Tidak Mungkin Dia

711 201 24
                                    

Angga seharian ini tak fokus dalam bekerja, ia terus berpikir tentang siapa pelakunya dan apa mungkin pria itu betul-betul Rasta.

Angga tak berani mengambil kesimpulan kalau itu memang Rasta karena mereka tidak begitu dekat selama ini dan sepertinya tidak ada dendam diantara mereka berdua.

"Apa yang kamu pikirkan?"

Prangg...

Angga terkejut dan tak sengaja tangannya menyenggol gelas yang ada disampingnya.

"Bu Selly," balas Angga gugup.

"Aku sudah memanggilmu sejak tadi. Kamu tahu? Aku tidak suka pegawai yang tidak fokus dalam bekerja."

"Maafkan aku, Bu. Aku tidak akan mengulanginya lagi."

Angga langsung berdiri dari tempat duduknya dan menunduk meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Angga tidak mau jika harus di pecat.

"Siapkan beberapa barang-barang yang perlu kamu bawa, projects dimajukan. Kita berangkat hari ini juga."

"Sekarang?"

"Iya sekarang!"

"Baik Bu."

"Pulanglah dan bawa beberapa pakaian. Kita pergi kurang lebih tiga hari."

Angga mengangguk antusias. Ia merasa senang karena bisa menjauh dari Kirana selama tiga hari kedelapan.

Setelah mengatakan hal itu kepada Angga, kini Selly berbalik menghadap Rasta yang sudah merapihkan peralatan kerjanya.

"Sudah siap, Sayang?" tanya Selly dibuat-buat bahkan terdengar seperti ada desahan.

Angga masih di sana, ia merasa merinding mendengar itu. Bu Selly benar-benar wanita penggoda yang hebat menurutnya, tak heran kenapa sang Bos bisa takluk padanya dan mau menikahinya.

Tak mau mendapatkan teguran lagi, Angga merapikan peralatan kerjanya kemudian bergegas pulang. Ia harus menyiapkan semuanya sebelum berangkat.

Padahal Angga bisa saja mengirimkan pesan pada Kirana untuk membantunya menyiapkan barang-barang yang akan dibawa tapi ia tak mau melakukan itu karena ia tak ingin membuat Kirana berharap banyak pada dirinya atau lebih tepatnya ia tak ingin barang-barang pribadinya kini disentuh oleh Kirana.

Angga juga sempat berpikir untuk pisah ranjang saja tapi ia belum punya keberanian untuk mengutarakan itu kepada Kirana. Ia juga sudah mulai melihat-lihat harga apartemen yang terjangkau untuknya jika sewaktu-waktu ia sudah tak tahan lagi tinggal satu atap dengan Kirana, ia bisa pergi kapan saja.

Jahat memang pemikiran Angga tapi ia lakukan itu semua demi menyelamatkan hatinya sendiri. Ia masih belum bisa menerima Kirana lagi seperti dulu. Semua rasa cintanya sudah lenyap sejak malam itu.

***
Sesampainya di rumah, Angga langsung masuk menggunakan kunci miliknya. Ia sekarang tidak mau meminta Kirana untuk membukakannya pintu.

"Mas?!"

Kirana terkejut karena tiba-tiba Angga masuk.

Kirana meletakkan alat pel-nya lalu menghampiri Angga dan meminta maaf, ia pikir ia tak mendengar ketukan pintu tadi saat Angga datang karena terlalu sibuk atau lebih tepatnya menyibukkan diri dengan mengepel seluruh penjuru rumah supaya pikiran tentang kejadian malam itu tidak muncul.

Setiap Kirana duduk hanya berdiam diri atau setiap akan memejamkan matanya, jujur saja ia selalu ketakutan. Bayangan tentang malam itu sangat mengerikan dan tak jarang membuat Kirana frustasi dan berniat untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

Semua yang Kirana alami terasa makin berat karena Angga tidak ada untuknya meski dia ada di sampingnya. Angga mengabaikan dirinya dan meninggalkannya dalam kegelapan sendirian, itu yang Kirana rasakan tapi ia tak mampu untuk mengutarakan protes pada Angga.

"Mau kemana, Mas?" tanya Kirana lagi sambil membuntuti suaminya yang sejak dia datang masih diam seolah ia tak ada.

Kirana takut saat Angga memasukkan beberapa baju miliknya ke tas.

"Kamu mau tinggalin aku, Mas?"

Seketika ketakutan besar muncul dalam diri Kirana. Ia sangat takut jika memang harus benar-benar sendirian. Ia belum siap untuk berpisah dari Angga meski kini semua sudah berbeda.

Setelah selesai mengemasi beberapa barang yang dibutuhkan. Angga berbalik melihat ke arah Kirana yang kini matanya sudah berkaca-kaca.

"Aku pergi tiga hari. Urusan pekerjaan."

Angga tak mau bicara panjang lebar lagi. Ia juga tak mau melihat Kirana lebih lama lagi.

Kirana mendekat beberapa langkah lalu mengulurkan tangannya untuk mengajak suaminya bersalaman tapi diabaikan begitu saja oleh Angga. Dia pergi tanpa mau melihatnya lagi sehingga tak terasa lagi-lagi air mata Kirana menetes karena tak kuasa menahan pilu dihatinya.

Sentuhan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang