Wanita Lain Suamiku

141 4 1
                                    


Apakah cinta itu tak pernah berubah? Apakah hati bisa dikendalikan?
Sangat banyak orang yang berjanji ia akan mencintai sehidup semati. Aku bahkan belum memahaminya sampai sekarang.

♥️⚖️⚖️⚖️♥️

Setelah perjalanan yang panjang pernikahan,  aku merasa baik-baik saja dan bersyukur karena mengenal Dimas sebagai suamiku. Karena aku merasa pernikahan kami cukup bahagia. Bahkan kebahagiaan kami telah lengkap dengan kehadiran Dinda dan Farel. Dinda adalah putri sulung kami dan Farel adalah putra kedua kami.
Dinda telah berusia 10 tahun dan Farel berusia tujuh tahun.

Dengan usaha yang telah kami rintis  delapan tahun lamanya, kini suamiku telah memiliki tiga buah toko kelontong dan satu buah minimarket yang cukup laris.
Bisa dibilang bahwa penghasilan kami sangatlah lebih dari cukup untuk menghidupi empat orang anggota keluarga yaitu kami dan dua orang buah hati kami.

Rumah yang kami tempati juga cukup mewah. Sebuah rumah bergaya vintage lengkap dengan kolam renang. Setiap ruangan kamar juga sudah dipasang AC.
Tidak seperti ketika awal kami menikah yang hanya mampu mengontrak rumah kecil. Saat itu suamiku adalah seorang buruh toko kelontong di dekat pasar yang menjual dengan cara grosiran.

Melihat toko yang tak pernah sepi dari  pengunjung, suamiku tertarik untuk membuka toko kelontong juga meskipun tidak besar. Sementara pada waktu itu aku sudah membantu ekonomi suamiku dengan menjual nasi uduk dan gorengan di pagi hari.

Awalnya demi keinginan suamiku itu aku menjual sebidang sawah warisan orang tuaku di desa. Dari hasil penjualan sawah tersebut kami membeli sebuah ruko kecil di dekat pasar, kemudian sisa uangnya kami belikan sembako untuk mengisi toko tersebut.

Rezeki memang sudah ada yang mengatur, tidak perduli bagaimana caranya rezeki itu datang apabila kita berusaha. Di pasar, toko semisal kami cukuplah banyak tapi siapa sangka toko tersebut maju pesat dan memiliki banyak pelanggan?

Melihat betapa prospeknya usaha tersebut, akupun mengusulkan menjual sebidang  tanah ladangku yang tidak produktif. Tanah itu tadinya terbengkalai saja dan tidak terurus. Kami hanya bisa membiarkan karena kami memang tak punya biaya untuk mengurusnya. Jadi pertimbangan kami saat itu adalah membiarkan tanah tersebut sampai memiliki nilai jual yang tinggi sehingga bisa dijadikan tabungan dan bisa dijual jika anak-anak sudah membutuhkan biaya untuk sekolah.

Suamiku menyetujui untuk menambah modal usaha dengan menjual tanah tersebut sehingga perputaran uang semakin cepat. Mengingat pelanggan juga mengincar harga yang miring. Maka, dengan modal yang besar kami bisa belanja dengan harga yang lebih murah.

Berjalannya waktu, berkembanglah usaha itu dengan izin Allah. Dalam dua tahun, satu ruko berkembang menjadi dua ruko dan di tahun ke empat, dua ruko berkembang menjadi tiga ruko kelontong.

Akupun telah berhenti menjadi nyonya nasi uduk dan berganti menjadi nyonya Dimas Prawiro. Aku tak tahu kalau status sosial seperti itu ada.

Jika status rendah maka akan dinobatkan karena rendahnya status sosial kita, jika meningkat maka nama status atau suami akan meningkat juga.

Alhasil, usaha yang telah suamiku jalani dengan modal warisan orang tuaku membawa status sosial kami meningkat.

Dalam kurun waktu dua tahun terakhir suamiku juga telah berhasil membangun bisnis minimarket dengan bantuan temannya yang katanya lebih berpengalaman.

Dimadu suamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang