DILARANG SEKOLAH

0 0 0
                                    

Pagi-pagi aku udah semangat buat menyambut hari pertamaku sekolah. Aku yakin kalau kakek akan menepati janjinya untuk mendaftarkanku sekolah di desa ini.

Selepas sholat shubuh, aku menyiapkan buku dan berbagai peralatan lainnya untuk sekolah. Seragam, sepatu, kaos kaki, semuanya sudah siap. 

Aku pergi menemui nenek di dapur. Aku mendengar suara kegaduhan dari dapur, mungkin nenenk sedang memasak. Baunya juga harum menyengat sampai kamarku.

"Nenek," panggilku.

Nenek menatapku dengan sengit sampai aku tidak berani menatapnya.

"Mau apa kamu? Hah?" bentak nenek.

"Nanti aku jadi sekolah kan nek?" tanyaku dengan terbata-bata.

Nenek melemparkan irus yang digunakan untuk menggoreng ke arahku. Irus itu mengenai lenganku dan membuatku menjerit kesakitan. Irus itu sangat panas dan berminyak.

"Yang bilang kamu sekolah siapa? Di sini ngga ada kata sekolah buat kamu!"

"Tapi nek, aku datang ke sini untuk sekolah"

"Kamu pikir ini panti asuhan? Ibu mu meletakkanmu di sini tanpa meninggalkan sepeser pun. Kamu itu cuma benalu! Jadi di sini kamu cuma kerja dan kerja!"

Ya Allah hatiku sangat sakit sekali. Mama, Papa, tolongin Rita....

"Ngapain kamu masih di sini? Cepat selesaikan pekerjaan rumah!"

Aku berdiri meninggalkan nenek. Baru beberapa hari aku tinggal di rumah nenek, tubuhku mulai mengurus dan tidak terawat.

Aku kembali ke kamar dan mengganti pakaian ku dengan pakaian biasa. Sebelum matahari terbit, aku harus menyelesaikan pekerjaan rumah lalu pergi ke sawah.

"Aaghhh," rintihku.

Lenganku terasa sangat perih dan melepuh. Aku mengambil pepsodent ke kamar mandi dan mengoleskannya di lenganku yang terluka.

Aaghh sakitnya Ya Allah, perih sekali....
Aku ngga tahan....

Aku menangis di kamar mandi. Merasakan rasa sakit di tanganku yang tiada tara. Untuk mengantisipasi tergores sesuatu di sawah nanti, aku menutupnya dengan kain putih yang tebal, aku melilitkannya di sekitar tanganku.

Setelah mengobati lukaku, baru aku menyapu halaman rumah yang pencahayaannya masih remang-remang. Dilanjut dengan menyapu dan mengepel rumah.

"Rita!!!"

Aku lari masuk ke dalam mendengar kakek memanggilku.

"Iya kek?"

"Sawah yang ada di sebelah timur itu, pokoknya kakek ngga mau tau! Kamu harus selesaikannya sekarang juga!"

"Tapi Rita ngga sanggup ngerjain sendirian Kek," jawabku jujur.

Kenyataannya memang begitu bukan? Mungkin sekarang aku masih sehat dan kuat, tapi kedepannya aku ngga tahu. Satu minggu ke depan? Satu bulan ke depan? Atau bahkan satu tahun ke depan? Aku ngga tahu.

Aku belum selesai mengerjakan pekerjaan rumah. Sudah ditambah dengan pekerjaan seperti itu. Aku bukan mesin yang tidak kenal lelah kek. Aku juga manusia sama seperti kakek.

Aku kembali menyelesaikan tugas rumahku lalu bersiap ke sawah. Aku mulai bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi di desa.

Mama, Papa, aku akan membuktikan sama kalian kalau aku ngga cengeng. Aku bisa mandiri,  aku tidak masalah jika di sini aku diperlakukan seperti budak. Aku akan anggap ini semua sebagai pengalaman dan pembelajaran aku di kedepannya nanti.

*****

Mulai sekarang aku menunggu kedatangan Joko di gubuk dekat sawah. Kita janjian di tempat itu. Mungkin orang lain lebih memilih untuk bergerumul dengan selimutnya dan kembali menjelajah mimpi indahnya. Menikmati hangatnya selimut di bawahnya dinginnya udara pagi.

Matahari berwarna merah menyumbul dari ufuk timur. Sejak di desa, aku bisa menikmati keindahan alam dengan sepuasnya tanpa harus membayar. Kalau di kota, aku selalu sibuk dengan urusanku dan tidak pernah menikmati alam.

"Heyy!!"

Astaghfirulloh....
Aku memegangi dadaku yang rasanya mau lepas.

"Joko!!!"

Joko malah tertawa puas setelah mengagetkanku. Ku kira dia adalah komplotan preman yang ingin menghabisiku di sawah. Seperti yang aku baca di koran, seorang cewek yang diperkosa oleh preman di tengah sawah yang sepi hingga nyawanya melayang.

"Yes! Satu kosong," kata Joko dengan puas.

Aku memukul lengannya dengan capil milikku. Jika aku ngga sadar kalau itu Joko, udah ku pukul pakai pacul ku.

"Makanya jangan banyak melamun!" kata Joko.

Aku duduk lebih ke dalam gubuk, membiarkan Joko duduk di bagian depan. Hembusan nafasku terdengar di telinga Joko karena suasana masih pagi dan tenang.

"Kamu mau sampai kapan di sini Rit?" tanya Joko.

"Aku ngga tau Jok"

"Ngga nyoba hubungin orang tua kamu?"

Seandainya aja lo tau yang sebenarnya Jok....

"Rumah kamu tuh yang mana sih Jok?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

"Ada di belakang rumah kakek nenekmu, tepatnya di belakang kamarmu"

Jawaban Joko sukses membuatku membelalakkan mata. Berarti selama ini dia....

"Aku nunggu kamu sendiri yang cerita Rit, walaupun sebenarnya aku udah tau," kata Joko.

Joko benar, ngga ada gunanya lagi aku menyembunyikan perasaanku. Aku membutuhkan teman untuk curhat, untuk menghilangkan sedikit beban pikiranku.

"Kakek melarangmu sekolah bukan?" tanya Joko.

"Iya," jawabku lemah.

Mendengar kata sekolah, membuat diriku sensitif dan sangat lemah. Aku jadi merasakan rasa sakit hati yang terdalam.

Joko mengusap pucuk kepalaku. Dia menyisipkan rambutku yang tergerai ke belakang telingaku. Cuma Joko yang bisa membuatku terbang melayang dan menjadikan aku paling istimewa.

"Kamu ngga perlu sedih. Aku akan mengajarimu," kata Joko.

"Kamu serius? Tapi kan kamu...."

"Kamu meragukanku?" tanya Joko.

"Engga bukan..."

"Kalau begitu setiap malam aku akan mengajarimu. Setiap habis maghrib kita bertemu di belakang rumahmu"

Ya Allah keajaiban apa ini? Apa Engkau baru saja memberiku sebuah mukjizat? Atau aku hanya berhalusinasi? Terimakasih Ya Allah, terimakasih....

"Iya aku mau," jawabku dengan semangat.

Joko lalu mengajakku sarapan seperti hari-hari kemarin. Aku merasakan kasih sayangnya yang begitu tulus seperti seorang abang.

Pagi ini dia masak sop ikan tuna yang baunya sangat enak dan masih hangat. Apalagi di dukung dengan hawa yang dingin, rasanya menjadi ah mantab.

"Ayo kita makan"

"He em"

Joko mengambilkanku sepiring nasi yang banyak. Di sini makanku sudah bukan lagi soal diet atau apapun,  sekarang yang aku butuhkan adalah makan yang banyak supaya kenyang dan tubuh tidak jadi lemas.

"Kenapa kamu begitu baik sama aku?" tanyaku.

"Karena aku tidak mau kamu merasakan hal yang sama dengan yang aku rasakan. Sudah cuku aku saja," jawab Joko.

Aku tidak bagaimana masa lalu Joko sehingga berkepribadian seperti itu. Apapun alasannya, aku terharu dan bahagia.

"Makasih Jok"

"Ngga perlu makasih. Aku ikhlas kok"

The Sincerity of Love💖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang