I. Bekal dari Mama

379 21 1
                                    

     Pagi itu, aku memakai tas ransel ku, berpamitan dengan Mama lalu bergegas menaiki mobil Papa. Pagi yang normal, seperti biasanya. Aku berbincang bincang dengan Papa tentang hal - hal yang sebenarnya tidak terlalu penting, tetapi jika dibahas bersama Papa, itu akan menjadi sangat seru.

     "Hati - hati, Ra!" Papa berseru dari dalam mobil setelah menurunkan ku di depan gerbang sekolah.

Aku tersenyum, melambaikan tangan lalu masuk ke dalam sekolah.

"Hai Ra, Selamat Pagi!" Seru Seli mengejutkan ku.

"Hai Sel, ada apa ? kamu sepertinya sangat bersemangat pagi ini." tanyaku sembari berjalan menuju kelas.

"Kamu tahu tidak, Ra?" Seli memasang wajah antusias. Aku mengangkat bahuku tidak tahu. "Sekarang akan ada pertandingan basket dadakan loh, Ra. Ali akan bermain lagi." Jawab Seli.

"Oh ya? Kali ini melawan sekolah mana?" "SMK 2, Ra"

Aku mengangguk. Kami sudah sampai ke depan kelas, melangkah masuk lalu duduk di bangku kami masing - masing. 

     Aku melihat bangku Ali yang masih kosong. Entah kemana si biang kerok itu. "Eh Ra, kamu tahu Ali kemana?" Seli berbisik kepadaku.

"Mana aku tahu Sel, aku kan bukan Ibunya." jawab ku. Seli tertawa pelan.

Tak lama setelah itu, Ali masuk ke dalam kelas. Dengan santai nya duduk di bangkunya sembari menyisir rambut nya dengan jari.

"Panjang umur dia, Sel" bisikku kepada Seli. Seli tertawa lalu kami pergi ke bangku Ali.

"Kamu dari mana saja, Ali?" tanyaku penasaran.

"Aku hanya pergi ke kantin, kenapa?" tanya Ali balik.

"Bukanya kamu ada pertandingan ya hari ini? Kenapa kamu tidak latihan?"

"Memangnya kalau ada pertandingan, aku harus berlatih setiap saat, Ra?"

Aku menghembuskan nafas kesal. Ali menunjukan wajah yang membuatku ingin menjitak kepalanya. Kalau percakapan ini diteruskan, bisa-bisa kami akan bertengkar. Jadi aku memutuskan diam dan kembali ke bangku ku.

                              ★☆★

     Bel istirahat berbunyi. Pelajaran Pak Gun tadi tidak terlalu menyenangkan. Kami diharuskan mengisi soal yang rumit. Seli sepertinya akan mengeluh panjang semasa istirahat. Si biang kerok itu sih langsung keluar kelas, tidak peduli dengan keberadaan dua sahabatnya ini. Aku mengajak Seli makan di kantin. Seli mengiyakan ajakan ku, lalu bergegas pergi.

"Mang, pesan bakso nya dua porsi ya!" teriak Seli.

"Siap neng!" mamang bakso menyahut.

Aku melihat Ali duduk di bangku para anggota basket. Pemandangan yang lumrah setiap ada pertandingan. Biasanya Ali hanya ikut duduk dan berbincang. Tidak pernah memesan makanan. Aku melamun melihat meja Ali, tanpa kusadari Seli sedang melihatku melamun.

"Ra, kamu kenapa melihat terus ke bangku Ali? Kangen ya?" Seli menggodaku.

Aku melotot, hampir menimpuknya dengan botol saus yang ada di meja. Seli tertawa, aku yakin sekali wajah ku memerah saat itu. Bakso kami sudah datang. Aku dan Seli langsung memasukan saus - sausan yang tersedia, lalu memakan bakso itu. Tidak ada percakapan, hanya suara bising keramaian kantin.

     "Eh, Aduh, Ra. Bagaimana aku bisa lupa hal ini." Tiba-tiba Seli berteriak cemas.

"Ada apa Sel?" "Ra, Kita kan sudah janjian membawa bekal dari rumah, kamu membawa bekal nya kan? kita malah makan bakso disini." Aku terdiam. Sadar perkataan Seli benar.

Kita berdua sama-sama lupa dengan bekal itu.

"Kalau bekal itu tidak di makan, habis aku, Ra. Mama pasti kecewa karena bekal yang dia siapkan tidak aku makan."

Aku mengangguk. Mama juga pasti kecewa aku tidak memakan bekal nya. Bakso yang aku dan Seli pesan juga sudah hampir habis.

"Ah Ra, bagaimana kalau kita memberi bekal nya kepada orang lain? Nanti kalau sudah habis kita minta kotak bekalnya dikembalikan saja. Agar terlihat seolah-olah kita memakan bekalnya!" Aku mengangkat kepalaku ke arah Seli. Tidak ada pilihan lain, aku mengiyakan ajakan Seli.

     Kami bergegas menghabiskan bakso itu, membayarnya lalu lari pergi ke dalam kelas. Di kelas hanya ada beberapa orang. Kira-kira lima orang saja. Seli mengambil bekal lalu berteriak di kelas.

"Hei! Ada yang mau bekal ku tidak? Gratis!"

Johan yang sedang duduk di dalam kelas mengacungkan tangan.

Seli memberikan bekal nya kepada Johan lalu berteriak lagi.

"Ada yang mau bekal punya Ra?" Semua yang berada di kelas diam, sepertinya mereka semua sudah kenyang.

"Maaf Ra, tapi kurasa satu bekal saja sudah cukup. Terimakasih tawaranya." saut Johan.

Aku ber-puh pelan, lalu tersenyum. Seli kembali ke mejanya, berbicara padaku.

"Bekal mu berikan kepada Ali saja, Ra." saut nya. Benar juga, Ali sepertinya tidak akan makan kalau sedang bersama anggota tim basket.

"Ah iya juga Sel, baiklah aku ke kantin dulu ya." Seli mengangguk tersenyum, aku bergegas lari menuju kantin.

Tepat di pintu kantin, aku berteriak kepada Ali yang mejanya tidak terlalu jauh dari sana.

"Ali!"

Si biang kerok itu langsung menoleh, beberapa anggota tim basket itu juga ikut menoleh kepadaku.

"Ada apa, Ra?" saut Ali.

Aku mengangkat bekal ku lalu berteriak "Kamu mau tidak?"

Ali melihat bekalku ku, lalu tersenyum antusias "Mau Ra!" teriaknya.

Aku langsung berlari ke meja Ali, memberikan bekal ku.

"Yes, terimakasih Raib sahabat paling peka sedunia!" Ali mengakatakan itu dengan antusias, aku tersenyum lalu bergegas pergi.

     Aku belum pergi terlalu jauh. Masih bisa mendengarkan obrolan mereka. Karena aku penasaran, jadi aku ikut menumpang sebentar di kursi kosong dekat meja Ali dan tim basket nya.

"Eh, Ali. Kamu dan Raib itu sahabat ya?" tanya salah satu anggota tim basket. Ali menghentikan suapannya. Menoleh ke arah nya

"Iya, kenapa?" saut Ali.

"Ah syukurlah, sebenarnya aku suka kepada Raib. Tapi aku tak berani berkata langsung kepadanya. Soalnya aku kira kamu itu berpacaran dengan Raib." jawab nya.

Aku melihat raut wajah Ali yang tiba tiba berubah, sepertinya mendengar perkataan itu, mood Ali langsung menurun.

"Cieee, langsung dekati saja, peluang besar tuh!" saut salah satu temannya yang lain.

"Bagaimana mau di dekati, Raib itu orangnya cuek, dulu aku pernah membantunya mengantarkan buku ke perpustakaan, dia hanya berkata terimakasih lalu pergi. Aku sih langsung dikacangin." jawab nya.

"Eh Ali, aku rasa Raib terbuka hanya dengan kamu dan Seli kalau tidak salah, itu caranya bagaimana ?" tanya salah satu anggota.

Ali sempat terdiam sebentar lalu berkata "Karena aku sahabat nya, Raib itu orangnya memang begitu. Terbuka hanya kepada orang yang dia kenal dekat, aku dan Seli dekat dengan Raib. Bahkan kalian menyadarinya. Raib itu cantik, dan mungkin saja dia tidak menyukai mu kak. Setahuku Raib menyukai ku." Ali tersenyum, lalu menyantap lagi bekal ku. Para anggota itu terdiam.

Aku terkejut Ali mengatakan hal seperti itu. Aku tidak tahu Ali mengatakan itu dengan jujur atau hanya menggunakan nya agar tidak ditanya tanya lagi. Tapi apapun alasannya wajahku sudah terlanjur memerah. Aku bergegas menuju kelas sebelum Ali menyadari aku masih ada di situ, sungguh aku menjadi salah tingkah. Aku tidak tahu kenapa hatiku jadi berdebar mendengarnya.

     Aku tak menyadari, Ali mengatakan hal itu karena dia dari awal sudah tahu kalau aku masih ada di dekat mejanya, menguping pembicaraan.

                              ★☆★

oneshoot. bumi series Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang