Bab 1: Tidak ada yang Berakhir

4 1 0
                                    

Hari di mana Seroja ingin mati, hujan turun lebat. Butirannya bagaikan sejuta jarum menghujam tubuh dan relung hati. Dalam hujan pula, Seroja menangis. Tidak ada siapa pun di dekatnya. Hanya rimbunan pakis. Dan hujan.

Pisau silet masih ada di dekat kaki. Inikah saat yang tepat untuk mati? Hujan begitu dingin malam ini.

***

Hujan baru saja reda, membuat aroma tanah basah menguar ke mana-mana, tapi pria yang sebagian wajahnya dipenuhi tompel itu menyukai hal-hal seperti ini. Dia keluar dari rumah sambil mengenakan jaket, mencoba mengusir hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang. Dia adalah Pak Tukang Kebun di sekolah ini.

Dia berjalan, kedua tangan terlangkip di belakang punggung, meninggalkan pintu rumah terbuka. Dari pintu yang terbuka, tampaklah isi dari rumah: sebuah ranjang berada di tengah ruangan, lemari tua, dan badukan kecil yang di atasnya terdapat kompor, piring kotor, ketel, serta gelas. Tidak ada hal istimewa di sana.

Kepalanya menoleh, melihat ruangan di sebelah utara tanpa pencahayaan lampu. Ruangan tersebut merupakan sederetan kelas VIII. Nanti apabila cahaya matahari muncul, di atas setiap kelas akan terdapat papan kayu bertuliskan VIII A, VIII B, VIII C, VIII D dan VIII E, tapi itu nanti, sekarang masihlah malam. Gelap meliputi halaman tempatnya melangkah, pun ruangan lab dan kantor guru di samping kirinya. Dia tidak takut. Baginya apa yang harus ditakutkan dari kegelapan? Toh gelap juga tidak akan bertahan selamanya.

Dia berjalan dalam langkah pelan. Sekolah yang dijaganya memang menerapkan peraturan demikian. Bukan lantaran tidak punya lampu, tapi mengurangi penggunaan lampu yang tidak dibutuhkan. Pak Tukang Kebun yang tidak mau menyebutkan nama sebenarnya itu, tidak terusik peraturan tersebut. Dia malah menyukainya. Karena baginya, gelap bisa memperlihatkan hal yang tidak pernah terlihat sebelumnya.

Jalan di depan memecah ke tiga simpang. Lurus, ke arah pintu keluar belakang, kanan, ke arah kelas-kelas lainnya, dan simpang kiri, ke tempat di mana Pak Tukang Kebun sering menghabiskan waktunya sendiri. Ya, ke sanalah dia berbelok, ke simpang kiri, ke taman sekolah. Harum mewangian bunga taman, menyambut kedatangannya.

Lampu taman redup. Dia masuk ke sana. Berdiri di dekat tanaman bunga sepatu. Dia menengadah, memandang langit mendung menyembunyikan bintang-bintang dan rembulan. Ini malam kelam yang dilangitnya tanpa cahaya sama sekali.

Dia menarik napas panjang, menutup mata, seolah membiarkan dirinya menyatu bersama malam. Pikirannya mungkin sudah sepenuhnya kosong, bila dia tidak mendengar suara isakan.

"Isakan," lirihnya.

Sudah banyak malam dia habiskan di tempat itu, entah malam cerah ataupun malam tanpa cahaya seperti hari ini, tapi tidak pernah sekalipun dia mendengar suara isakan. Bukan suara hantu, kan? Dia tidak pernah memercayai hantu.

Pria tersebut mencarinya, melewati tanaman sepatu, berhenti di rimbunan mawar. Suara isakan tidak terdengar lagi. Hening. Dia bergeming.

"Kalian semua, aku akan mati di sini dan menghantui sekolah ini!" teriak seseorang dengan suara bergetar.

Suara itu berasal dari....

Walaupun uban menghiasi sebagian rambutnya, yang menandakan bahwa dia tidak lagi muda, tapi dia tetaplah cekatan. Dia lekas berlari melewati sederetan tanaman lidah mertua, tidak menghiraukan beberapa tanaman yang terinjak. Terus berlari dan menyibak sesemakan pakis. Di balik pakis itu, dia melihat seorang gadis sedang gemetaran memegangi pisau silet, diarahkan ke pergelangan tangan kiri.

Tanpa berpikir sejuta kali, pria itu menghentikan kegiatan bunuh diri si gadis. Dia berkata, "Jangan kotori tamanku dengan darahmu!"

Pada cahaya lampu yang samar-samar, pandangan keduanya beradu, menghujam dengan ketajaman mata masing-masing. Pria itu merampas pisau silet dari si gadis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hari Ini Terlalu Indah untuk MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang