Pernikahan adalah suatu hal yang tidak pernah terbayangkan oleh seorang Fatimah. Apalagi menikah muda. Itu semua jauh dari pikirannya. Mengurus suami dan mengabdikan dirinya sepenuhnya pada suaminya adalah hal yang mustahil bagi Fatimah. Berkali-kali dia menepuk-nepuk pipinya di depan cermin, dia berharap bahwa dia bangun dari tidur panjangnya.
"Kak, udah siap?"
Seorang gadis cantik berbalut dress berwarna peach membuatnya terlihat berbeda seperti biasanya. Fatimah menoleh ke belakang lalu mengangguk.
"Cantik," puji Reza.
Reza menuntut Fatimah supaya berdiri. Dia mundur ke belakang untuk mengecek penampilan Fatimah dengan make up di wajahnya. Rambutnya tergerai panjang dan hitam.
"Gimana?" tanya Fatimah sambil berputar.
"Good"
"Aku ngga nyangka kalau akan secepat ini. Aku belum siap, aku takut," kata Fatimah sambil menundukkan kepala.
Reza memeluk Fatimah, untuk pertama kalinya dia menitikkan air mata bahagia.
"Aku bangga punya kakak ipar seperti Kak Fatimah. Jadi, jangan pernah takut ya. Aku akan selalu ada di samping kakak," kata Reza.
"Makasih ya. Makasih udah nerima kehadiran kakak," kata Fatimah tulus.
"Sekarang turun yuk, kasihan Kak Azam," ajak Reza.
Fatimah mengangguk. Dengan langkah pelan dan bantuan Reza, kakinya mulai menuruni anak tangga. Di bawah sana semua orang sudah menantinya, termasuk seseorang yang berbalut jas berwarna putih dan peci yang bertengger di kepalanya.
Jantung Fatimah berdegup sangat kencang. Senyuman di bibirnya tidak bisa berhenti menghiasi wajahnya. Fatimah menatap seseorang yang juga menatapnya. Di samping orang itu juga terdapat Papanya.
"Cantik," puji Azam saat Fatimah sudah duduk di kursi sampingnya. Fatimah menundukkan kepala tersipu malu.
"Bisa kita mulai sekarang?" tanya seuiorang penghulu.
Tuan William dan Azam mengangguk. Sebelum mengucapkan akad nikah, Azam memberikan mahar surat Ar-rahman pada Fatimah yang membuat semua terkejut. Lantunan nya begitu indah menyayat hati. Semua yang hadir tidak kuasa membendung air matanya, terutama Fatimah. Dia sangat terharu.
Setelah melantunkan surat Ar-rahman dengan penuh penghayatan, akad nikah dimulai.
"Saya terima nikahnya Fatimah Azzahra bin Muhammad William dengan mas kawin surat Ar-rahman dan uang sebesar seratus tujuh puluh dua trilliun beserta berlian sebesar seratus tujuh puluh dua gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai," kata Azam dengan lantang.
"Bagaimana para saksi?"
"SAH"
"Alhamdulillah"
Semua yang hadir ikut mendoakan pernikahan Azam dan Fatimah. Mereka tidak menyangka dengan mahar yang diberikan oleh Azam, termasuk Tuan William dan Fatimah.
Fatimah mencium punggung tangan Azam, sementara Azam mencium kening Fatimah. Mereka saling bertukar cincin. Kini Fatimah telah merubah statusnya dari lajang menjadi Nyonya Azam.
Mereka berfoto dengan buku nikah yang ditunjukkannya. Setelah itu mereka berfoto dengan keluarga besar. Mikayla juga turut hadir di acara tersebut.
"Selamat ya Kak, akhirnya aku resmi punya kakak ipar," Kata Reza memberikan ucapan selamat.
“Makasih ya,” jawab Fatimah.
“Kak, buruan bikinin aku ponakan,” kata Reza pada Azam. Seketika Azam meneloyor kepala Reza membuat sang empunya melenguh kesakitan. Sementara Fatimah tersipu malu mendengar percakapan kedua kakak adik tersebut.
Tuan William memeluk Fatimah, “Selamat ya nak. Akhirnya putri kesayangan Papa ada yang menjaga. Kamu jadi istri yang baik dan nurut sama suami ya nak. Jangan pernah membantah pada ucapan suami mu.”
Fatimah mengangguk mendengar pesan Papanya, “Iya Pa. Fatimah akan selalu mengingat pesan Papa. Makasih udah jadi Papa yang baik buat Fatimah.”
Tuan William kemudian memeluk erat Azam, “Jaga baik-baik putri ku. Jangan biarkan dia menangis sedih. Aku titipkan putri ku padamu.”
“Iya Pa. Azam akan selalu menjaga Fatimah semampu Azam,” jawab Fatimah.
“Sekarang kalian berdua sudah sah menjadi suami istri. Kalau ada masalah, bicarakan baik-baik. Komunikasi perlu dijaga, apalagi kepercayaan. Karena sebuah pernikahan tanpa dilandasi kepercayaan, maka hanya akan seumur jagung,” nasihat Tuan William pada Fatimah dan Azam.
“Iya Pa,” jawab keduanya.
“Papa mau kumpul dengan yang lain dulu. Kalian berdua istirahat saja dan mempersiapkan diri”
Tuan William berlalu pergi dari hadapan Fatimah dan Azam. Dia menemui tamu undangannya.
“Ehm Mas,” panggil Fatimah malu-malu.
“Iya sayang?” jawab Azam.
“Aku boleh ganti baju ngga? Berat”
Azam tertawa mendengar penuturan istrinya itu. Tanpa aba-aba, Azam menggendong Fatimah ala bridal style. Mikayla dan Reza berteriak histeris melihat perlakuan kakaknya yang romantis.
“Cepat-cepat buatin aku ponakan,” teriak Reza.
Azam memelotot ke arah Reza yang tidak tahu malu. Sementara Fatimah menatap wajah Azam dari samping dengan penuh takjub.
Azam mendudukkan Fatimah dengan hati-hati di pinggir tempat tidur. Dia berlutut di depan istrinya. Di tatapnya mata istrinya itu dengan penuh kekaguman.
"Subhanallah, indah sekali ciptaan-Mu," puji Azam yang membuat Fatimah semakin tersipu malu.
Azam mencium ubun-ubun Fatimah dan berdoa disana. Dalam hati Fatimah mengaminkan do'a suaminya.
"Terimakasih sudah menerimaku apa adanya Mas," kata Fatimah.
"Terimakasih juga sudah percaya sama Mas, walaupun Mas ini orang asing yang baru saja hadir di hidup kamu," jawab Azam.
Mereka saling berpelukan bahagia.
"Mas, gerah," kata Fatimah sambil mengibas-ibaskan tangannya.
"Lepas gih gaunnya. Berat ya?"
Fatimah mengangguk. Dia berusaha membuka sendiri resleting gaunnya. Tidak mungkin juga jika dia membuka gaunnya di kamar mandi. Fatimah sangat kikuk. Azam memperhatikan tingkah istrinya yang membuatnya tahan tawa.
"Kemarilah," kata Azam.
"Tapi..."
Dalam sekali gerakan, Fatimah sudah berada dalam pelukan Azam. Hidungnya membentur dada bidang Azam. Mata mereka saling bertatapan. Sementara jari jemari Azam membuka resleting gaun Fatimah. Sedetik kemudian gaun tersebut jatuh ke lantai. Fatimah sangat terkejut, dia menutup tubuhnya yang hanya memakai tanktop.
Azam menyingkirkan tangan Fatimah, "Kita sudah sah, apa kau takut?"
Fatimah menggeleng. Entah kenapa perasaannya sangat gugup dan darahnya berdesir. Azam mencium bahu Fatimah yang sangat harum.
"Aku tidak akan melakukannya jika kau belum siap," bisik Azam di telinga istrinya.
"Makasih," jawab Fatimah gagap.
Azam kemudian menjauh dari Fatimah dan melepaskan jas nya. Berhubung jam di dinding masih menunjukkan pukul sepuluh pagi, Azam mengajak Fatimah untuk melakukan sholat dhuha sebagai rasa syukur atas karunia-Nya.
Azam mengimami sholli Fatimah untuk pertama kalinya. Dan untuk pertama kalinya juga Fatimah merasakan begitu tenang dan khusyu.
Sejatinya perlu diketahui, bahwa cinta sejati bukanlah cinta yang didasarkan atas hawa nafsu. Cinta yang berdasarkan Illahi adalah sebuah kisah cinta yang sangat dirindukan oleh Sang Pencipta dan Rasulullah. Cintailah seseorang karena agamanya, bukan karena harta dan parasnya. Karena harta dan tahta tidak akan dibawa mati. Sebaliknya, agama dan pahala kita dunia yang akan menyelamatkan kita di dalam kubur dan di akhirat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sincerity of Love💖
Teen FictionTentang bagaimana ketulusan dan kelembutan hati seorang Aisyah. Dia rela mengorbankan segalanya bahkan nyawanya pun dia berikan hanya demi orang - orang yang dia sayang. Lalu, bagaimana dengan kisah cinta yang dilaluinya? Akankah dia bertemu dengan...