"Na, lo udah dapet informasi apa aja tentang Kak El?" tanya Vano malam itu di rumah Gina, tepatnya di ruang keluarga.
Mereka sedang memakan camilan ditemani film yang terputar di depan sana.
"Ngga tau. Papa, Mama, Ayah, Bunda ngga ada yang mau kasih tau," jawabnya lesu. "Mereka bilang nggak usah dibahas lagi. Karena itu udah masalalu."
Vano menghela nafas, mengelus pelan rambut sahabatnya itu. "Terus mau tetep nyari tau?"
"Menurut lo gimana?" Gina menatap Vano serius.
"Kalau gue minta lo berhenti, lo mau?"
Gina menggeleng, membuat Vano melirik kesal. "Ya terus kenapa tanya?"
Gadis itu terkekeh. Sedetik kemudian kembali memasang wajah serius. Pandangannya lurus ke depan.
"Ki ...."
"Hem?" jawab Vano masih menatap Gina.
"Gue tau mungkin ini terlihat berlebihan." Gina balik menatap Vano. "Tapi kalo gue berhenti, keadilan buat Kak El ngga ada."
"Iya, gue tau. Tapi semua milih nutup itu rapat-rapat. Ngga mau ngasih tau, karena mereka ngerasa bersalah, Na."
"Tap--"
"Kamu masih nyari tau?"
Pertanyaan itu mengalihkan atensi mereka. Itu adalah Nathan, ia baru saja pulang bekerja.
"Bukannya kakak udah bilang buat nggak usah nyari tau lagi? Buang-buang waktu tau ngga," lanjutnya datar.
"Kenapa?" Gina mengernyit. "Gina tau kakak juga penasaran sama masalalu Kak El."
"Nggak."
"Iya!" Gadis itu bangkit, menatap Nathan tak kalah datar. "Kakak cuma menghindar karena nggak mau keinget Kak El lagi. Kakak masih ngerasa kalo meninggalnya Kak El itu karena kakak. Iya kan?"
"Cukup Gina!" Nathan mengeraskan rahangnya. Nada biacaranya sedikit naik.
"Aku salah?" tanya Gina menantang.
Nathan menarik nafas dalam. Memejamkan mata untuk meredam emosi kemudian segera berlalu.
Gina hendak mengejar tapi ditahan Vano. "Jangan ganggu Kak Nathan Na. Dia cape baru pulang kerja," peringat pemuda itu.
"Kak Nath harus bisa yakinin dirinya sendiri kalo bukan dia penyebab Kak El nggak ada, Ki."
Vano menaikkan sebelah alis kemudian tersenyum tipis. "Apa diri lo sendiri juga udah yakin sama apa yang barusan lo ucapin?"
Pertanyaan itu sukses membuat Gina terdiam dengan raut wajah ragu.
---
Suasana rumah yang gelap akibat hujan membuat seorang pemuda menyalakan lampu di handphonenya. Perlahan berjalan ke salah satu kamar dan membukanya perlahan.
"Gina?" panggilnya pelan.
Tak ada sahutan. Nathan melangkah ke dalam, mendapati Gina sudah tertidur pulas.
Tangan pemuda itu terulur, mengelus pelan rambut Gina.
"Maafin Kak Nath ya. Kakak cuma nggak mau nginget kejadian dulu. Kejadian dimana kakak bener-bener gagal jadi seorang sahabat, sampe kakak kamu pergi."
Nathan menghela nafas panjang kemudian keluar dari kamar Gina.
Tanpa dia sadari, setetes demi setetes air mata jatuh. Ya, Gina tidak tidur. Dia mendengar semua. Dan kejadian masa lalu kembali terputar jelas di ingatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETISALYA (S2 TRSG!)
Teen FictionKepergian seseorang membuat luka yang teramat dalam bagi banyak orang. Orangnya memang sudah pergi, tapi tidak dengan kisahnya. "Bukan gue yang salah, tapi kenapa lo benci atas sesuatu yang bahkan gue nggak tau?" "Karena lo bagian dari mereka!" ...