MENYUSURI HUTAN

0 0 0
                                    

Petang hari menuju senja, nenek menyuruhku untuk mencari ikan di sungai. Ada saja alasan nenek supaya aku tidak di rumah, padahal lauk tadi pagi juga masih ada. Aku juga tidak ikut memakannya.

Daripada nanti malam aku ngga dibolehin tidur di kamar, lebih baik aku turutin perintah nenek. Sekalipun aku tidak yakin akan ada ikan di sungai yang dangkal.

Aku lewat pintu belakang lalu melewati semak belukar. Di situlah rumah Joko terlihat. Pantas saja jika orang tidak tahu dimana rumah Joko, rumahnya aja ada di balik pohon beringin besar.

Rumah Joko memang kecil dan sederhana, namun terlihat terang dan pekarangannya juga rapi. Ada banyak tanaman obat juga di rumah Joko.

"Joko.... Joko...."

Aku mengetuk-ketuk pintu rumah Joko. Tapi kenapa ngga ada jawaban ya? Apa jangan-jangan Joko sedang pergi keluar rumah?

Kalau Joko ngga ada, berarti aku harus ke sungai sendirian? Aku kan ngga berani, sungai itu terletak jauh dari pemukiman penduduk dan harus melewati pohon-pohon besar di seberang sawah.

Aku sudah menunggu Joko lama, dia tidak muncul juga. Ya udah deh mending aku ke sungai sendirian aja, daripada nanti kemalaman. Malah nanti ada apa-apa.

"Rita...."

Saat aku mau ninggalin rumah Joko, kudengar Joko manggil namaku. Aku berbalik, Joko berdiri di depan pintu rumahnya dengan memakai sarung dan baju koko. Mungkin dia baru saja sholat.

"Kenapa Rit? Maaf tadi aku masih mengaji," kata Joko.

"Ohh begitu"

"Ada apa Rit? Kok kamu bawa timba sama jaring?"

Aku bingung mau bilang apa sama Joko. Ngga enak aku kalau harus minta tolong ke dia setelag melihat dia sudah rapi dan wangi. Masa iya aku mau ngajak dia ke sungai dan kotor-kotor lagi.

"Ngga papa Jok," jawabku.

Aku pergi hendak ke sungai sendirian, tapi Joko menahan tanganku.

"Aku temani"

Dua kata yang membuatku merasa sangat berarti dan orang yang paling bahagia di dunia ini. Joko selalu mengerti dengan apa yang aku mau dan apa kebutuhanku tanpa aku mengatakannya.

Tidak lama kemudian, Joko keluar dari rumahnya hanya dengan memakai celana pendek dengan kaos hitam. Dia juga memakai jaket tebal.

"Ayo," ajak Joko.

Joko menggandeng tanganku dengan tangan yang satunya membawa senter. Kami berdua menyusuri jalan yang penuh dengan bebatuan besar dan kecil. Joko mengajakku melewati jalan pintas supaya cepat sampai.

"Untuk apa kamu mencari ikan?"

"Hah?"

"Sebaiknya sesekali kamu jangan terlalu menuruti perkataan kakek dan nenekmu," kata Joko.

"Tapi aku nanti dihukum sama mereka"

"Kamu bisa datang ke rumahku. Kamu akan aman di sana"

Hari sudah gelap ketika kami sudah sampai di pinggiran sungai. Joko mengarahkan senternya ke dalam sungai dan mencari ikan yang mungkin masih tersisa.

"Ini musim kemarau, tidak akan ada ikan di sini," kata Joko.

"Lalu bagaimana? Nenek pasti akan marah padaku dan menghukumku terus menerus"

Mungkin Joko benar, aku bisa berlari ke rumahnya dan meminta pertolongannya. Tapi tidak untuk selamanya. Bagaimana jika nenek terus menghukumku, jika hari ini aku selamat dari hukumunannya, besok dia akan menagihnya lagi dan melipat gandakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Sincerity of Love💖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang