XXII. Bêřšêmbûňýî Ďîbâľîķ šâp🌥

52 3 0
                                    

"Jangan menjadikan dendammu terhadap seseorang yang akan menghancurkan hidupmu. Cobalah untuk memaafkannya, walau kesalahan terbesarnya berada didirimu sendiri."

-ARF.

☀️☁️☀️☁️

"Selamat pagi anak-anak," sapa sang guru yang tak lain adalah Bu Ningsih seorang guru matematika kelas XI.

"Pagi, Bu," jawab kompak mereka dengan penuh semangat.

Bu Ningsih yang mendengar jawaban mereka dengan nada yang semangat pun binggung, baru kali ini muridnya bersemangat belajar matematika.

"Tumben sekali kalian semangat," Bu Ningsih meletakkan barang bawaannya ke meja guru, setelah itu ia berdiri di tengah.

"Harus dong, Bu," jawab kompak mereka lagi. Entahlah apa yang membuat mereka bersemangat belajar matematika di siang hari seperti ini.

"Ya, sudah, mari kita mulai kegiatan kita pada hari ini dengan kebahagiaan. Sebagai wujud rasa bahagia kita mari kita senyum terlebihi dahulu." Bu Ningsih pun tersenyum dengan sangat lebar dan mau tak mau anak kelas XI IPS-2 pun tersenyum dengan sangat lebar juga.

"Baik, sudah cukup kita tersenyum nanti dipikir orang gila lagi. Ibu mulai pelajarannya ya," kata. Bu Ningsih dengan senyumannya.

"Siap, Bu."

Bu Ningsih pun memulai pelajarannya dengan menulis materi yang akan dipelajari ke papan tulis dan sesekali ia menjelaskannya. Sebagian anak-anak ada yang mencatat materinya, tetapi tidak banyak juga yang merekam serta memfoto materi yang sedang disampaikan.

Ketika sedang menjelaskan materi kepada muridnya, tiba-tiba saja alarm kebakaran berbunyi. Semua murid langsung dibuat panik oleh alarm tersebut, seketika semua keadaan menjadi kacau karena semua murid yang sedang berada di dalam kelas langsung keluar begitu pun dengan para guru.

Amanda langsung menarik tangan Alana untuk keluar dari kelas, karena Alana mempunyai penyakit panic attack. Amanda dan Alana berlari bersama murid lainnya, ketika akan turun tiba-tiba Alana merasakan mual dan juga pusing karena perubahan suasana yang terjadi secara tiba tiba. Amanda yang melihat Alana berhenti langsung mengajaknya ke tempat yang tidak ramai terlebih dahulu.

"Lo tidak papa?" tanya panik Amanda.

"Aku mual dan pusing, Man. Aku tidak kuat untuk turun, badanku gemetar," jawabnya dengan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Amanda yang mendengar keluhan Alana langsung memeluknya erat dan mencoba untuk menenangkannya. "Lo harus bisa kendalikan rasa panik lo, gue ada di sini untuk lo."

Alana menarik napasnya perlahan, mencoba untuk mengendalikan rasa panik yang ia alami sekarang. Lima menit yang dibutuhkan Alana untuk menghilangkan rasa paniknya

Kamu harus kuat, Lan, tidak boleh menyusahkan Manda, batin Alana.

Menarik napanya dan mengatur rasa paniknya. "Man, aku sudah membaik. Mari kita turun."

Amanda mengangguk dan segera membantu Alana turun dari sana. Semua murid berkumpul di lapangan bersama semua guru dan staff sekolah.

Mereka mencari tempat yang sepi, agar panic attack Alana tidak kembali terjadi. Alana dan Amanda duduk di pinggir lapangan yang hanya ada beberapa orang duduk di sana, ketika sedang duduk sambil memeluk Alana. Adhim dan Azril dating menghampiri mereka.

"Man, Alana kenapa?" tanya Azril sambil melihat Alana yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Dia mengalami panic attack," jelas Amanda.

THE END (on Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang