2

244 33 9
                                    

"Aku belum pernah melihat mereka sejauh itu."

"Apa sesuatu terjadi?"

"Kenapa bertanya kepadaku? Eren, kamu melihat sesuatu?"

"Tidak tahu yang benar yang mana. Tapi kupikir itu benar kalau Bertholdt naik dan menendang Reiner, kamu tahu dia memiliki kebiasaan tidur yang buruk! Jadi kupikir Reiner marah karena itu."

"Benar, jatuh dari ranjang atas bukan hal sepele. Aku pernah kepleset waktu mau pipis, berrr! Gak mau lagi!"

"Tapi kupikir persahabatan mereka lebih daripada beberapa lecet di punggung."

"Tidakkah itu jelas? Mereka mungkin merebutkan seorang gadis!"

"Waah... Bertholdt bisa suka orang juga, ya... Maksudku, aku hampir lupa ada dia di angkatan kita karena sifat pendiam nya."

Telinga Reiner berdengung. Ini bukan situasi yang bagus, mereka bergunjing tentangnya saat bertugas. Ini sudah hampir seminggu, tapi mereka belum berhenti membicarakannya.

Bagian selatan Paradis memiliki suhu yang lebih panas, jadi ladang yang jauh dari kanal sering mengalami kekeringan. Komandan kamp memilih kadet baru untuk membantu petani disana menyirami ladang. Jadi untuk pertama, mereka menggali sumur dekat daerah resapan. Sementara sebagian menggali, sebagian kadet mengambil air dari anak sungai kecil yang letaknya agak jauh untuk mengisi sawah lebih dulu.

Karena tenaganya lebih besar, Reiner memilih untuk ikut menggali. Sementara Bertholdt berpaling untuk mengambil air bersama yang lain,  kebanyakan dari mereka adalah perempuan, jadi Reiner agak curiga Bertholdt sedang memandnagi pantat Annie yang cantik.

Reiner mengisi ember dengan lumpur, mengaitkannya ke tali, mengguncang, dan rekannya diatas sana menggerakkan katrol untuk menggulung tali yang mengangkat ember itu keatas. Beberapa lumpur jatuh dan menimpa wajahnya, Reiner tidak keberatan karena hampir semua tubuhnya sekarang berlumuran tanah lembek itu. Dan semua rekannya diatas juga demikian karena mereka bergantian untuk menggali dan menggulung katrol.

"Hei, Reiner! Apa mata airnya sudah kelihatan?!" wajah Eren muncul dari ujung lubang, wajahnya bercorak lumpur.

Melihat ke bawah, dia memastikan kalau air mulai mencapai lututnya. Mata air sangat deras.

"Ya! Ini sangat bagus!" dia mengacungkan jempolnya.

"Terus naik ya! Yang lain udah kumpul buat istirahat!"

Setelah wajah Eren kembali menghilang, katrol kembali diturunkan. Menghembuskan napas lega, Reiner berpegangan pada tali yang segera digulung, mengirimnya kembali naik ke daratan.

Lagi-lagi napas lega keluar dari paru-parunya. Menggeleng kepada yang lain, Reiner berkata, "Kotor banget."

"Lihat, mereka perhatian banget membawakan air untuk membasuh baju kita." Marco menunjuk kepada kelompok sungai yang menyisakan beberapa ember air. "Syukurlah kita tidak perlu menunggu air Sumur menjadi bening, bisa jadi patung lumpur kita."

Melihat kearah yang Marco tunjuk, Reiner melihat Bertholdt berdiri di sebelah Annie. Reiner segera menunduk, pura-pura membersihkan celananya agar berhenti melihat dua sahabatnya itu. "Iya, kupikir Krista membawakan satu untukku."

"Jadi ini karena Krista? Wah!" Eren menepuk bahu Reiner dan berdecak kagum. "Aku percaya kamu lelaki sejati yang akan mendapatkannya."

Setelah menerima anggukan Reiner, Eren berlari kearah kelompok sungai degan wajah ceria. "Hei, Mikasa! Apa kamu membawa untukku?!"

"Hei, itu untukku!" teriak Jean. Dan segera yang lain menyusul.

Reiner yang terbelakang, menenteng sepatu boots dan jaketnya yang masih bersih karena dia melepasnya sebelum masuk ke lubang.

Udara hari itu sangat panas. Mereka berteduh dibawah pohon setelah membasuh tubuh. Tapi itu tidak bisa benar-benar bersih, dan mereka basah jadi menjauhkan diri agar tidak ikut membasahi yang lain. Petani yang benar-benar merasa terbantu membawakan mereka beberapa buah dan air perasan jeruk untuk menghilangkan penat.

Reiner sedang memakan semangka saat Bertholdt datang kepadanya. Sahabatnya itu hanya datang, berdiri di sebelahnya dan diam. Dan Reiner pun hanya menengoknya dan segera kembali melanjutkan makannya.

Karena mereka hanya saling mendiamkan, Marco yang duduk di sebelah Reiner pun menyingkir karena merasa aneh dengan situasi itu. Sepertinya Marco mengatakan sesuatu kepada yang lain sehingga mereka pun menyingkir lebih jauh dari Reiner dan Bertholdt. Reiner bisa saja mengikuti mereka, tapi dia tidak tega untuk meninggalkan Bertholdt yang sudah berani mendekatinya, dia menghargai itu.

"Ada apa?" Reiner melempar kulit semangka dan mengambil potongan yang baru.

"Apa... Kamu tidak kedinginan?" Bertholdt melepas jaketnya, mengulurkannya kepada Reiner. "Ini, pakai saja."

Reiner memandang jaket Bertholdt itu, kemudian mengabaikannya dan menggeleng. "Punyaku juga bersih. Udaranya panas, bajuku bakal cepet kering."

"O-oke..." Bertholdt dengan canggung duduk di sebelah Reiner. Dia duduk dengan memeluk lututnya, berkali-kali melirik Reiner saat kembali tidak ada yang mengucapkan kata.

Reiner meliriknya saat Bertholdt gemetaran mengambil semangka yang berada tepat didepan Reiner. Mungkin dia gugup. Siapapun akan gugup setelah bertengkar dengan sahabat.

Akhirnya Reiner mengalah dan kembali bertanya, "Ada apa?"

"Soal malam itu, aku benar-benar minta maaf sudah menendangmu." Bertholdt memegang semangka tanpa memakannya, "Tapi... Itu bukan benar-benar salahku 'kan? Maksudku, kamu memaksaku melakukan 'itu'"

"Benar." kata Reiner singkat. Memudahkan biji semangka, dia kembali melempar kulit semangka namun tidak mengambil potongan baru. Melainkan Reiner membenarkan posisi duduknya, bersila, menyangga sisi wajahnya dengan tangan yang bertumpu ke paha. "Tapi aku tidak akan meminta akan meminta maaf untuk apa yang aku lakukan karena aku tidak menyesalinya."

"Jadi bagaimana?" tanya Bertholdt dengan gelisah, dia berdecak kesal beberapa kali. "Jika aku menolak, apa kamu akan terus seperti ini? Menjauhiku dan Annie?"

"Menolak apa? Memangnya aku meminta apa darimu?" Reiner melihat wajah Bertholdt. Sahabatnya itu sedikit memerah, menambah kadar cantiknya. "Jika kamu menganggap pengakuan adalah tawaran untuk menjadi kekasih, kamu salah. Kalaupun begitu, tidak masalah jika kamu menolak tawaranku. Tapi jika yang kamu tolak adalah perasaanku, siapapun akan marah."

"Lalu..." Bertholdt mengulurkan semangka yang sendiri tadi dia pegang kepada Reiner tanpa memandangnya. "Ba-bagaimana jika... Jika aku yang memintamu?"

Reiner menaikan satu alisnya. Dia tahu yang Bertholdt maksud, sangat tahu dari lubuk hatinya yang dipenuhi kepercayaan diri. Tapi dia hanya ingin memastikan agar harapannya tidak terlalu tinggi. "Minta apa?"

"Pacar... Kupikir aku bisa mencoba." Bertholdt semakin memalingkan wajahnya.

Dan Reiner menghisap bibirnya kedalam untuk menahan senyumnya. Dia mengambil semangka itu dan menggigitnya, mengunyah dengan cepat. Reiner mengangguk sambil memalingkan wajahnya, dia bersumpah kalau itu semangka termanis yang pernah dia makan. "Baik, kalau mau coba-coba gak papa, kok."

Lupakan Hatiku Yang Bernoda [Reibert Short]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang