"Wil yu hold mai hend en' west ower taim tugeder?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi-pagi, sebelum jam buka toko berlaku Keita datang langsung membuka lebar pintu kayu kaca, mengeluarkan pot-pot bunga ke depan. Mulai menyapu, membersihkan meja, memberi makan bunga-bunga dan pohon-pohon. Kala netranya menangkap segepok mawar mulai layu di dalam vas bunga tembus cahaya, refleknya berhenti menyapu. Panik-panik berjalan menuju ruangan lain di balik pintu dekat meja kasir sembari memeluk vas berisi mawar.
Ruangan lain yang layaknya dapur, namun bisa dijadikan tempat peristirahatan selama tidak ada pelanggan lantaran ada sofa tiga seat, televisi tipis berukuran 24 inci, dan satu loker kayu dengan empat pintu vertikal. Ruangan yang tidak terlalu besar dicat putih gading, hanya ada jam dinding dan dua lukisan kontemporer sebagai pajangan. Keita melangkahkan pijaknya menuju meja bar, menaruh mawar di sana. Dirinya kemudian memasak air dengan api kecil sampai agak panas.
Selama menunggu, tangannya bergerak kesana-kemari mengambil lap handuk beludru yang mana bagian ujung mawar ditidurkan dan dikeringkan di atasnya. Lalu, mengeluarkan pisau khusus perawatan bunga tuk memotong miring ujung tangkai yang mulai membusuk. Keita mematikan kompor tatkala suhu termometernya menunjuk angka 43 derajat celcius, ia angin-anginkan sebentar sebelum memasukkan gula dan cuka putih ke dalamnya.
Sembari memegangi segenggam mawar yang tangkainya dicelupkan ke air hangat, ingatannya kembali melayang mengingat dua hari dimana Taegyun datang sebagai pelanggan. Pusing-pusing memikirkan alasan di balik bunga-bunga yang di beli Taegyun. Penasaran kalau bisa dikatakan.
Waktunya tidak terbuang begitu lama, Keita kembali membawa vas yang sudah dibersihkan dan diisi dengan air hangat kembali. Meletakkan mawar di tempat yang tidak di lewati cahaya matahari langsung.
Pas sekali masanya. Tiga hari sudah, dan laki-laki itu muncul kembali. Taegyun datang memunculkan helaian pirangnya. "Hai." Sapanya
