1. Berkala

269 44 7
                                    


*

Lima Tahun kemudian


Jeno melempar bola basket sembarang arah, laki‐laki itu engambil air mineral di tribun lalu meneguknya hingga setengah.

"Jen, masih mau main gak? "

"Gak, gue udah telat. "

"Oke, besok jangan lupa. "

"Hm, "

Jeno mengambil tasnya. Ia sudah tak punya banyak waktu, ia memilih tak mengganti pakaiannya.

Jeno melajukan motornya. Beberapa menit akhirnya laki‐laki itu sampai di sebuah bengkel yang hari ini terlihat lumayan ramai.

"Telat banget lo. "

"Keasikan main basket bang, rame bang? "

"Iya nih, cepetan ganti baju sana. "

Jeno mengacungkan jempolnya. Setelah mengganti pakaiannya ia segera bergabung ke karyawan bengkel lainnya.

"Jen, ambilin oli di gudang, abis nih. "

"Oke bang, "

"Oh iya, ambil ban baru juga ya. Satu aja. "

Jeno kembali mengacungkan jempolnya, ia segera mengambil oli dan baru dari gudang.

"Nih, bang. "

"Oke, lo bisa bantu cewek yang di depan sono. Ban motornya kempes, "

"Oke bang, "

Jeno menghampiri dua perempuan yang sedang berdiri di dekat motornya itu.

Langkahnya terhenti ketika mendapat satu notifikasi dari handphonenya. Semua notifikasi handphonenya memang ia matikan kecuali semua notifikasi yang berhubungan dengan Eric. Jadi bisa ia pastikan notifikasi itu dari adiknya.

Eric
Jen, gue telat balik ya

**

Haechan tak mengira seorang Eric yang dulunya anak pendiam bahkan ia hanya akan berbicara kepada Jeno saja kini sedang meneguk segelas alkohol yang disodorkan olehnya.

Entah itu gelas ke berapa.

Eric tampak mengiris dengan wajahnya yang penuh lebam akibat perkelahiannya tadi sepulang sekolah.

"Mau nginep di rumah gue gak? "

"Mau balik, "

"Lo mabuk, bisa digampar Jeno lo entar. "

Eric mengangguk saja, "gue emang lagi pengen di gampar. "

Haechan tertawa lalu kembali menuangkan botol berisi alkohol di gelasnya dan gelas Eric.

Jujur saja, Haechan terkejut saat pertama kali masuk ke tempat ini ia menemukan Eric. Ia tidak mengira anak yang bahkan melengos ketika ia mengajaknya bicara dan setiap apapun kegiatannya pasti akan memegang buku kini seperti preman yang hobinya berkelahi. Bahkan mabuk‐mabukan.

Dulu mereka satu sekolah saat sd. Tapi Eric tiba‐tiba menghilang setelah kelulusan mereka.

"Lo di skors berapa hari? "

Eric yang kini sudah mabuk, karena entah berapa gelas yang sudah cowok itu habiskan hanya membalas dengan mengacungkan dua tangannya.

"Dua hari doang? Tumben, "

"Hahaha becanda, seminggu. "

"Jeno udah tau? "

"Gak lah, pura‐pura aja gak si skors hahaha, "

Haechan menggeleng tak habis pikir, "masih mau nambah? "

Eric mengambil gelasnya lalu menyodorkannya kepada Haechan. "Tambahin terus Chan, gue belum mabuk. " ucap cowok itu lalu mengoceh tak jelas kembali.

"Lo ke rumah gue aja dah, bisa‐bisa kalo gue nganter lu balik, bisa ikut digampar gue sama abang lo. "

Eric kembali meracau, "gue pengen balik. " kata cowok itu lalu memejamkan matanya. Entah tertidur atau sedang pingsan.

"Lo Haechan kan? "

Haechan menoleh, lalu mengangguk sekilas. "Cowok yang duduk di sana pengen lo gabung katanya. "

Haechan mengerutkan dahinya bingung, "gue gak kenal. "

"Makanya gabung biar kenal. "

Haechan baru saja hendak menjawab, terhentikan ketika Eric mengangkat kepalanya.
"Chan, gue balik ya. " ucapnya

"Lo belum mabuk kayak temen lo itu kan? Kalo belum ayo gabung, "

Haechan hendak menggeleng, ia harus mengantar Eric. Tapi cewek itu keburu meraih tangannya dan membawanya pergi.

*

Karena terpengaruh alkohol, Eric bingung harus berbelok kemana. Ia bahkan lupa rumahnya berada di arah mana. Karena sudah tengah malam, taksi tak mungkin lewat di jam segini.

Ia memilih berbelok kiri, lalu berjalan tak seimbang.

Hingga ketika kakinya tersandung sesuatu membuat cowok itu terjatuh.

"Ah babi! " umpatnya.

Karena tak bisa menjaga keseimbangan Eric kembali terjatuh saat hendak bangun.

Handphonennya yang berbunyi bahkan ia abaikan.

Hingga ketika ia bangun untuk ketiga kalinya dan kembali terjatuh membuat Eric pasrah, lalu merebahkan kepalanya seolah ia sedang berada di ranjangnya sekarang. Laki‐laki itu tertidur di atas jalan, dengan handphone yang terus berdering.

*

Jeno tak tahu ia mengumpat entah ke berapa kalinya ketika telponnya tak diangkat oleh Eric. Adiknya itu entah di mana sekarang. Jeno terlalu sibuk bekerja bahkan untuk mengetahui di mana tempat sang adik sering nongkrong saja ia tak tahu.

Kecuali bar, pernah sekitar dua kali Jeno pernah memergoki adiknya itu di bar. Meminum sebotol alkohol, dengar racauan tak jelas ketika ia membawa Eric pulang.

Dia hanya tahu beberapa teman yang selalu bersama Eric. Tapi untuk nomor handphone teman‐teman adiknya itu ia tak punya.

Jeno merebahkan tubuhnya, ia tak bisa tidur memikirkan Eric entah di mana sekarang.

Ketika handphonenya berbunyi di atas nakas mrmbuat cowok itu segera bangun, mengerutkan dahi ketika mendapat telpon dari nomor asing.

"Halo, "

"Jeno, ini gue Haechan. Eric udah balik gak? Gue nelponin dia tapi gak angkat. "

Jeno mengenal Haechan, salah satu teman sekelasnya saat sekolah dasar dulu.

"Dia belum balik, telpon gue juga gak diangkat. "
Dari balik telpon Jeno bisa mendengar decakan frustasi Haechan.

"Lo tadi bareng Eric? "

"Iya, dua jam yang lalu. Tapi gue khawatir sama tuh anak, apa udah balik atau kagak. Gue telponin gak diangkat. Jadi gue nelpon lu buat mastiin. "

"Kalian ketemu dimana? "

"Di……  bar, "

Jeno mengepalkan tangannya. Kecurigaannya benar, Eric kembali berulah.

"Eric mabuk? "

"Ehm…… iya" Haechan menjawab ragu, "yaudah gue nyari Eric dulu, lo gak usah panik. " sambung Haechan. Padahal ia sendiri yang panik, takut Jeno meledak setelah mengetahui—

Ahh sudahlah, Haechan benar‐benar dalam masalah sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sandyakala | Jeno EricTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang