Azizah Luthfi N.


Lupek, temanku. Ya! Aku memanggil sahabat baikku dengan sebutan Lupek. Dia sudah menghampiriku di rumah tepat jam 06.35. Kami akan pergi ke sekolah bersama dengan mengendarai motornya. Ya, sekolah, yang menjadi rutinitas harianku.

"Pek, tunggu sebentar, ya? Aku masih pakai sepatu," teriakku dari dalam rumah.

  "Hahaha. Iya, santai saja," sahut Lupek terdengar dari luar.

Setelah selesai memakai sepatu, aku bergegas keluar dari rumah untuk bertemu dengan Lupek.

"Ayo! Aku sudah siap," sahutku.

"Iya, kamu yang mengendarai motor di depan, ya!" perintah Lupek sambil menyerahkan kunci motor kepadaku.

"Siap! Kuy, berangkat!" ucapku kepada Lupek sambil menunggunya untuk naik ke motor.

Sesampainya di sekolah, aku langsung memarkirkan motor. Aku melihat ke arah jam tanganku, masih menunjukkan pukul 06.55 WIB. Kami berjalan cepat menuju ke kelas XI IPS 3. Pelajaran dimulai jam 07.00 WIB.
Waktu terus berjalan, tak terasa jam pelajaran telah usai. Hari Sabtu kami selalu pulang lebih awal. Aku segera pulang bersama Lupek. Ucapan terima kasih selalu aku sampaikan  padanya.

Aku masuk ke dalam rumah lalu menuju ke kamar. Bingung mau ngapain, lalu duduk termenung sembari memandangi dinding kamar yang terdapat sebuah kalender terpampang. Seketika aku teringat besok adalah hari ulang tahun Lupek. Entah bagaimana aku bisa lupa.
Tak ada banyak waktu untuk mencari barang yang akan dijadikan sebuah kado. Di antara kepanikan itu azan berkumandang, aku bergegas wudu dan menunaikan salat zuhur terlebih dahulu. Setelah selesai salat, aku langsung meminta pendapat Ummi.

"Coba kamu ke mal SIOMart. Ummi dapat informasi dari akun Instagram-nya, sedang ada diskon besar-besaran 50% per all item. Lumayan, kan. Kamu bisa hemat uang jajanmu. Belikan kado buku saja. Temanmu itu hobi membaca, kan? Kamu pernah bercerita tentang dia suka membaca apalagi terutama buku cerpen," nasihat Ummi sambil menatapku.

"Iya, Ummi. Wah! Mantap. Aku langsung berangkat ke SIOMart saja kalau begitu, ya, Ummi. Benar, temanku itu suka membaca buku cerpen. Assalamualaikum," sahutku kepada Ummi sambil siap-siap memakai jaket warna hitam kesukaanku.

"Waalaikumussalam, Nak. Hati-hati di jalan. Jaga dirimu sendiri baik-baik, ya?" Ummi menjawab salamku.

"Baik, Ummi," jawabku.

Setelah itu, aku mengeluarkan motor dari garasi, menyalakan mesin, dan mengendarainya hingga sampai di SIOMart. Aku langsung menuju ke tempat parkir motor, memarkirkan, dan mematikan motor di kode 5A. Aku mulai berjalan dari parkiran menuju ke dalam dan melihat ke arah jam tangan yang menunjukkan pukul 12.10 WIB. Lantai G kudapati sudah ramai dengan pengunjung. Mereka saling berebut barang. Aku sangat heran dengan antusias pengunjung hari ini.

Aku terus berjalan dari lantai G ke lantai satu dengan menggunakan eskalator. Tujuanku adalah lantai dua. Di sanalah toko buku yang kucari berada. Sesampainya di lantai yang dituju, aku bisa sedikit lega. Tak seperti lantai G dan lantai satu, lantai dua ini lebih sepi. Pasalnya, orang-orang lebih tertarik pada stan pakaian dan makanan dibandingkan dengan buku dan mainan. Bahkan ada banyak pengunjung masih dengan seragam kantornya tertarik akan diskon yang menggiurkan.

Setelah menemukan buku yang cocok untuk kado, aku kembali turun ke lantai G. Sekedar melihat-lihat barang apa saja yang sedang ditawarkan. Namun, setiap wanita pasti mudah terpengaruh, aku langsung nafsu saat melihat satu setel baju yang lagi nge-trend belakangan ini. Tanpa pikir panjang aku membeli pakaian itu. Aku juga membeli sebuah gamis cantik untuk Ummi.

Sedari tadi aku belum makan sehingga membuat perut ini menjadi lapar. Berhubung sekarang masih ada diskon makanan, aku kembali ke lantai satu untuk mencari makanan yang paling kusukai. Aku melihat papan stan KFC Fried Chicken yang membuat langkah kakiku semakin cepat. Aku memesan, membayar dan mencari tempat. Makanan sudah diantar di meja makan tempat aku berada. Kenyang sudah perut ini, tak lupa memesankan makanan lagi dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga.

Tanganku penuh dengan kantong belanja yang cukup berat untuk dijinjing. Aku kebingungan menaruh dompet karena tidak membawa tas kecil. Muncullah inisiatif dari pikiran, menyelipkan benda itu di saku. Kebetulan ada saku rok tetapi tidak dalam. Setelah memasukkan dompet, aku segera berjalan menuju tempat parkir untuk pulang. Di saat hampir mendekati eskalator, dompetku terjatuh. Banyaknya barang yang kubawa membuatku membutuhkan sedikit waktu untuk mengambilnya.

Namun, tiba-tiba seseorang mengambil dompetku dengan cepat dan lari begitu saja. Seketika aku merasa khawatir, resah, dan bingung hingga spontan berteriak.

"Tolong! Copet ... copet ... copet," teriakku panik.

Aku mengejarnya, tetapi kehilangan jejak, di saat bersamaan tampak sekelompok pria berbaju hitam memasuki mal. Mereka menembakkan senjata yang menyebabkan kepanikan pengunjung di SIOMart. Aku bergeming, meski perampok itu sudah berada di depanku dengan jarak sekitar dua meter. Aku benar-benar tidak berani bergerak, perasaan takutku terus ada. Pertama kali ini aku menemui penjahat.

Hingga tiba-tiba ada seseorang yang menarik lengan tanganku dari belakang dan mengajakku untuk berlari mencari tempat untuk bersembunyi. Seperti lorong kecil di dekat tempat parkir.

"Ka–kamu ... Ka–kamu," kataku.

"Sttt..." ujar pencopet tadi sambil menutup mulutku dengan tangannya.

Aku mendengar suara dari luar dan ternyata perampok itu berada di depan tempat persembunyian kita.

"Ah, sial. Ke mana perginya bocah tadi," kata perampok sambil mondar-mandir di depan tempat persembunyian.

Tak lama kemudian perampok itu pergi meninggalkan tempat kita sembunyi. Sungguh hati ini belum merasa tenang atas semua kejadian yang terjadi. Perlahan dekapan tangannya meregang.

"Ayo keluar, sudah aman. Kelihatannya perampok itu sudah pergi," ujar pencopet sambil mengajakku beranjak keluar dari tempat persembunyian.

"Kamu yang tadi copet dompetku, kan?!" sahutku dengan perasaan yang begitu jengkel.

"Iya, ini dompetmu, kan?" kata si pencopet terlihat menahan tawa.

"Iya, itu dompetku, kenapa kamu mengambilnya?" ucapku dengan perasaan geram.

"Jangan marah-marah, lah. Dompetmu masih utuh. Aku mengambil dompet ini hanya ingin untuk bisa mengenalmu." ujar pencopet sambil menyerahkan dompet ke tanganku.

"Ih. Gak ada cara lain apa? Selain harus membuat panik orang lain,” ucapku. Sungguh cara tak lazim untuk berkenalan.

"Iya-iya, mohon maaf jika aku sudah membuatmu panik." Pencopet itu berujar dengan senyuman lebar.

"Aku maafkan tetapi jangan diulangi lagi. Terima kasih juga sudah menolongku tadi. Kalau enggak ada kamu, entahlah bagaimana nasibku.”

“Jangan bergerak!” Sebuah senjata di todongkan tepat pada puncak kepala copet aneh di depanku. Senyum di antara kami seketika lenyap.

Pria berbaju hitam itu mengiring kami ke salah satu sudut tempat parkir. Empat orang tukang parkir, dua orang satpam yang terluka, serta beberapa pengunjung tampak meringkuk di sana. Tubuhku di dorong kasar oleh penjahat itu, beruntung si copet menahanku.

“Jangan kasar sama wanita dong!” bentaknya.

“Bacot, Lu!” Sebuah tamparan mendarat di pipi si copet. Dompet dan ponsel kami disita.

“Kamu tidak apa-apa kan?” bisikku saat melihat darah di sudut bibirnya.

“Yang penting kamu baik-baik saja,” jawabnya. Benar-benar pria aneh.

13.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang